- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
news, news media, religion, social issues, spiritualitynews, news media, religion, social issues, spirituality - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
4
, TARUTUNG –
Tuntutan penutupan TPL yang dikampanyekan oleh Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan telah berlangsung selama satu bulan. Kampanye ini turut diikuti dengan pemikiran mendalam mengenai aspek moral dan nilai-nilai ekologi.
“Tepat satu bulan setelah seruan moral ‘Tutup TPL’ yang disampaikan kepada publik, kita menyaksikan bahwa seruan ini tidak sekadar berhenti sebagai ekspresi keprihatinan profetik gereja, melainkan telah menjadi gerakan kolektif lintas iman, lintas profesi, dan lintas generasi,” ujar Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan, Minggu (8/6/2025).
Saya tekankan, ajakan menutup TPL bukan merupakan langkah politik pragmatis, tetapi justru menjadi bagian integral dari panggilan rohani untuk menjaga lingkungan dan melestarikan keseimbangan ciptaan.
“Ini bukanlah sebuah langkah politik praktis, melainkan sebagian dari panggilan rohani untuk menjaga dan melestarikan integritas ciptaan serta kelangsungan hidup,” tambahnya.
“Dalam hal lain, ajakan tersebut adalah bagian dari upaya sosial untuk memelihara kelangsungan hidup komunitas adat serta membawahi suaranya yang telah lama terinjak-injak dan dilupakan,” lanjutnya.
Berdasarkan pernyataannya, mulai dengan seruan itu, terlihat secara jelas kelanjutan gerakan serta komitmennya pada tindakan-tindakan nyata yang ditunjukkan melalui berbagai indikator tertentu.
Pertama, arus dukungan yang berasal dari beragam kelompok menjadi lebih meluas.
“Dalam bulan terakhir, dukungan untuk seruan tersebut telah mengalir deras dari beragam pihak, termasuk gereja-gereja lintas denominasi di Sumatera Utara, seperti Keuskupan Agung Medan, beberapa Gereja yang merupakan bagian dari PGI Wilayah Sumatera Utara, dan organisasi lainnya,” lanjutnya.
Mereka juga mengekspresikan dukungan moral dan spiritual terhadap ajakan tersebut. Tak hanya itu, sejumlah lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan, termasuk GAMKI, KPKC Kapusin Medan, serta JKLPK, ikut menguatkan pesan tentang keadilan ekologi yang diajukan,” tambahnya.
Menurut dia, gerakan itu mendapat dukungan dari beberapa figur nasional.
“Tokoh-tokoh nasional dan sosial seperti Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, Dr. Effendi M.S. Simbolon, serta Maruarar Sirait yang peduli akan pelestarian lingkungan tanah Batak, juga Dumoli Pardede beserta rekan-rekannya menunjukkan keprihatinan mereka atas masalah ini. Selain itu, mereka turut meminta agar seluruh pihak dapat berkumpul untuk membahas dan mencari penyelesaian adil,” jelasnya.
“Para pakar serta anggota komunitas pendidikan tinggi, termasuk Dr. Dimpos Manalu, Dr. Melinda Siahaan, dan beberapa dosen lain dari bermacam-macam perguruan tinggi, mengemukakan bahwa melindungi ekosistem merupakan suatu kewajiban ilmiah dan moral manusiawi,” jelasnya.
Dia pun menyatakan terima kasih kepada ribuan warga yang telah berpartisipasi dalam mendukung ajakan menutup TPL melalui platform media sosial.
“Tidak kalah signifikannya, ribuan pengguna media sosial—termasuk melalui platform seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan yang lainnya—telah menunjukkan dukungannya dengan berbagi pemikiran pribadi serta meningkatkan aliran kesadaran bersama tentang betapa vitalnya menjaga ekosistem Tapanuli dan Danau Toba,” jelas dia.
Menurutnya, beragam dukungan tersebut menjadi lebih kuat lagi melalui dialog yang terjadi antara Ephorus HKBP bersama pihak pemerintah.
Dia mengatakan bahwa HKBP, sebagai gereja yang berkewajiban terhadap masyarakat dan ciptaan Tuhan, sudah mengekspresikan kekhawatirannya secara langsung selama pertemuan formal dengan pihak berwenang.
“Berdialog dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mengusulkan peninjauan kembali terhadap dampak ekologis dari kegiatan industri di wilayah yang telah mencapai titikkritis,” tambahnya.
“Kemudian, dia juga berdialog dengan Menteri Agama Republik Indonesia untuk mendorong mereka ikut mengambil bagian dalam mendengarkan keluh kesah jemaat yang berasal dari keyakinannya tentang keaslian penciptaan,” jelasnya.
“Langkah tersebut menggarisbawahi bahwa gereja tidak tinggal diam, tetapi turut serta dengan proaktif dan interaktif di arena publik guna mendukung prinsip-prinsip keadilan, berkelanjutan, dan kemanusiaan dalam kehidupan,” lanjutnya.
Dia menambahkan bahwa usaha tersebut dilaksanakan sebagai tindakan untuk mengantarkan kenyataan kehidupan warga masyarakat beserta harapan-harapannya (bagian bawah masyarakat) di wilayah Tapanuli Raya menjadi topik diskusi umum yang mendalam serta terintegrasi ke dalam perencanaan pemerintahan.
Dia menjelaskan bahwa masalah kerusakan lingkungan di sekitar Danau Toba ditangani oleh beragam media sehingga informasinya menjadi dikenali publik.
“Kontribusi media dalam memunculkan masalah ini sungguh penting. Permintaan maupun pencerahan dari HKBP sudah disebar melalui acara TV serta podkas yang menciptakan forum diskusi lebih mendalam terkait krisis lingkungan dan tugas rohani,” tambahnya.
“Tidak hanya itu, media cetak dan online baik daerah maupun nasional turut berkontribusi, sehingga meningkatkan tingkat kesadaran lingkungan di setiap sudut negara,” lanjutnya.
Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan: Kondisi Lingkungan di Tapanuli Belum Menyenangkan
Dia menjelaskan, beragam data, laporan, serta cerita dari masyarakat menyatakan bahwa keadaan lingkungan sekitar Danau Toba dan Tapanuli tengah menghadapi dampak pencemaran yang parah.
Pengrusakkan lingkungan tersebut mencakup deforestasi, polusi air, penurunan biodiversitas, serta sengketa lahan yang terus-menerus.
” gereja bukanlah yang menuduh, melainkan meminta kepada jemaah dan pihak berkepentingan untuk meningkatkan hubungan dengan alam,” lanjutnya.
“Undangan ini menyerukan pertobatan ekologis untuk kelangsungan hidup yang damai,” jelasnya.
Menurut dia, apabila generasi saat ini tidak mengambil tindakan yang kuat, maka kita tengah merancang bencana lingkungan dan sosial di masa depan.
Bila generasi saat ini tak mengambil tindakan yang kuat, kami sebenarnya tengah merancang sebuah bencana lingkungan dan sosial.
bagi anak-cucu kita,” tuturnya.
“Berkatnya, apabila kita bergerak dengan keyakinan dan kewajiban, kita sebenarnya menurunkan warisan lahan subur serta lestari sebagai pemberian Tuhan untuk generasi mendatang,” katanya.
Menurut dia, HKBP yakin bahwa ajakan “Tutup PT TPL” mewakili suara kepercayaan, tidak sekadar protes.
Ini merupakan sebuah perbuatan taubat secara bersama-sama, ajakan untuk memulihkan hubungan dengan kepercayaan yang menghargai Bumi sebagai tempat tinggal umum (rumah bersama kita semua), serta melestarikan warisan budaya, jelasnya.
“Celaka kita sementara hentikan urusan singkat ini dan pikirkanlah masa depan hidup kita,” katanya.
(cr3/)
Baca berita
TRIBUN MEDAN
lainnya di
Google News
Lihat pula berita atau detail tambahan di
,
dan
dan
WA Channel
Berita viral lainnya di
Tribun Medan