TNI vs Kampus: Menyelami Perbedaan dan Mengingatkan Tentang Fungsi Akademik

TNI vs Kampus: Menyelami Perbedaan dan Mengingatkan Tentang Fungsi Akademik

Kehadiran tentara dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) di lingkungan pendidikan tampaknya sudah biasa untuk Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Bahkan mereka berpendapat bahwa institusi pendidikan harus tetap terbuka untuk semua pihak, termasuk TNI, ketika berkaitan dengan penelitian, pengembangan teknologi baru, serta kolaborasi.

“Sekali lagi dalam hal ini, KemendiktiSainteknas mengatakan bahwa perguruan tinggi harus menjadi wadah yang terbuka. Karena lewat pembukaan diri serta kolaborasi antar berbagai pihak, tantangan-tantangan pada penelitian inovatif dapat terselesaikan dengan lebih baik,” ungkap Menteri Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (MendiktiSainteknas), Brian Yuliarto, saat ditemui di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, sebagaimana dilansir dari sumber tersebut.
Antara
, Kamis (24/4/2025).

Brian menyebutkan bahwa telah ada banyak kasus kolaborasi antara institusi pendidikan tinggi dan berbagai entitas, seperti TNI. Misalnya saja Universitas Udayana (Unud), yang telah mengadakan kerjasama dengan Angkatan Darat Komando Daerah Militer IX/Udayana. Kesepakatan ini dicatat dalam dokumen bernomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025, tanda tangannya dilakukan pada hari Rabu tanggal 5 Maret 2025 kemarin.

Beberapa aspek dari kerjasama antara Universitas Udayana dan Kodam IX/Udayana melibatkan pembinaan sumber daya manusia, tukar-menukar data serta info, sampai pendidikan keselamatan nasional. Selain Unud, menurut Brian, kemitraan ini juga merentangi area lain seperti bidang pengajaran yang dilakukan oleh institusi akademik tersebut.

“Sudah cukup lama ini berlangsung, beberapa mitranya berasal bukan saja dari TNI tetapi juga dari dunia industri. Profesional di bidang lain pastinya dapat ikut serta dalam kegiatan mengajar dan tak kalah penting adalah partisipasi mereka dalam melakukan penelitian,” ungkap Brian.

Tindakan para menteri yang tampaknya mensupport atau membenarkan adanya pendekatan di mana TNI bisa ikut serta dan bahkan mengajar di lingkungan perguruan tinggi sangat mengecewakan banyak orang. Salah satunya adalah Koordinator Nasional dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), yaitu Ubaid Matraji, yang dikenal cukup tegas dalam menyuarakan pandangannya terhadap hal ini.

“JPPI merasa kecewa terhadap pernyataan Mendikti (Brian Yuliarto),” ungkap Ubaid saat berbicara dengan Tirto, pada hari Kamis tanggal 24 April 2025.

Menurut Ubaid, seharusnya para menteri menyadari bahwa adanya TNI di lingkungan kampus dapat berpotensi menjadi bentuk teror dan pengintimidasian terhadap semangat kritik di kalangan akademisi. Ia menilai hal itu sebagai salah satu metode koalisi militer dengan dunia pendidikan tinggi. Lebih lanjut, dia cemas akan kemungkinan masa depan dimana anggota TNI bahkan dapat naik jabatan hingga menjadi rektor.

“Kemungkinan ini cukup besar, terlebih lagi partisipasi publik dikekang ketika berurusan dengan masalah yang berkaitan dengan TNI. Ijin bagi TNI memasuki kampuspun mengundang sejumlah pertanyaan pokok serta implikasi potensial yang harus dianalisis dengan cermat,” ungkapnya.

Menurut Ubaid, dari sudut pandang kemampuan, tanggung jawab dasar TNI adalah melindungi kedaulatan bangsa serta integritas teritorialnya. Sehingga, apabila mengirim pasukan TNI sebagai guru di perguruan tinggi dapat memecah perhatian dan energi mereka dari misi primer tersebut.

Walau begitu, personel TNI memiliki kecakapan di beberapa area seperti misalnya kepemimpinan, strategi, serta pertahanan nasional. Namun, terlihat bahwa mereka kurang memiliki pengetahuan pendidikan dan kedalaman konten ilmiah yang sejalan dengan patokan akademik dari bermacam disiplin ilmu. Efisiensi dalam pembelajaran mengharuskan kemampuan spesifik untuk mentransfer informasi, mendorong dialog, serta menilai pemahaman para siswa.


Pencampuran Militer dengan Perguruan Tinggi, Ancaman terhadap Kemampuan Berfikir Kritis serta Sistem Demokrasi

Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul Wicaksana Prakasa, malah menganggap hal ini menjadi masalah saat Menteri Pendidikan Ilmu Pengetahuan Teknologi justru kurang paham tentang peranan pokok perguruan tinggi. Universitas berperan vital dalam menjamin autonominya sendiri.

“Untuk menjaga fungsinya sebagai lembaga penghasil ilmu pengetahuan dengan pendekatan kritis, kampus diberi otonomi. Hal ini cukup berbeda dari aspek yang di miliki oleh TNI,” terang Satria saat memberikan keterangan pada Tirto, hari Kamis (24/4/2025).

TNI dengan karakteristik perintah dan strategi tempurnya memiliki aspek yang berbeda dibandingkan dengan lingkungan kampus. Oleh karena itu, apa yang diungkapkan oleh Menteri Dikti Saintek sepertinya kurang mengerti tentang latar belakang masalah yang dihadapi saat ini, terutama sesudah dikeluarkannya UU TNI.

“Kampus seharusnya bebas dari pengaruh sempit pikiran terkait infiltrasi ataupun campur tangan militer agar saat membicarakannya dalam konteks kegiatan tridharma, segala hasil yang diperoleh dari aktivitas akademis tersebut benar-benar dilakukan tanpa adanya rasa khawatir,” ungkapnya.

Ketua Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Herianto, mengatakan bahwa kedatangan TNI ke lingkungan kampus merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi kesendirian institusi pendidikan tinggi. Dia melihat tindakan tersebut sebagai bagian dari proses militarifikasi dalam konteks akademik, yang bisa dimanfaatkan untuk mencegah aktivitas mahasiswa dan membendung kebebasan pikir mereka.

Menurut dia, adanya TNI di lingkungan perguruan tinggi tak ada hubungannya secara langsung dengan perkembangan sains dan teknologi. Justru itu bisa menghasilkan suasana ketidaknyamanan, meredupkan kemampuan untuk berpikir kritis, serta menyempitkan area perbincangan saintifik yang independen dan terbebas.

“Saya merasa bahwa isu ini sangat serius karena menyangkut esensi dari kebebasan akademik—hak untuk berfikir, menyuarakan opini, serta memberikan kritik tanpa adanya paksaan. Ketika tentara ikut campur dalam lingkungan perguruan tinggi, hal itu tidak hanya membahayakan para mahasiswa tetapi juga ancamannya meliputi masa depan pendidikan yang kritis dan demokratik di negeri kita,” ungkapnya saat wawancara dengan Tirto pada hari Kamis (24/4/2025).


Mendiktisaintek Harus Belajar Sejarah

Ketua YLBHI, MuhamadIsnur, merasa bahwa sang menteri tampaknya benar-benar kurang memahami riwayat gelap peran militer dalam dunia perguruan tinggi. Ini karena penempatan anggota TNI di kampus dan bahkan menduduki posisi pengajaran merupakan bagian dari strategi Orde Baru guna mensinergikan kehidupan akademik dengan institusi militer.

“Kita memiliki catatan panjang tentang pelajaran yang diperoleh, yaitu bahwa penyebaran pasukan di lingkungan kampus tak bertujuan untuk memberikan pendidikan semacam itu, melainkan malahan mengekang kebebasan akademik serta ekspresi. Ini sangat berbahaya dan menjadi ancaman. Hal tersebut dapat memicu kemunduran atau stagnansi dalam struktur-demokrasi,” terangkan Isnur pada Tirto, hari Kamis tanggal 24 April tahun 2025.

Karena alasan ini, ia mengusulkan agar menteri tersebut memeriksa kembali berkas-berkas historis. Dimulai dari Ketentuan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang mendukung pemisahan TNI-Polri, hingga pencabutan Dwifungsi ABRI. “Maka itu, kepada sang menteri, saya tekankan serta usulkan supaya merujuk pada catatan-catatan sejarah,” katanya.

TNI vs Kampus: Menyelami Perbedaan dan Mengingatkan Tentang Fungsi Akademik

Isnur menyatakan bahwa dalam UUTNI, wewenang, fungsi, serta tanggung jawab dari profesionalisme TNI telah ditetapkan dengan jelas hanya untuk urusan pertahanan dan bukan bidang pendidikan. Lebih lanjut, Isnur menganjurkan kepada Menteri Pendidikan Sains dan Teknologi supaya mempelajari lagi isi UU TNI guna menghindari dampak negatif terhadap keprofesionalan militer tersebut.”Hal ini sangat berbahaya karena dapat menciderai integritas profesi TNI,” ungkapnya.

Lebih lanjut, kata Isnur, universitas merupakan tempat bagi ekspresi bebas. Kehadiran tentara dapat berpotensi sebagai ancaman dan campur tangan atau bahkan menghambat hak atas ekspresi serta kebebasan akademis. “Oleh karena itu hal ini sangat jelas melanggar peraturan dasar dalam sejarah undang-undang fundamental, Tap MPR, hingga Undang-Undang Tentang TNI, dan yang terbaru ini dengan pastinya juga bertentangan dengan asas-asas dari kebebasan akademik yang memastikan adanya ruang untuk eksplorasi,” tutupnya.

Dari aspek pengaruhnya, menurut Ubaid dari JPPI, adanya ketentuan untuk melibatkan TNI secara besar-besaran dalam lingkungan perguruan tinggi dapat menghasilkan atmosfer yang kurang mendukung terhadap kebebasan ilmiah dan autonomi universitas. Kampus harus tetap menjadi tempat tanpa paksaan atau campur tangan pihak luar seperti militer.

“Keberadaan TNI sebagai guru mungkin akan menahan kebebasan akademik, terutama tanpa adanya pembatasan dan sistem pengawasan yang tegas,” ungkapnya.

TNI vs Kampus: Menyelami Perbedaan dan Mengingatkan Tentang Fungsi Akademik

Efek lain yang disebutkan Ubaid adalah penurunan kepercayaan publik pada lembaga pendidikan. Apabila universitas dipandang terlalu berkaitan dengan atau dikuasai oleh militer, gambaran serta keyakinan masyarakat tentang kemandirian dan standar perguruan tinggi berpotensi memudar.

Belum termasuk tekanan psikologis yang dialami oleh para mahasiswa. Sebagian besar dari mereka mungkin merasa gelisah atau bahkan terancam dengan hadirnya anggota TNI, hal ini bisa berdampak negatif pada proses pembelajaran mereka.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mengenali bahwa institusi pendidikan tingkat lanjut memegang peranan vital dalam membentuk generasi muda negara menjadi individu yang kritis, inovatif, serta memiliki wawasan luas terhadap beragam aspek kehidupan sehari-hari. Kemerdekaan universitas dan ruang lingkup akademis bebas merupakan fondasi utama dalam meraih sasaran ini.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *