- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
children, children and families, indonesia, local news, newschildren, children and families, indonesia, local news, news - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
2
lowongankerja.asia
Seorang petani cabai dari Banda Aceh bernama Khairul Halim mengeluhkan situasi dia tidak berhasil mendaftarkan putranya ke dalam Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN).
Penduduk dari Gampong Rukoh memilih untuk menghentikan proses pendaftaran ulang anak mereka dikarenakan adanya hambatan berupa biaya pendaftaran yang besar.
Ceritanya kemudian dia posting di halamannya Facebook pada tanggal 5 Mei 2025. Berikut adalah keluhan pedih sang petani cabai seperti yang dilansir.
lowongankerja.asia
, Kamis (8/5/2025).
‘Sepatu Anda Tidak Dapat Menutupi Biaya Daftar Ulang Anak Saya di Sekolah’
Hari ini, saya mendaftar kembali putra saya ke salah satu madrasah negeri yang ada di Banda Aceh. Proses pendaftaran ulang berlangsung dalam waktu singkat, yaitu dari pukul 08.00 sampai dengan 12.00 WIB saja.
Beberapa hari yang lalu, saya telah berupaya keras mengumpulkan dana guna membiayai biaya masuk sekolah bagi anak keduaku.
Tetapi bagaimanapun juga, mengingat saya seorang bapak yang berprofesi sebagai petani cabe, sulit untuk mendapatkannya dalam jumlah besar seperti itu.
Membayar biaya pendidikan bagi anak saja sudah memberatkan, apalagi untuk membeli camilan sehari-hari.
Selain itu, saya perlu membayar biaya pendaftaran untuk anak ke sekolah sekitar 2 juta rupiah, meskipun dibayarkan dalam dua tahap hingga batas waktu tertentu. Belum lagi tambahan biaya untuk membelikan seragam dan buku teksnya. Total estimasi pengeluarannya bisa mencapai kisaran 3 juta rupiah atau sedikit lebih.
Ini sungguh berat untuk saya yang sekarang kondisi keuangannya cukup sulit. Saya telah mencoba sebaik mungkin supaya buah hati saya dapat memasuki sekolah di awal tahun ajaran ini bersama kawan-kawannya dari TK.
Sungguh berat bagi saya sebagai bapak yang bekerja di bidang pertanian dan masih belum mampu membiayai pendidikan anak-anakku lebih lanjut layaknya teman-temannya dari sekolah dasar Tk.
Sesuai dengan peribahasa orang Aceh “berikan anak segala pengetahuan mereka, jangan hanya buku saja, tetapi juga contoh yang baik.”
Namun, perkataan tersebut tak dapat saya terapkan mengingat semua keterbatasan saya sebagai seorang bapa. Sebab, usaha keras saya sebagai ayah telah dilakukan untuk mencari nafkah yang halal supaya buah hati saya mampu menempuh pendidikan.
Menurut saya pendaftaran anak di sekolah negeri biasanya tanpa biaya. Meskipun demikian, bukan berarti semuanya bebas dari uang. Sebagai seorang ayah, yang perlu saya keluarkan hanyalah beberapa keperluan seperti baju seragam, satu atau dua pasang sepatu, dan juga sebuah tas untuk si kecil.
Saya baru sadar bahwa masih ada biaya tambahan yang perlu saya keluarkan supaya putra/putri saya dapat menempuh pendidikan di sekolah negeri ataupun sekolah pemerintah.
Pada pukul 12.00 tengah hari, tanggal 5 Mei 2025, usaha untuk mendaftarkan kembali putra atau putri saya ke salah satu sekolah madrasah negeri yang ada di Banda Aceh tidak berhasil dilakukan.
Putriku AY, mohon ampunlah aku sebagai bapamu. Mudah-mudahan di masa mendatang Allah mempermudah rejekiku sehingga kau dapat mengejar pendidikan layaknya anak-anak lainnya.
Hai sayang tanaman cabaiku, rasa pedasmu pada hari ini tidak dapat menolong anakku untuk meneruskan pendidikan ke level berikutnya.
Saya telah mengatur segala sesuatunya dari awal supaya tingkat kepedasanmu dapat menolong kami berdua, serta mendukung peningkatan kondisi finansial saya demi memenuhi kebutuhan harian keluarga.
Paling tidak cukup untuk membayar pendidikan putra-putri saya, menyediakan uang saku mereka tiap pagi, serta memenuhi keperluan sehari-hari bagi seluruh anggota keluarga.
Hai sahabatku, bukan bermaksud tak menghargai dan bersyukur atas rejeki yang dikirim Allah kepadaku lewat pedasmu itu.
Alloh Maharich, Alloh MahaPembagi, Alloh tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Anak-anakku, mohon maafkan ayah kalian yang hanyalah seorang petani…
Dikonfirmasi ulang
lowongankerja.asia
, Kamis (8/5/2025), Halim mengakui cerita itu sebagai benar.
Dia mengungkapkan bahwa putranya berhasil lolos di salah satu sekolah menengah Islam Negeri (MIN) di Banda Aceh pada 28 April 2025.
Setelah diumumkan sebagai lulusan, kemudian akan ada pernyataan resmi dari pihak sekolah yang mewajibkan para orang tua untuk hadir dalam pertemuan bersama komite sekolah pada tanggal 30 April 2025.
“Kepala sekolah membuka rapat tersebut secara resmi. Selanjutnya, moderator menyerahkannya kepada komite sekolah yang diketuai oleh ketua komite,” jelas Halim.
Selanjutnya tiba di tahapan presentasi program kerja sekolah untuk tahun 2025-2026 oleh ketua komite.
Halim menyebutkan bahwa ketua komite kemudian menjelaskan tentang rangkaian program kerja yang mencakup sejumlah aspek mendukung pendidikan anak.
Antara lain, ada penguatan dengan penambahkan guru pembantu, penyelenggaraan Festival Pendidikan, dan berbagai event tambahan yang mendukung proses belajar mengajar bagi siswa, selain itu juga ditambah personil untuk menjaga kebersihan. Angka total pengeluarannya melebihi Rp 100 juta.
Selama presentasi tentang aspek fisik oleh Ketua Komite, dia menyebutkan beberapa item seperti pemasangan plang bernama sekolah menggunakan beton, pembelian sejumlah wastafel, dan pengecatan area parkir sekolah.
Total dana yang dibutuhkan untuk kedua program tersebut mencapai kira-kira Rp 300 juta.
Setelah dibagikan kepada total 102 orang wali murid, masing-masing harus membayar sekitar Rp 2 juta.
Ini sungguh berat untuk para orangtua seperti saya yang bertugas sebagai petani,
“Belum termasuk biaya untuk peralatan sekolah anak saya seperti pakaian seragam yang harganya melebihi Rp 1 juta, serta kebutuhan buku pelajaran dan sebagainya,” kata Halim.
Setelah mempertimbangkan masukan dari sejumlah orang tua siswa, rapat tersebut akhirnya menyetujui pembelian seragam olahraga di lingkungan sekolah. Untuk baju siswa lelaki diperkirakan mencapai nilai yang hampir senilai dengan Rp 1 juta, sementara itu bagi siswi nilainya melebihi angka tersebut menjadi lebih dari Rp 1 juta.
Untuk program-program di sekolah yang berkaitan dengan penyokong pendidikan dan aspek fisik, kesepakatan dibuat bahwa bentuk dukungannya akan datang sebagai sumbangan sukarela dari para orang tua siswa.
“Berikut adalah hasil pertemuan antara ketua komite dan para orang tua siswa yang berlangsung pada hari Rabu, tanggal 30 April 2025. Dengan demikian, acara tersebut diakhiri oleh sang ketua komite,” jelas Halim.
Namun esok harinya, secara mendadak terdapat pengumuman di situs web resmi sekolah yang menyatakan bahwa pertemuan tersebut akan diselenggarakan kembali pada hari Sabtu, tanggal 3 Mei 2025, jam 09.00 WIB.
Sebabnya adalah bahwa pertemuan terdahulu dengan panitia sekolah belum menghasilkan kesepakatan yang pasti.
Menurut Halim, dalam pertemuan kedua tersebut, Ketua Komite Sekolah tidak hadir. Kepala sekolah memimpin rapat ini secara langsung dan segera mengangkat pembahasan terkait finansial program sekolah.
Rapat tersebut menetapkan bahwa setiap orang tua siswa harus membayarkan sebesar Rp 2 juta yang akan diangsur dalam dua kali pembayaran hingga akhir Juli 2025.
Hal itu belum mencakup biaya untuk membeli seragam sekolah serta peralatan belajar lainnya.
Salah seorang guru pernah menyatakan bahwa saat dana untuk mendukung pendidikan kurang mencukupi, pembelajaran bagi para siswa pun hanya dilakukan setengah hati.
Maka kesannya memaksa kita sebagai orangtua untuk tetap membayarkan sejumlah uang itu apabila ingin mendapatkan pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak kita, entah suka atau tidak.
Halim mengatakan bahwa dari biaya registrasi senilai Rp 2 juta, sebanyak Rp 1 juta harus dibayarkan di muka ketika proses pendaftaran ulang dilakukan.
“Sebab pada waktu pendaftaran ulang perlu membayar sebesarRp 1 juta terlebih dahulu, saya merasa kesulitan keuangan, maka akhirnya saya memutuskan untuk tidak melakukan registrasi kembali bagi putra saya,” katanya.
Saat ini, impian Halim untuk menempatkan putranya di sekolah Menengah Islam Negeri harus ia tinggalkan dengan berat.
Dia sempat menginginkan untuk menempatkankan putranya di MIN lantaran kurikulumnya yang kental dengan aspek-aspek keagamaan dan memiliki daya tarik dalam hal pembelajaran.
“Kini saya perlu mencari opsi pendidikan alternatif selain MIN. Bisa jadi nantinya saya hanya akan mendaftar kan anak saya ke SDN 16,” tandasnya.
(*)