Mendag: Eksport RI Tetap Kuat Meski Konflik India-Pakistan Berlanjut

Mendag: Eksport RI Tetap Kuat Meski Konflik India-Pakistan Berlanjut


JAKARTA, lowongankerja.asia

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Budi Santoso menyebutkan bahwa langkah memperluas ekspor tidak dipengaruhi oleh dampak perang antara India dan Pakistan.

Menteri Perdagangan Budi mengatakan bahwa ekspor di Indonesia semakin meningkat, khususnya pada bulan Maret tahun 2025.

Sementara itu baik-baik saja, cukup perhatikan saja, karena ekspor kita meningkat, sebanyak 6,69 persen hingga bulan Maret,” ujar Budi saat menghadiri acara Gerakan Kamis Pakai Lokal di Kemenangan Perdagangan, Jakarta Pusat, pada hari Kamis (8/5/2025).

Menurut data dari Kementerian Perdagangan, di bulan Maret tahun 2025, jumlah nilai ekspor nasional Indonesia telah menyentuh angka 23,25 miliar dolar Amerika Serikat.

Nilai tersebut meningkat 5,95 persen bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya (MoM) dan naik 3,16 persen jika dibandingkan dengan nilai pada Maret 2024 (YoY).

Kenaikan dalam ekspor dipicu oleh pertambahan ekspor minyak dan gas yang naik 28,81 persen serta ekspor non-migas yang meningkat 4,71 persen dibanding bulan lalu.

Menteri Perdagangan menekankan bahwa neraca perdagangannya Indonesia tetap dalam kondisi surplus, khususnya dengan negara-negara seperti India dan Pakistan. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kami memiliki kelebihan dagang di segala bidang. Terhadap India maupun Pakistan, kami meraih surplus,” ungkap Budi.

Konflik antara India dan Pakistan terjadi setelah keduanya bertukar serangan artileri di seluruh Garis Kontrol (LoC), garis pemisah dalam wilayah kontroversial Kashmir.

Militer India, yang memulai serangan lebih dahulu pada Rabu (7/5/2025) subuh waktu lokal, menyatakan bahwa mereka sudah menggelar pengeboman artileri dalam rangka operasi presisi bernama “Operasi Sindoor” ke sembilan pos yang diyakini menjadi tempat persembunyian kelompok bersenjata di daerah Kashmir yang dikendalikan oleh Pakistan.

Dosen studi keamanan dan politik internasional Universitas Paramadina, Dinna Prapto Raharja, menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus mempersiapkan diri untuk menghadapi efek ekonomi yang mungkin timbul akibat konflik tersebut.

Apabila terjadi perang yang luas, India serta Pakistan akan menumpuk anggaran mereka ke bidang militer dan senjata berat (alutsista).

Ini bisa memperlambat perdagangan antara Indonesia dan India serta Pakistan karena kedua negeri tersebut adalah pasar utama untuk ekspor CPO atau minyak kelapa sawit dari Indonesia.

“Komoditas utama yang diekspor ke India serta Pakistan kita adalah kelapa sawit dan minyak nabati, hal ini sangat berarti bagi Indonesia,” ungkap Dinna saat diwawancara oleh lowongankerja.asia pada hari Rabu, 7 Mei 2025.

Sejak eksportasi CPO beserta produk terkait ke Eropa ditahan, menurut Dinna, Indonesia mulai fokus pada pasar India dan Pakistan serta melibatkan China sebagai pembeli potensial. “Artinya jika hal tersebut juga dipengaruhi, maka sejumlah besar bidang ekonomi di Indonesia bakal merosot,” ungkap Dinna.

Dinna mengkhawatirkan bahwa situasi antara India dan Pakistan bisa semakin memburuk karena tak ada pihak yang dapat membendungnya. Menurut pendapatnya, Amerika Serikat sudah menjauh dari urusan di Pakistan.

Seperti halnya Dinna, Analis Kebijakan Ekonomi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani menyampaikan bahwa produk kelapa sawit bakal berimbas karena adanya perselisihan antara India dan Pakistan.

“Ekspor menuju India dikuasai oleh produk batubara dan minyak sawit mentah (CPO). Gangguan politik serta masalah keamanan di India dapat menyebabkan perlambatan ekonomi dan pengurangan permintaan untuk (batubara dan CPO) dari negara tersebut,” jelas Ajib.

Ajib menyebutkan bahwa neraca perdagangan antara Indonesia dan India merupakan salah satu kontributor utama untuk surplus terbesar setelah dengan Amerika Serikat, yang dapat mencapai selisih hingga 15 miliar dolar AS pada tahun 2024.

“Apabila terdapat penurunan dalam sektor ekonomi dan permintaan, diharapkan pemerintah dapat mengembangkan kerjasama bilateral dengan berbagai negara lainnya guna menggantikan posisi pasar India,” jelas Ajib.

Menurut data yang dihimpun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024, India dan Pakistan tetap berada di posisi sebagai pembeli utama untuk Crude Palm Oil (CPO) serta produk-produknya dari Indonesia.

India menempati posisi sebagai negara tujuan ekspor utama dengan volumenya sebanyak 4,27 juta ton, diikuti oleh Pakistan yang mencapai angka 3 juta ton.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *