lowongankerja.asia
, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mendukung pembentukan dua perusahaan asuransi besar di Tanah Air dengan tujuan mengelola risiko yang ada.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menganggap bahwa adanya perusahaan reasuransi berskala besar di negara kita dapat meningkatkan kapasitas serta membantu dalam meraih peringkat internasional. Untuk perusahaan reasuransi, memiliki peringkat tersebut sangat penting guna memenuhi kriteria jaminan proyek yang berkapasitas tinggi dan bersifat internasional.
[Kekurangan pada neraca asuransi saat ini] Betul demikian karena skala dan besarnya kapasitas masih terbatas. Tidak cuma soal modal, tetapi semua faktor yang ada juga berperan. Ini seperti satu sistem. Jadi tidak selalu memastikan bahwa banyak perusahaan reasuransi dapat mengendalikan kapasitasnya di dalam negeri. Sebab setiap perusahaan memiliki
appetite
“-nya sendiri. Mungkin saya akan lebih suka memiliki dua perusahaan reasuransi besar, tetapi setidaknya ada yang dapat mengatasi risiko dalam negeri,” ujar Budi saat ditemui seusai acara Maipark Awards dan Economic Capital 2025 di Jakarta pada hari Selasa (6/5/2025).
Kapasitas reasuransi lokal diyakini belum mencapai standar ideal guna mengatasi aliran risiko yang semakin meningkat di industri asuransi dalam negeri.
Berdasarkan data yang dihimpun
Bisnis
, total ekuitas sembilan badan reasuransi dalam negeri pada tahun 2024 hanya mencapaiRp6,61 triliun. Jumlah tersebut relatif kecil bila dibandingkan dengan omzet premi industri asuransi umum dan reasuransi yang berada di angka Rp148,5 triliun, yakni kira-kira dua puluh dua kali lebih besar daripada jumlah modal reasuransi lokal.
Menurutnya, meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong peningkatan modal melalui POJK 23/2023, hal itu belum tentu menjamin terhentinya
capital flight
berada di luar negeri melalui mekanisme reasuransi. Ia memberikan contoh sektor seperti energi serta penerbangan yang sampai saat ini tetap dominan dalam hal penempatan ke luar negeri.
Apakah peningkatan modal berdasarkan POJK 23 di masa depan dapat memastikan bahwa tidak akan ada lagi kemungkinan kejadian tersebut?
capital flight
“Risiko-risiko seperti energi dan sektor penerbangan yang sulit dikendalikan secara domestik ini tetap memiliki tempatan investasi besar di luar negeri,” jelas Budi.
Di samping itu, ia menyoroti bahwa banyak kredit global mengharuskan perusahaan asuransi domestik menggunakan layanan reasuransi dari lembaga bertaraf internasional, misalnya yang didasarkan pada MBS. Tarif tersebut sekarang belum dipunyai oleh perusahaan reasuransi di dalam negeri.
Sebaliknya, Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia Kocu Andre Hutagalung mengkritisi masalah tersebut.
risk appetite
Yang paling penting untuk kapasitas retensi risiko adalah dia yang mengatakan bahwa memiliki modal besar saja bukan jaminan akan memperkuat ketahanan terhadap risiko tanpa didukung oleh pemahaman dan rasa percaya diri.
“Jika aku yakin akan hal tersebut maka
risk appetite
Ingin menahannya sebentar saja itu
risk appetite
Jika seseorang menahannya selama beberapa saat, artinya resikonya [pergi ke luar negeri] lebih tinggi, namun jika mereka menahannya untuk waktu yang lama, maka risiko tersebut menjadi rendah. Variabel apa saja yang memengaruhinya?
risk appetite
Rasa percaya diri itu dihasilkan oleh apa? Pengetahuan. Semakin banyak yang kita ketahui dan pahami, semakin besar rasa keberanian kita untuk menghadapi resiko tersebut,” jelas Kocu.
Menurutnya, terdapat berbagai perusahaan di Indonesia yang memiliki ekuitas antaraRp2 triliun sampai Rp3,5 triliun, tapi tingkat pemeliharaan risiko mereka masih rendah. Ini mengindikasikan bahwa besarnya modal tidaklah menjadi faktor tunggal dalam hal ini.
Maka menyambungkan retensi dengan ekuitas dari sudut pandang teori memang benar, namun pada praktiknya tidak demikian.
driver
terutama. Banyak sekali orang yang tidak
aware
,” lanjut Kocu.
Selanjutnya, Kocu menjelaskan bahwa Maipark berusaha memberikan nilai lebih melalui penelitian serta pemodelan resiko bencana, tidak hanya dengan meningkatkan kapital saja. Ia menyatakan bahwa pembentukan kapabilitas perlu diimbangi dengan kenaikannya tingkat keilmuan yang dikembangkan secara bertahap sepanjang waktu, bukan cepat-cepat semata.
Dia menyebutkan pula bahwa Maipark bertujuan untuk mengonfirmasi statusnya sebagai elemen integral dalam jaringan bisnis sektor ini, sehingga seluruh perusahaan asuransi dapat merasakan dampak positifnya dengan cara yang konkret.
“Kami ingin memastikan bahwa keberadaan value dari Maipark itu esensial di dalam model bisnis setiap perusahaan. Sehingga apapun yang terjadi, tantangan di masa depan, dia akan selalu melihat dia butuh Maipark dalam keadaan apapun,” imbuhnya.
Sejauh ini, PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) menjadi pemain terbesar dengan ekuitas Rp2,52 triliun. Diikuti oleh PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) dengan Rp1,52 triliun, dan PT Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) dengan Rp1,45 triliun.
Lebih lanjut, PT Reasuransi Nusantara Makmur (Nusantara Re) mencatatkan ekuitas sebanyak Rp903 miliar per 2024. Maipark sendiri ekuitas yang dimiliki yakni Rp772 miliar, PT Indoperkasa Suksesjaya Reasuransi (Inare) Rp574,72 miliar, dan pemain baru PT Orion Reasuransi Indonesia (Orion Reasuransi) Rp519 miliar.
Sementara itu, PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasional Re) mencatat ekuitas negatif sebesar minus Rp2,07 triliun. Salah satu pemain reasuransi syariah yakni PT Reasuransi Syariah Indonesia (Reindo Syariah) mencatatkan ekuitas sebanyak Rp421,98 miliar pada 2024.