- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
music and lyricsmusic and lyrics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
1
Pesan yang ada di berbagai grup WhatsApp beberapa hari yang lalu, yang telah saya update kembali.|
Oleh: Dwiki Setiyawan*)
Salah satu aspek dalam perjalanan hidup Prof Dr Taruno Ikrar M.Pharm MD Ph.D (yang lahir di Makassar pada tanggal 15 April 1969), mungkin dapat digambarkan melalui beberapa baris lirik dari lagu “The Climb” yang dibawakan oleh Miley Cyrus: “Tidak penting berapa cepat saya mencapainya disana; Tidak masalah juga tentang apa yang ada di depan sana; Namun lebih kepada petualangan mendakinya.”
Ya. Ini adalah sebuah catatan singkat mengenai Taruna Ikrar. Dia merupakan mantan Ketua Umum HMI Cabang Makassar Sulawesi Selatan dan saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mulai tanggal 19 Agustus 2024.
Dalam Munas XI KAHMI tahun 2022, dia dipilih menjadi Wakil Ketua Dewan Pakar MN KAHMI untuk periode bakti 2022 hingga 2027.
Jika terdapat pergantian atau modifikasi dalam posisi Ketua Dewan Penasehat dan Ketua Dewan Etik pada Munaslub, mungkin dia akan menjadi Ketua Dewan Pakar. Banyak anggota Majelis Wali Amanat (MW) serta Majelis Daerah (MD) KAHMI dari seluruh Indonesia di forum tersebut menyarankan namanya.
Munas menyatakan bahwa Dr Akbar Tandjung masih menempati posisi sebagai Ketua Dewan Penasehat. Sementara itu, Dr (Hc) M. Jusuf Kalla menduduki jabatan sebagai Ketua Dewan Etika. Di samping itu, Prof Dr Mahfud MD terus berada dalam posisi Ketua Dewan Pakar.
Sampai jumpa lagi dengan dia di suatu warung kecil. Lokasi ini tidak jauh dari Sriti Convention Hall. Di mana Munas XI KAHMI tahun 2022 diselenggarakan di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Selagi menikmati makanan kaldu (kaki sapi Donggala), hidangan khas Palu yang terkenal – saya memperdengar tentang pengalamannya yang pahit pada masa lalu.
Taruna merupakan seorang profesional di dua bidang yaitu sebagai dokter serta peneliti di area Farmasi, Jantung, Saraf, dan Otak.
Setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, dia mengambil gelar master dalam bidang farmakologi (M Pharm) di Universitas Indonesia. Selanjutnya, ia diberi kesempatan oleh pihak berwenang Jepang untuk memperdalam ilmu pengetahuannya hingga ke tingkat doktoral (PhD), khusus pada fokus penyakit jantung, di Universitas Niigata yang terletak di Jepang.
Berikutnya pada tahun 2008, ia melanjutkan studinya sebagai pos doktoral dalam bidang neurosains di Amerika Serikat. Dia tinggal cukup lama di negeri yang sering disebut sebagai Tanah Paman Sam itu.
Suaminya adalah Elfi Wardaningsih, seorang dokter lain yang dia secara tidak sengaja temui di Perpustakaan Universitas Indonesia. Mereka memiliki ketiganya sebagai buah hati dalam rumah tangga mereka.
Di luar mendedikasikan dirinya untuk menulis artikel dalam jurnal-jurnal ilmiah bertaraf dunia sesuai dengan keahliannya, orang tersebut juga menyumbangkan tulisannya kepada bermacam-macam koran lokal maupun nasional contohnya adalah Harian Fajar, Harian Pedoman Rakyat, Harian Kompas, DetikDotCom dan masih banyak lagi.
Berlanjut pada pembahasan artikel ini. Tahun 1998, dia terlibat dalam pengurus PB HMI periode 1997-1999 setelah reshuffle. Ia mengambil alih tempat Aminuddin Syam yang kembali ke Makassar untuk menjadi dosen dan sekarang menjabat sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Hasanuddin.
Hampir tidak memiliki kerabat atau teman dekat di Jakarta, Taruna menyewa kamar kos di Wisma Rini –penginapan untuk mahasiswa Universitas Indonesia– yang terletak di daerah Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur.
Pada suatu hari, Prof Andi Husni Tanra, yang biasa dipanggil sebagai Dr. Husni Tanra, mengalami sesuatu.
PhD)-nya seorang senior yaitu alumnus HMI Cabang Makassar, dan juga sama-sama lulusan Fakultas Kedokteran Unhas, mengundang dia untuk bertemu. Tempat pertemuan tersebut adalah di Hotel Indonesia. Saat itu, Husni menjabat sebagai Ketua Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Dia baru saja kembali ke tanah air setelah melakukan perjalanan dalam rangkaian acara di Jepang.
“Buat bertemu dengan Kak Husni untuk urusan perjalanan tersebut, saya tidak memiliki biaya. Sisanya hanya ada satu koin di saku saya,” jelas Taruna.
Dengan modal sebuah koin berharga seratus rupiah saja, dia bertemu dengan Husni Tanra. Mengenakan baju putih untuk memberi kesan sebagai mahasiswa dan membayarkan tarif murah. Dia naik bus PPD 213 jurusan dari Kampung Melayu menuju Grogol melewati akhir Jl. Imam Bonjol di Menteng, Jakarta Pusat. Setelah hanya berjalan singkat, mereka tiba di Hotel Indonesia.
Jangan lupa, dia bercerita sambil memakai sepatu dengan sol yang tidak rata. Karena terus digunakan untuk berjalan kesana-sini, demikian penyebabnya.
Dengan singkatnya, bertemu dengan Husni Tanra. Disuguhi hidangan lezat. Sebelum pergi, Husni melihat Taruna Ikrar dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia berkata bahwa penampilannya tampak acak-acakan. Taruna hanya tersenyum penuh arti. “Inilah sifat kejam ibukota, kak!”
Beberapa saat setelah itu, muncullah sejenak detik yang mengejutkan para taruna. Sebelum mereka berpisah dari senior mereka tersebut, Husni Tanra menyodorkan uang transportasi kepada mereka dalam bentuk yen Jepang. Besarnya tidak perlu diulas lebih jauh di sini, tetapi tentu saja jumlah ini sangat signifikan bagi si taruna pada masa itu.
Satu cerita lain yang hampir serupa seperti itu
Pada tahun 1999, menjelang kongres HMI di Jambi, seorang taruna menjadi calon ketua umum PB HMI.
Pada suatu hari, dia berjanji bertemu dengan junior-junior dari HMI Cabang Makassar. Tempat pertemuan adalah di area lobby Hotel Grand Hyatt. Area tersebut terletak di sekitaran Bunderan Hotel Indonesia.
Dari kantor pusat PB HMI yang terletak di Jalan Diponegoro Nomor 16-A, dia naik bus bernomor 213. Dia harus bergelayutan serta bersandar-sandaran dengan para penumpang lain dalam kendaraan tersebut. Setibanya di halte Losari, jarak ke tempat rapat hanya sekitar 1 kilometer.
Agar terlihat impresif di hadapan juniornya sebagai seseorang yang siap dan memiliki kapabilitas untuk menjadi calon Ketum PB HMI, Taruna yang menjabat sebagai Kepala Bidang PB HMI memutuskan berpindah moda transportasi. Dia beralih ke naik taksi!
Dicengkeram jas hujannya, tepat di hadapan lorong entrance.
Beberapa narasi serupa lainnya pernah dia sampaikan. Mengingat batas waktu serta untuk menghindari kepanjangan pada fitur ini, kemungkinan besar akan aku jelaskan di kesempatan berikutnya.
Tali merah menghubungkan kisah tersebut; jika bisa ditarik, ia menunjukkan bahwa tak ada kesuksesan yang muncul begitu saja atau dalam sekejap. Seolah-olah mustahil untuk dilakukan hanya dengan membalikkan telapak tangan. Setiap pencapaian harus melewati berbagai tahapan dan proses yang panjang. Menghadapi tantangan berkali-kali tetapi selalu bangkit dengan penuh percaya diri serta kepala tertinggi. Bahkan pada akhir lorong gelap itu pun… pasti akan ada cahaya tipis menyinariujungs
Akhirnya. Saya kembali mengambil lirik lagu The Climb oleh Miley Cyrus. Seperti yang tertulis di bagian pertama:
Tetapi inilah momen-momen yang nantinya akan kuingat dengan sangat; Aku perlu terus maju dan menjadi lebih kuat lagi; Saya harus tetap bertahan dan melanjutkan langkah saya karena…; Terima saja sebagai tantangan untuk selalu berkembang; Selalu naik tanpa henti; Tetap percayalah pada diri sendiri; Ini semua tentang pendakian itu; Percayalah terus!
Taruna Ikrar #TheClimb #MileyCirus
Cijantung, 1 Desember 2022, diperbarui tanggal 7 Juni 2025
Dwiki Setiyawan, Presiden Umum Bakornas Lembaga Pers (LAPMI) PB HMI untuk periode 1997-1999, serta Wakil Sekretaris Jenderal MN KAHMI masa bakti 2022-2027. (*)