- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
culture, health, immunity, news, public healthculture, health, immunity, news, public health - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
7
,
Jakarta
– Sebuah
studi
mengungkapkan seseorang memiliki antibodi usai ratusan kali digigit
ular
Berbisa. Zat darah dari pendonor ini dapat digunakan untuk membantu orang lain yang menjadi korban gigitan pula.
ular berbisa
.
“Menurut hipotesis tersebut, paparan berkelanjutan terhadap sejumlah racun ini kemungkinan telah memilih antibodi anti-racun dengan rentang reaktivitas yang lebih lebar dan dapat mengenali epitop yang dipertahankan pada racun-racun dari beberapa jenis ular,” seperti yang dijelaskan dalam jurnal tersebut.
Cell
, Selasa, 5 Mei 2025.
Data-data dari riset tersebut dicatatkan pada makalah saintifik yang bertajuk
Perlindungan terhadap bisa ular dengan campuran varespladib dan antibodi manusia yang bersifat netralisasi luas
, yang dirilis pada tanggal 2 Mei 2025. Kelompok penelitinya berasal dari Centivax, Pusat Riset Vaksin, Institut Nasional untuk Alergi dan Penyakit Menular, Institusi Kesehatan Nasional, serta Universitas Columbia di Amerika Serikat.
Riset ini mengevaluasi sampel darah dari seorang pria dewasa dengan sistem imunitas tinggi. Selama periode 18 tahun, yaitu antara tahun 2001 dan 2018, individu tersebut telah beberapa kali terkena racun ular mencapai angka 856 insiden. Artikelnya menyebutkan “Tahun 2018 menjadi penanda penghentian sumbangan karena keputusan untuk tidak lagi memperkuat paparan dirinya.”
Bisa jadi yang pernah memasuki tubuhnya berasal dari ular mamba (D. polylepis, D. viridis, D. angusticeps, D. jamesoni), kobra (N. kaouthia, N. haje, N. melanoleuca, N. nivea), ular derik (C. atrox, C. scutulatus), kobra air (N. annulata, N. cristyi), serta taipan (O. scutellatus, O. scutellatus canni) juga ular karang timur (Micrurus fulvius), krait biasa (Bungarus caeruleus), krait pita (Bungarus multicinctus), ular macan (Notechis scutatus), dan ular cokelat Timur (Pseudonaja textilis).
Para peneliti mencoba mengekstraksi antibodi netralisiran secara luas ini dari sel-sel memori imun pada para penyumbang. Pada sebuah penelitian non-intervensif, sebanyak 40 mililiter darah diambil dari masing-masing penyumbang setelah mendapatkan persetujuan dengan pemberian informasi yang sesuai.
“Kami pertama-tama berusaha memverifikasi bahwa sampel darah yang dikumpulkan menunjukkan bukti molekuler respons imun yang kuat dan luas terhadap bisa ular,” tulis dalam artikel tersebut.
Temuan studi mengindikasikan bahwa penyumbang tersebut mempunyai imunitas super dengan aktivitas yang signifikan dan mencakup banyak jenis neurotoxin rantai panjang. Hal ini membuktikan ada respon yang intens serta luas terhadap racun-racun tersebut.
Para peneliti telah menunjukkan hal tersebut melalui studi yang dilakukan pada organisme hidup dengan menggunakan tikus sebagai subjek uji. Temuan mereka mengungkapkan bahwa tikus dapat dijaga dengan menerapkan antibodi dari sumbangan tertentu.
Tim peneliti menyatakan bahwa efek kesehatan dunia akibat adanya satu jenis antibodiuniversal yang berasal dari manusia memiliki potensi dampak yang signifikan. Sebuah antibodi universal seperti itu juga akan memungkinkan penyembuhan tanpa perlu menentukan spesies sebelum memberikan terapi antibodi.
“Antibodi universal akan menyediakan perlindungan bagi sebagian besar dari 650 jenis ular berbisa serta beragam wilayah geografis yang kini masih kekurangan antibiota yang tepat,” demikian tertulis dalam artikel tersebut.
Akan tetapi, para peneliti dalam tim pengembangan model perlindungan in vivo semacam itu masih menemui batasannya. Riset di masa depan harus fokus pada penguatan dosis racun terhadap hewan-hewan yang telah terlindungi secara menyeluruh, serta menerapkannya pada organisme-model berukuran lebih besar guna mengidentifikasi potensi racun penting lainnya; hal ini diperlukan untuk melihat apakah mereka memerlukkan pendekatan target spesifik atau tidak.