- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
crime, crimes, government, laws and regulations, politics and lawcrime, crimes, government, laws and regulations, politics and law - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
4
Surabaya –
Putusan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia serta Kantor Wilayah Pemasyarakatan (Kanwil PAS) Jawa Timur yang hanya menghukum disipliner para petugas penjara di Lembaga Permasyarakatan Pemuda Madiun karena penyelundupan obat-obatan terlarang, menimbulkan kemarahan masyarakat umum. Aliansi Madura Indonesia (AMI), lebih jauh lagi, mendeskripsikan hal ini sebagai perlindungan negara kepada pelaku kriminal langsung dari dalam struktur pemerintahannya sendiri.
Ketua Umum AMI, Baihaki Akbar, dengan tegas mengkritik perlakuan lembut terhadap oknum sipir bernama Taufik Ispriyono sebagai bukti nyata ketidakseimbangan hukum yang sangat kentara. Sementara rakyat umum dapat ditahan langsung jika mereka dibekali barang-barang seperti sabu meskipun dalam jumlah sedikit, pihak berwenang yang melakukan pelanggaran menggunakan kuasanya malah cukup mendapatkan pembinaan dan dialihkan ke tempat lain.
“Menurut kami hal ini merupakan pelanggaran atas prinsip keadilan. Jika seorang warga biasa tertangkap membawa hanya 0,2 gram narkoba sudah dapat dihukum selama bertahun-tahun. Namun, apakah benar petugas penjara yang menjaringkan obat-obatan terlarang ke dalam lapas cuma mendapatkan pendidikan selama tiga bulan dan kemudian dialih tugaskan? Kami tidak setuju dengan cara itu karena menurut kami itu lebih mirip pengabaian,” ungkap Baihaki saat berbicara dengan jurnalis pada hari Sabtu, tanggal 1 Juni.
Skandal ini mencuat setelah pihak Kanwil PAS Jatim mengonfirmasi bahwa Taufik Ispriyono, oknum petugas Lapas Pemuda Madiun, mengakui menyelundupkan sabu yang disembunyikan di celana dalamnya untuk diedarkan di dalam lapas. Namun, alih-alih dilaporkan ke polisi, ia hanya dijatuhi sanksi disiplin internal.
“Orang tersebut menjalani pendidikan selama tiga bulan dan sekarang telah dipindahkan ke Balai Pemasyarakatan (Bapas). Segala prosesnya sudah mengikuti ketentuan,” jelas pejabat Tata Usaha Kanwil PAS Jatim, Ishadi.
Ishadi juga mengatakan bahwa aspek ekonomi menjadi salah satu penyebab dari tindakan nekat yang dilakukan oleh si pelaku. Akan tetapi, alasan tersebut langsung dibantah sepenuhnya oleh AMI.
“Sebaliknya, aparatur yang memanfaatkan kedudukan mereka untuk terlibat dalam bisnis narkoba seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih keras. Mereka menghancurkan sistem dari dalam. Jika orang-orang bertugas menjaga gerbang juga turut serta, lalu siapakah yang masih dapat dipercayai?” tegas Baihaki.
AMI juga menggarisbawahi bahwa undang-undang sering kali terlalu keras pada masyarakat berkekurangan namun lemah ketika melawan pejabat. Mereka percaya bahwa sistem peradilan tampaknya membuat perbedaan dalam perlakuannya kepada warga biasa dan aparatur negara, meskipun kriminalitas adalah hal yang ilegal tidak peduli siapa orang di baliknya.
“Banyak warga kurang mampu yang tak mengerti undang-undang pun akhirnya dipenjarakan. Namun, petugas penjara yang dengan terang-terangan membawa narkoba, justru mendapat perlindungan. Hal ini menunjukkan bahwa sistem peradatan kita memang belum adil,” katanya.
AMI memperkuat janjinya untuk tetap mengawasi perkara ini dan berusaha supaya Taufik diadili sesuai hukum, bukan cuma melalui saluran internal Kemenkumham. Selain itu, mereka mendorong peran kepolisian agar kasus tersebut tidak hilang tanpa jejak. ***