Rilis Aturan Baru Asuransi Kesehatan: Pandangan OJK Mengenai Perubahan Ini

Rilis Aturan Baru Asuransi Kesehatan: Pandangan OJK Mengenai Perubahan Ini


.CO.ID – JAKARTA

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan peraturan terbaru mengenai produk asuransi kesehatan.

OJK telah menerbitkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan pada 19 Mei 2025.

Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi menyebutkan bahwa penyusunan SEOJK 7/2025 bertujuan untuk memperkuat ekosistem, pengelolaan, serta perlindungan bagi para pemakai jasa di sektor asuransi kesehatan.

“Dengan peraturan tersebut, OJK mendukung peningkatan efisiensi pendanaan pelayanan kesehatan jangka panjang menghadapi laju inflasi sektor medis yang semakin naik di berbagai negara,” kata Ismail pada pernyataan resmi, Kamis (5/6).

Secara keseluruhan, Ismail menjelaskan bahwa Peraturan SEOJK 7/2025 memberikan detail tambahan tentang syarat-syarat perusahaan asuransi yang boleh menawarkan produk asuransi kesehatan. Ini juga mencakup penggunaan pendekatan hati-hati serta manajemen risiko yang cukup oleh perusahaan asuransi ketika mereka beroperasi di bidang asuransi kesehatan tersebut.

Menurutnya, subjek regulasi menurut SEOJK 7/2025 adalah produk asuransi kesehatan komersial dan tidak mencakup skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Ismail juga mengatakan bahwa penerbitan SEOJK 7/2025 bertujuan untuk memacu semua pemain di ekosistem asuransi kesehatan agar bisa memberikan manfaat peningkatan efisiensi biaya kesehatan secara berkelanjutan.

“Perihal tersebut disebabkan oleh peningkatan trend inflasi sektor kesehatan yang semakin naik dan signifikan melebihi inflasi keseluruhan, bukan saja di Indonesia tetapi juga berlangsung di seluruh dunia,” ungkapnya.

Selanjutnya, Ismail menambahkan bahwa salah satu aturan yang tercantum dalam SEOJK 7/25 adalah mengenai Koordinasi Manfaat (CoB). Aturan ini memfasilitasi pengaturan pendanaan kesehatan saat layanan medis diberikan berdasarkan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.

Di samping itu, terdapat juga tanggung jawab bagi perusahaan asuransi serta asuransi syariah yang harus disesuaikan dengan fitur dari produk asuransi kesehatan melalui implementasi sistem partisipasi dalam membayar biaya (co-payment).

Bagi biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta, setidaknya adalah 10% dari jumlah permohonan klaim untuk layanan luar rumah sakit maupun dalam rumah sakit di tempat penanganan medis. Adapun batas atasannya yaitu senilai Rp 300.000 untuk tiap kali permohonan klaim keluhan luar rumah sakit serta mencapai hingga Rp 3 juta untuk masing-masing permintaan klaim masalah dalam rumah sakit.

Ismail menerangkan ketentuan tanggung jawab pemegang polis atau tertanggung paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan layanan medis dan layanan obat yang lebih berkualitas.

“Ditambah akan mendorong premi asuransi kesehatan yang affordable atau lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik,” ujarnya.

Berdasarkan pengalamannya di beberapa negara, termasuk Indonesia, Ismail menyebutkan bahwa sistem co-payment atau deductible dapat meningkatkan kesadaran peserta asuransi dalam menggunakan pelayanan medis dari lembaga kesehatan yang tersedia.

Ismail mengatakan bahwa di dalam SEOJK tersebut juga termuat kewajiban bagi perusahaan asuransi serta asuransi syariah yang menawarkan produk asuransi kesehatan harus memiliki staf profesional yang cukup. Ini mencakup tenaga medis bersertifikat dokter yang bertugas menganalisis tindakan medis dan melaksanakan tinjauan penggunaan (utilization review).

Dia menjelaskan bahwa perusahaan asuransi dan asuransi berbasis Syariah pun harus memiliki Dewan Penasehat Medis atau Medical Advisory Board, selain itu mereka juga butuh sistem informasi yang cukup canggih guna mendukung penukaran data secara digital dengan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.

Ismail mengatakan bahwa tiga poin tersebut bertujuan supaya perusahaan bisa menganalisis keefektifan dari pelayanan medis serta obat-obatan yang disediakan oleh lembaga kesehatan dengan menggunakan data digital yang telah terkumpul.

“Dengan demikian, tujuannya juga adalah untuk menyampaikan saran secara periodis ke pelayanan kesehatan dengan menggunakan prosedur peninjauan penggunaan,” jelasnya.

Selanjutnya, Ismail menyatakan bahwa SEOJK 7/2025 adalah implementasi dari Pasal 3B ayat (3) dalam Peraturan OJK No. 36 tahun 2024 yang mengubah POJK No. 69/POJK.05/2016 terkait Pelaksanaan Usaha di Bidang Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, serta Perusahaan Reasuransi Syariah. Atau dengan kata lain, SEOJK 7/2025 akan efektif pada tanggal 1 Januari 2026.

OJK mengumumkan bahwa cakupan atau peserta dari produk asuransi kesehatan yang telah aktif sebelum pengundangan SEOJK 7/2025, akan tetap sah hingga periode cakupan atau pesertanya habis.

Ismail menjelaskan bahwa untuk produk asuransi kesehatan yang bisa diperbarui secara otomatis dan sudah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ataupun dilaporkan ke OJK sebelum Surat Edaran OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 mulai efektif, perlu disesuaikan sesuai dengan aturan dalam surat edaran itu paling lama pada tanggal 31 Desember 2026.

Ismail menyebut bahwa OJK akan tetap melaksanakan pengawasan serta penilaian atas pelaksanaan SEOJK 7/2025 guna memastikan aturan tersebut dapat dijalankan dengan baik dan memberi keuntungan maksimal kepada semua pihak seperti pemegang polis, tertanggung, ataupun peserta.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *