- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, news, politics, politics and government, politics and lawgovernment, news, politics, politics and government, politics and law - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
3
JAKARTA, lowongankerja.asia
– Presiden Prabowo Subianto sudah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2025 yang merupakan perubahan kedua terhadap Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) oleh Pemerintah.
Peraturan terbaru ini menetapkan tanggung jawab bagi pemerintahan nasional, pemerintahan lokal, badan usaha milik negara, serta badan usaha milik daerah dalam pembelian barang dengan komposisi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan Barang Dalam Negeri (BDN).
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyambut positif adanya ketentuan terbaru yang mensyaratkan penggunaan barang dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) lebih tinggi daripada produk luar negeri untuk transaksi pembelian.
Dalam peraturan terbaru tersebut, pemerintah diwajibkan untuk lebih mengutamakan pembelian barang-barang dalam negeri dengan adanya TKDN atau PDN daripada produk-produk luar negeri menurut Agus seperti yang disampaikannya pada hari Kamis (8/5/2025).
Pasal 66 dari Peraturan Presiden Nomor 46/2025 mencakup poin-poin terbaru tersebut.
Pertama, apabila terdapat suatu produk dengan total penjumlahan skor TKDN dan BMP melebihi 40%, maka pembelian oleh pemerintah melalui PBJ hanya diperuntukkan bagi barang-barang yang memiliki nilai TKDN lebih dari 25%.
Kedua, apabila tak terdapat produk dengan total skor TKDN ditambah BMP melebihi 40%, namun ada produk yang memperoleh skor TKDN lebih dari 25%, maka produk tersebut dapat dipertimbangkan untuk pembelian oleh pemerintah melalui PBJ Pemerintah.
Ketiga, apabila tak ditemukan produk dengan TKDN melebihi 25 persen, pemerintah masih boleh mengakuisisi barang yang memiliki TKDN kurang dari 25 persen.
Keempat, apabila tak ditemukan produk dengan sertifikasi TKDN, pemerintah memiliki opsi untuk mengakuisisi PDN yang telah direkam di dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS).
Peraturan terbaru ini mengoreksi ketentuan lama yang berjudul Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah.
Pada Perpres Nomor 16/2018 itu, pemerintah bisa langsung membeli produk impor ketika industri dalam negeri belum mampu menyediakan produk yang penjumlahan skor TKDN dan BMP-nya di atas 40 persen.
Berdasarkan aturan terbaru ini, telah ditentukan juga urutan prioritas pengeluaran pemerintahan untuk barang dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) serta Produk Dalam Negeri (PDN), hal tersebut sebelumnya tidak dijelaskan dalam peraturan lama.
“Peraturan terbaru ini konsisten dengan instruksi dari Presiden yang disampaikan selama Rapat Terbatas Ekonomi di Gedung Mandiri akhir bulan April kemarin. Presiden menginginkan adanya fleksibilitas untuk Kebijakan Dalam Negeri Konten Teknologi (TKDN) serta perubahan bentuknya menjadi insentif. Peraturan Pelita Bersama Industri (PBI) ini sudah mencakup petunjuk dari Presiden itu,” ungkap Menteri Perindustrian.
” Ini memberikan hembusan baru untuk sektor usaha dalam menghadapi beban permintaan lokal saat ini, khususnya bagi perusahaan yang memproduksi barang-barang yang di beli oleh pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara atau Daerah,” tambahnya.
Selanjutnya, Menteri Perindustrian Agus mengungkapkan bahwa mereka bersedia merombak aturan tentang Kebijakan Dalam Negeri (TKDN), khususnya metode penghitungan TKDN yang akan disederhanakan menjadi lebih cepat serta efisien dari segi biaya.
“Tujuan dari langkah itu adalah untuk meningkatkan jumlah produk industri lokal yang memperoleh sertifikasi TKDN serta menjadi prioritas pembelian bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD,” jelas Agus.
Ia menjelaskan, Kemenperin telah memulai reformasi kebijakan TKDN jauh sebelum Presiden Trump mengumumkan kenaikan tarif masuk impor ke Amerika Serikat pada awal April 2025.
Ia mengatakan bahwa mereka sudah memulai diskusi tentang perombakan Prosedur Perhitungan TKDN sejak Februari 2025.
Oleh karena itu, menurut Agus, pembaruan terhadap kebijakan TKDN bukan dipicu oleh keputusan tariff balasan dari Presiden Trump ataupun dampak persaingan perdagangan internasional yang ketat, melainkan atas dasar permintaan sektor industri lokal di Indonesia. Rancangan untuk memperbaharui aturan mengenai TKDN sudah melewati proses kajian masyarakat umum dan sedang dalam fase penyempurnaan akhir.
“Saya berharap agar peningkatan TKDN selanjutnya dapat memacu ketertarikan bisnis dan investasi dalam negeri, serta menambah sumbangan sektor manufaktur terhadap ekonomi lokal,” imbuh Agus.