Tony Sumampouw, salah satu pencetus dari Taman Safari Indonesia, merespons tuduhan beberapa wanita yang dulunya merupakan bagian dari tim penampil di sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Mereka menyebut telah menjadi korban kekerasan fisik, dieksploitasi, serta ditelantarkan dengan cara-cara tak berperadaban. Ia menegaskan bahwa hal-hal seperti itu tidak tepat terjadi dan masalah ini sebenarnya bukanlah perkara baru lagi.
“Sama sekali tidak benar. Kalau memang itu benar kejadiannya karena tahun 1997 itu kan ada yang melapor,” katanya di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/4).
Dia menyangkal tuduhan bahwa organisasi mereka melakukan penyalahan terhadap mantan pesulam OCI yang telah tampil selama bertahun-tahun di beragai lokasi, seperti Taman Safari Indonesia.
“Itu sama sekali apa yang disampaikan kayaknya tidak masuk di akal juga gitu ya. Seperti dipukul pakai besi, mati mungkin kalau dipukul. Jadi nggak benar itu hanya, apa, suatu difitnahkan seperti itu. Nah itu kan akan kita klarifikasi juga,” kata dia.
Dia meminta mereka untuk membuktikan tuduhan terkait tindakan kekerasan yang dilancarkan oleh pihak Taman Safari Indonesia. Dia menyampaikan bahwa para eks-pemain sirkus itu telah dirawatnya sejak masih berumur bayi dan ditemukan di lokasi prostitusi di area Kalijodo, Jakarta.
“Sejak kecil, bahkan sangat muda. Mendidik mereka tidaklah mudah, ada perawat yang menjaganya,” ujarnya.
Tony mengatakan ketika masalah itu muncul beberapa tahun yang lalu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebelumnya merilis sebuah pernyatan bahwa tindakan Taman Safari Indonesia dalam memindahkan mereka dari lokasi prostitusi merupakan keputusan yang benar.
“Pernyataan dari Komnas HAM tersebut mengingatkan bahwa hanya dengan diterimanya mereka sudah dianggap beruntung dan akhirnya menjadi sehat. Mereka berkata waktu itu jika tidak diterima, kemungkinan besar Anda tak akan ada lagi. Siapa yang akan memberikan makan kepada Anda semenjak kecil? Sampai tumbuh dewasa seperti ini, bukankah seharusnya Anda bersyukur?” katanya.
Beberapa wanita yang sebelumnya merupakan anggota sirkus OCI menceritakan pengalaman pahit mereka sebagai penyanyi dalam pertunjukan sirkus selama bertahun-tahun, bahkan tampil di beberapa lokasi seperti Taman Safari Indonesia. Cerita-cerita ini disampaikannya kepada Wakil Menteri Hak Asasi Manusia Mugiyanto pada hari Selasa, 15 April.
Tunjukkan Bukti
Tonu juga menghadirkan bukti berupa video tentang dugaan pengeksploitasian para pekerja di Oriental Circus Indonesia (OCI). Video tersebut merekam aktivitas OCI pada kisaran tahun 1981 saat merayakan Sekaten di Klaten dan Yogyakarta, menampilkan para buruh anak yang tampak gembira.
“Bila terdapat tanda-tanda luka (tortur dan sebagainya), mustahil dia akan tampak begitu riang seperti ini,” ujar Tony.
Tony yang juga aktif di OCI bertindak sebagai pelatih hewan, mengatakan saat itu anak-anak memang harus menghabiskan waktu di lingkungan sirkus, seperti makan, mandi, istirahat bahkan belajar.
“Ketika itu memang bekerja semua, anak-anak makan, istirahat, show, sampai belajar ada waktunya. Kalau ada kekerasan mungkin saya juga kena karena saya kan di sana juga,” ucap dia.
Tony Sumampouw menyatakan bahwa OCI dan Taman Safari Indonesia adalah entitas hukum yang terpisah. Masalah serupa sempat muncul pada tahun 1997 dan diselidiki oleh Komnas HAM saat itu diketuai Ali Said. Penyelidikan mengungkap bahwa para anak tersebut berasal dari sebuah wilayah di Jakarta.
“ibu saya benar-benar menikmati asuhan anak-anak hingga berumur enam tahun dan membimbing mereka untuk bergabung dengan pertunjukan apapun, baik itu sirkus ataupun acrobasi lainnya. jadi ketika anak-anak tersebut, ibu pergi ke wilayah tersebut, menjemput anak-anak dari tempat itu sebab ditinggalkan oleh orang tuanya. hal ini didukung juga oleh adanya kesaksiannya,” ungkapnya.
Tony menyangka bahwa kasus ini berpotensi muncul lagi akibat adanya pemandu. Ia curiga jika sang pemandu berasal dari luar OCI.
Sekarang ini, Wakil Menteri HAM Mugiyanto di kantor Kementerian HAM, Jakarta, pada hari Selasa (15/4), mengadakan pertemuan dengan beberapa mantan pegawai Oriental Circus Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, beliau mendengarkan keluhan tentang potensial pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh para mantan pekerja tersebut.
“Saya mendengar daripada mereka bahwa mungkin terdapat jumlah besar pelanggaran hukum yang berlangsung disana,” katanya.
Walaupun tuduhan tentang kekerasan yang dapat menyebabkan pelanggaran HAM tersebut terjadi di masa lalu, menurutnya, hal ini bukan berarti bahwa perbuatan kriminal tersebut tak bisa diselidiki lagi. Terlebih lagi, Indonesia telah memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sejak kemerdekaannya. Departemen Hak Asasi Manusia akan memfasilitasi upaya untuk mendapatkan keadilan bagi para mantan pesulam dan artis sirkus dari Oriental Circus Indonesia yang dicurigai menjadi korban pelanggaran HAM ketika mereka bekerja di Taman Safari Indonesia pada era 1970-an.
Mugiyanto menyebutkan bahwa Kementerian HAM bakal bekerja sama dengan Kementerian PPPA serta Komnas HAM karena beberapa korban sempat melaporkan peristiwa ini kepada kedua instansi tadi. Selain itu, demi mendapat gambaran lengkap tentang situasi tersebut, Kementerian HAM juga berniat untuk menanyakan lebih lanjut pada pihak Taman Safari Indonesia.