- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, commerce, economics, government, politicsbusiness, commerce, economics, government, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
15
lowongankerja.asia
, PADANG – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (
KPPU
) menanggapi terkait rencana pemerintah untuk melakukan moratorium atau penghentian sementara ekspor
kelapa
sebagai respons terhadap lonjakan harga akibat tingginya permintaan dari pasar Tiongkok.
Kepala Kantor Wilayah I KPPU Ridho Pamungkas mengatakan bahwa ada sejumlah poin utama yang berkaitan dengan pengaruh dari keputusan tersebut pada bentuk pasar serta perubahan dalam kompetisi bisnis lokal.
Menurutnya kebijakan moratorium
ekspor
Dapat menciptakan area untuk penstabilan harga kelapa di pasar lokal. Untuk sektor industri pengolahan dalam negeri seperti pembuat minyak kelapa, tepung kelapa, santan, serta produk makanan siap saji, larangan ekspor dapat mengurangi biaya bahan baku kelapa di pasar domestik dikarenakan suplai menjadi lebih banyak.
“Berdasarkan hal tersebut, masyarakat dapat mengalami peningkatan dalam kemampuan membeli kelapa serta produk olahannya apabila harganya tetap stabil atau justru berkurang,” ungkapnya pada hari Jumat, 25 April 2025.
Akan tetapi, sebaliknya, pembatasan ekspor dapat memiliki dampak merugikan bagi petani kelapa serta eksportir, terlebih lagi mereka yang beroperasi secara skala kecil. Misalkin saja para petani kelapa di Kabupaten Asahan, mereka menyambut positif mengenai kenaikan harga kelapa selama beberapa bulan belakangan ini karena hal tersebut telah membawa peningkatan pendapatan dengan cukup signifikan.
“Maka dengan diberlakukannya moratorium ekspor ini mengundang ketakutan bahwa harga kelapa mungkin anjlok,” katanya.
Ridho menganggap bahwa pemerintah lewat Kemenko Perekonomian telah bersikap cukup hati-hati dalam menyusun regulasi eksportir demi memperhitungkan sejumlah masukan. Tujuannya adalah supaya manfaatnya tak terpusat pada segelintir pihak saja, namun masih bisa dipertahankan stabilitas di antara persediaan lokal dengan permintaan internasional.
KPPU Wilayah I yang mengurus Provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau serta Kepulauan Riau, menyatakan bahwa hal tersebut memastikan suplai untuk industri lokal tetap mencukupi, sedangkan para petani dapat terus meraup laba dari perdagangan luar negeri.
Ia berharap pihak pemerintah bisa memanfaatkan kesempatan tersebut guna meningkatkan sektor industri pemurnian kelapa lokal daripada hanya melakukan ekspor produk mentahnya.
Khususnya untuk mengakses pasar domestik dengan keadilan, menyiapkan infrastruktur pemrosesan produk pertanian, serta memberikan bimbingan supaya para petani tidak sekadar tergantung pada penjualan kelapa segar.
“Produk turunan kelapa yang baru juga perlu dikembangkan,” tegasnya.
Berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Nata de Coco Indonesia, diperkirakan ada kerugian devisa nasional senilai Rp79,65 triliun akibat pembuangan 3,68 juta ton air kelapa saat memproses kopra atau daging kelapa kering menjadi tidak terpakai.
Jika dikelola secara efektif, kata Ridho, kelapa bukan hanya dapat menjadi produk eksport utama, namun juga bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri melalui peningkatan nilai jualnya.
Dalam situasi bisnis kompetitif terkini, KPPU Cabang I juga menggarisbawahi potensi para pengusaha skala besar yang menerapkan strategi akumulasi atau membeli dalam jumlah banyak ketika suplai sedang langka.
Menurutnya, situasi itu dapat menyebabkan perubahan tidak seimbang dalam pasar serta meredupkannya kompetisi, khususnya apabila pihak-pihak yang sudah besar di industri menggunakan kesempatan ini untuk mendominasi pasokan bahan mentah.
Menurut Ridho, pangsa pasarnya untuk kelapa muda di kalangan petani didominasi oleh beberapa pembeli besar dan pedagang kolektor. Para petani sering kali merasa kurang berdaya saat bernegosiasi mengenai harga, utamanya disebabkan oleh sedikitnya akses ke pasar secara langsung serta bergantinya mereka pada sistem distribusi lokal.
Ini berarti bahwa dalam situasi kenaikan harga global saat ini, margin keuntungan yang lebih besar malah dirasai oleh eksportir atau pedagang besar, bukannya para petani.
Untuk menghasilkan iklim bisnis yang kompetitif dalam menyongsong peningkatan harga kelapa, dibutuhkan kerja sama terbuka tentang informasi atau rujukan harga serta data aliran distribusi dari awal sampai akhir proses produksi. Selain itu, mendukung organisasi para petani lewat koperasi dan sistem ekonomi mereka juga penting supaya dapat memasarkan produknya secara langsung kepada pabrik/ pasar luar negeri ataupun melalui skema mitrariwayaan usaha yang adil.
“Selain itu, kami di KPPU secara konsisten mencegah tindakan monopoli, kerja sama tidak sehat antar pemain pasar besar, dan pengendalian sumber daya utama oleh beberapa perusahaan raksasa,” tandas Ridho.