- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
incident, local news, news, police reports, tragediesincident, local news, news, police reports, tragedies - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
16
lowongankerja.asia
Informasi terbaru tentang bencana ledakan amunisi di Garut mulai terbongkar, para saksi mata mengatakan bahwa korban jiwa bukanlah orang yang sedang mencari baja.
Agus adalah saksi mata ketika amunisi meledak sehingga menimbulkan 13 korban jiwa.
Agus mengatakan jika sembilan warga sipil yang berada di lokasi pemusnahan amunisi karena bekerja untuk TNI, bukan untuk memulung besi.
Untuk Dedi Mulyadi, Agus menyampaikan informasi tentang pekerjaan para korban yang meninggal akibat ledakan amunisi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat itu.
Agus menjelaskan klarifikasi tentang para korban yang meninggal akibat ledakan saat mereka sengaja mencari barang berharga dari residu amunisi.
Kata Agus, para warga sipil yang tewas tersebut posisinya bukan sedang memulung bekas amunisi.
Menurut Agus, sembilan orang yang meninggal tersebut bekerja untuk TNI dan ditugaskan untuk menghancurkan amunisi kedaluwarsa pada hari Senin (12/5/2025).
Ironisnya pada saat itu, sembilan orang warga malah meninggal dunia karena terkena ledakan.
Agus mengaku dirinya juga merupakan salah satu warganya yang terlibat dalam upaya membantu TNI saat proses pengeboman amunisi di tempat tersebut.
Tetapi ketika bencana menimpa, Agus berada jauh dari tempat kejadian.
Kepada Dedi Mulyadi, Agus menjelaskan tentang peran warga yang terlibat dalam membantu Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk melepas selongsong amunisi serta peluru.
Menurut Agus, dirinya bahkan kerap kali mengunjungi berbagai wilayah demi menyelesaikan tugasnya tersebut.
“Bapak telah memiliki keterampilan dan sudah berkeliling ke berbagai tempat?” bertanya Dedi Mulyadi, seperti yang dilansir dalam siaran langsung Facebook Tribun Jabar pada hari Selasa (13/5/2025).
“Pernah singgah di Makassar, tempat membuat buta peletek, peluru yang kecil itu lho,” tutur Agus.
“Dedaian terbuka?” bertanyalah Dedi sekali lagi.
“Iya,” imbuh Agus.
Rasa penasaran, Dedi lantas mengajukan pertanyaan lebih lanjut tentang tugas mengepakkan amunisi yang dijalankan oleh para penduduk tersebut.
Termasuk soal bayaran dari TNI untuk warga.
“Selama ini selongsong-selongsong besinya dikemanain?” tanya Dedi Mulyadi.
“Enggak tau bapak itu sih, yang terpenting saya hanya mengendalikannya,” tutup Agus.
“Pendapatannya sehari adalah Rp150ribu. Bagaimana dengan rutinitasnya setiap harinya?” tanya Dedi kembali.
“Tidak lama Pak, maksimal 15 hari,” ungkap Agus.
“Satu bulan kerja 15 hari?” tanya Dedi.
“Artinya setiap satuan kerja, seperti unit di Jakarta saat ini, biasanya bekerja selama 15 hari, terkadang kurang dari itu,” jelas Agus.
Terkait kemampuan Agus dalam membongkar selongsong peluru, ia menyatakan tidak memiliki bukti sertifikasi.
Bersamaan dengan buruh-buruh lain yang ditempatkan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Meskipun begitu, Agus menyangkal bahwa dirinya serta para korban kematian akibat ledakan tersebut merupakan pemulung bekas amunisi yang telah meledak.
“Posisi Bapak bukannya mengumpulkan barang-barang tidak terpakai atau mencari peluru kosong?” bertanya Dedi Mulyadi.
“Bukan bapak,” pungkas Agus.
“Dalam posisi tersebut bekerja sebagai buruh dengan upah harian antaraRp150 hingga Rp200ribu. Siapakah yang mendapatkan gaji Rp200ribu?” tanya Dedi sekali lagi.
“Pak Iyus, yang sudah meninggal dunia, adalah sesepuhnya,” menjawab Agus.
Namun demikian, sebagian dari para pekerja yang mendukung TNI dalam proses pengepakan amunisi turut terlibat dalam pengumpulan fragmen butir-butir peluru hasil ledakan.
Hasilnya pun bakal dijual.
“Dijelaskan disana bahwa itu bukan pekerjaan serba salah melainkan sebuah profesi. Intinya, pertanyaannya apakah kamu senang membawa besi untuk dijual atau tidak?” kata Dedi Mulyadi.
“Dijual bapak,” akui Agus.
“Dengan demikian, juga senang mengumpulkan barang-barang tidak berharga,” tambah Dedi.
“Betul, di luar gajinya sekitar Rp150 ribu untuk tambahan. Kadang dapat Rp50 ribu dan terkadang juga bisa sampai Rp100 ribu,” jelas Agus.
“Untuk dijual kemana?” bertanya Dedi.
“Ada pengepulnya,” kata Agus.
Sebelumnya dilaporkan, sembilan orang dari kalangan masyarakat biasa meninggal dunia akibat kejadian ledakan itu.
Berikut ini adalah nama-nama mereka: Agus Bin Kasmin, Ipan Bin Obur, Anwar Bin Inon, Iyus Ibing Bin Inon, Iyus Rizal Bin Saepuloh, Toto, Dadang, Rustiawan, serta Endang.
Pemakaman sembilan orang warga sipil yang menjadi korban ledakan amunisi dilaporkan dijaga oleh pasukan dari Kodam III/Siliwangi, Korem 062/Tarumanagara, serta Kodim Garut.
Untuk mengurangi duka para korban, Dedi Mulyadi menyampaikan bantuannya kepada mereka.
Dedi Mulyadi menganggap seluruh anak-anak yang menjadi korban ledakan itu seperti anak angkatnya.
Oleh karena itu, Dedi Mulyadi berjanji akan mendanai pendidikan semua anak-anak yang menjadi korban dari ledakan tersebut hingga mereka lulus dari institusi pendidikan tinggi.
Dedi pun menyampaikan bantuan keuangan kepada famili para korban.
“Nantinya akan saya sampaikan, setiap keluarga mendapatkan dana sebesar Rp50 juta,” ungkap Dedi Mulyadi.
Artikel ini sudah dipublikasikan di
TribunnewsBogor.com