- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, government regulations, laws and regulations, regulation, rules and regulationsgovernment, government regulations, laws and regulations, regulation, rules and regulations - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
4
.CO.ID – JAKARTA.
Agar dapat mengoptimalkan potensi sektor industri berbasis tenaga kerja intensif menjadi motor pembangkit perekonomian negara, dibutuhkan peraturan yang sesuai dan stabil.
Kebijakan yang baik dari pemerintah dianggap krusial untuk memfasilitasi kemajuan sektor industri, menghasilkan lebih banyak pekerjaan, serta menjadi fondasi utama dalam merangsang pertumbuhan ekonomi yang adil dan lestari.
CEO dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Anton Rizki Sulaiman, mengutamakan kebutuhan membentuk lingkungan investasi yang ramah serta mempermudah proses bisnis guna mendorong perkembangan sektor industri berkualitas tenaga kerja lokal.
“Menjalin sektor industri serta menciptakan lebih banyak lapangan kerja amatlah vital bagi kelangsungan perkembangan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup warga masyarakat,” ungkap Anton pada hari Senin, 9 Juni 2025.
Anton mendesak pemerintah untuk meringankan atau mencabut beragam regulasi yang memberikan batasan serta ancaman pada kelangsungan industri berskala besar. Langkah tersebut penting dilakukan guna meningkatkan kemampuan kompetisi bisnis dalam negeri.
“Dapat dicapai melalui penurunan atau eliminasi beragam pembatasan pasar, rintangan-rintangan non-tarif, izin yang bertele-tele, serta sertifikasi mandatory yang mempersulit para pelaku usaha, khususnya UMKM sebagai penyokong ekonomi yang kuat,” tegasnya.
Anton menegaskan bahwa jika tidak ada penyesuaian dalam strategi kebijakannya, sektor industri bakal sulit bertindak sebagai penggerak ekonomi yang sustainabel. Dia memperingatkan untuk mencegah pola pikir domestik merintangi masuknya modal asing serta mengurangi kemampuan bersaing perusahaan lokal di kancah global.
“Seri kebijakan yang bertujuan untuk memfasilitasi industri nasional ini seharusnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, apabila tidak diikuti dengan upaya dalam meningkatkan iklim investasi, perizinan usaha yang lebih mudah, serta ketersediaan bahan mentah dan teknologi, maka aturan-aturan tersebut malah bisa menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas dan persaingan dunia,” ungkapnya.
Sektor yang membutuhkan banyak tenaga kerja, termasuk industri manufaktur, peternakan, perkebunan, nelayan, pembangunan infrastruktur, restoran dan bar, serta produsen rokok, sudah sejak dulu menjadi fondasi ekonomi di Indonesia.
Bidang ini tak sekadar menampung sejumlah besar pekerja namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar pada perkembangan ekonomi dalam negeri.
Misalnya saja, sektor tekstil dan pakaian mengabsorbsi kurang lebih 3 juta pekerja, bidang sepatu mempekerjakan sekitar 1 juta orang, serta lini bisnis perabotan menampung sekitar 500.000 buruh.
Sektor perindustrian rokok secara langsung menyediakan pekerjaan bagi kira-kira 6 juta orang serta memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara lewat bentuk bea dan pajak.
Terpisah, Haryo Kuncoro dari Direktorat Penelitian Socio-Economic & Educational Business Institute (SEEBI) turut mengkritik penurunan kualitas sektor industri berbasis tenaga kerja di negara ini dalam beberapa tahun belakangan.
Menurut dia, indikasi kemerosotan ini telah nampak sejak awal tahun lalu, khususnya dalam bidang tekstil yang merasakan penurunan pangsa pasarnya di Jakarta serta daerah sekelilingnya.
“Saat ini setelah banyak pemutusan hubungan kerja dan penutupan bisnis, sesungguhnya hal tersebut merupakan rangkaian kejadian yang saling berhubungan dengan periode sebelumnya,” jelas Haryo.
Untuk menjawab masalah tersebut, Haryo menganjurkan adanya reindustrialisasi dengan fokus pada industri yang banyak menciptakan lapangan kerja.
“investasi yang tersedia sebaiknya dialokasikan ke arah itu. bukan hanya untuk yang besar-besar dengan banyak modal, namun juga yang mengandalkan keterampilan dan kerja keras,” katanya.
Haryo berpendapat bahwa aturan seperti insentif dari Bank Indonesia (BI), pinjaman, keputusan hukum, serta program berskala besar membutuhkan rancangan menyeluruh yang terstruktur dengan baik. Ini dilihat sebagai hal vital dalam mengidentifikasi sektor-sektor pekerjaan intensif yang harus menjadi fokus utama.
“Reindustrialisasi melalui penataan ulang merupakan sebuah rancangan besar untuk mengidentifikasi sektor-sektor berdaya serap tinggi yang penting, ini adalah sesuatu yang harus segera diimplementasikan,” tandasnya.
Di samping itu, Haryo menggarisbawahi perlunya melindungi pekerja sebagai elemen utama dalam memajukan sektor industri berbasis tenaga kerja. Aturan yang mendukung gaji minimum yang adil, proteksi sosial, serta keamanan di tempat kerja dipandang esensial untuk mendorong peningkatan kualitas hidup para buruh.
“Maka kita tak boleh bergantung pada upah rendah, tetapi harus mengandalkan gaji yang wajar sesuai dengan kondisi ekonomi. Agar pemahamannya seragam, industri berbasis tenaga kerja intensif ini bukan cuma yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan luas, melainkan juga yang memberikan kompensasi yang memadai,” katanya.
Saat sektor manufaktur beroperasi dengan efisien, dampaknya pada ekonomi negara menjadi lebih signifikan. Bidang ini bukan saja menciptakan lapangan pekerjaan untuk banyak orang, namun juga menggerakkan perkembangan bidang-bidang lain seperti perniagaan, transportasi, serta layanan jasa.
Berbagai aturan harus disiapkan guna memfasilitasi sektor yang menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi, sambil menghasilkan kestabilan sosial serta peningkatan taraf hidup penduduk.
Artikel ini dipublikasikan di Kompas.com denganjudul “Mengefisiensikan Sektor Industri Berkapasitas Besar melalui Peraturan Yang Sesuai”, klik untuk membacanya:
https://money.kompas.com/read/2025/06/09/172313426/optimalisasi-industri-padat-karya-lewat-regulasi-yang-tepat?page=all#page2
.