Pertunjukan Kolaborasi Manusia dan AI karya Mahasiswa UC,untuk Peduli Kesehatan Mental


, SURABAYA

– Mahasiswa dari Universitas Ciputra (UC) di Surabaya menyelenggarakan pementasan seni yang memadu kanak-ikan manusia dengan teknologi kecerdasan buatan (AI).

Pementasan berjudul “Bagong Crying Soul” ini juga menjadi wujud ketelitian terhadap masalah kesehatan jiwa dalam kalangan pemuda.

Pentas yang berlangsung pada Jumat malam (13/6/2025) di auditorium Dian Universitas Cilik ini adalah produk kolaborasi antara mahasiswa Universitas Cilik dengan pelajar dari Sekolah Citra Berkat Surabaya. Acara tersebut dipandu oleh Henry Susanto Pranoto, B.Sc.in Alkitab, B.Mus., M.Mus., Ph.D., yaitu seorang dosen bidang Manajemen Bisnis Internasional di Universitas Cilik.

Sepanjang satusemester penuh, kelompok mahasiswa merancang ide serta naskah dengan metode lintas disiplin ilmu yang memadu seni perupa, psikologi, dan teknologi.

“Generasi Z tumbuh di tengah tekanan sosial yang besar dan banyak di antara mereka merasakan trauma tanpa disuarakan. Melalui pementasan ini, kita berusaha menciptakan tempat perlindungan agar mereka bisa berekspresi dengan bebas. AI yang kami gunakan tidak bertujuan untuk mengambil alih peran manusia, tetapi sebaliknya digunakan sebagai sarana pendukung ekspresi emosi,” jelas Henry.

Pertunjukan ini menghadirkan karakter Wayang Bagong sebagai ikon bagi pemuda yang selalu terlihat senyumnya meski berada dalam situasi sulit atau perundungan.

Karaktar Bagong diberikan bentuk dalam cerita yang menyoroti masalah cedera emosional, kekerasan keluarga, dan perundungan daring.

Beberapa bagian bahkan diilhami oleh cerita sebenarnya tentang para pelajar yang telah merasakan kekerasan serta stres emosional.

Salah satu elemen unik dalam pertunjukan ini adalah musik yang sebagian besar dikomposisi oleh Henry Pranoto, dengan beberapa bagian dihasilkan melalui kolaborasi dengan AI.

“Penonton diajak merasakan dan membandingkan nuansa emosional dari komposisi buatan manusia dan AI, guna menekankan bahwa teknologi dapat berperan sebagai mitra dalam proses penyembuhan emosional,”lanjutnya.

Pola pentas dibuat agar selaras dengan zona audiens demi menciptakan hubungan emosional yang makin mendalam.

Para aktor berdiri di antara penonton untuk mengirimkan pesan bahwa masalah kesehatan jiwa sungguh ada dan berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari kita.

Menurut data WHO, kira-kira 1 dari setiap 7 anak usia 10-19 tahun menderita masalah kejiwaan.

Pada saat yang sama, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan peningkatan kasus depresi dan kekhawatiran pada pemuda Indonesia sebesar 25% selama dua tahun belakangan ini, dengan mayoritas disebabkan oleh tekanan sosial, tindakan kekerasan, serta penguntitan daring.

“Acara ini merupakan tahap pertama kita dalam menggerakkan pemahaman bersama dan perhatian kolektif. Seni dapat berfungsi sebagai alat penyembuhan yang kuat, sementara teknologi mampu meningkatkan luasnya dampak tersebut,” ungkap Henry.

Pertunjukan ini diharapkan menjadi momentum bagi institusi pendidikan dan masyarakat luas untuk lebih serius memperhatikan kesehatan mental generasi muda melalui pendekatan kreatif dan kolaboratif lintas bidang.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *