- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, commerce, indonesia, manufacturing, newsbusiness, commerce, indonesia, manufacturing, news - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
13
.CO.ID – JAKARTA
Indeks manufaktur di Indonesia menunjukkan penurunan signifikan hingga masuk zona kontraksi pada April 2025. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh S&P Global, Headline Purchasing Managers’ Index (PMI) untuk sektor manufaktur Indonesia jatuh dibawah angka 50,0 pada periode tersebut, tepatnya mencapai 46,7 dari posisi 52,4 yang tercatat pada bulan Maret tahun itu.
Penurunan sektor manufaktur di Indonesia telah berlangsung selama Lima bulan terakhir, sementara ini juga mencatatkan penurunan drastis dengan dampak bisnis terbesar sejak Agustus 2021.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa penurunan Indeks Manager Produksi Manufaktur Indonesia dipicu oleh pertikaian perdagangan yang semakin sengit.
Seperti telah disebutkan, Amerika Serikat (AS) mengimplementasikan kebijakan tariff balasan terhadap lebih dari 200 negara, di antaranya adalah Indonesia dengan tingkat bea sebesar 32%.
“PMI turun karena
trade war
(perang dagang)
.
Jadi dunia kan perdagangan
shrinking,
Pertumbuhan di Amerika pun ikut menurun. Oleh karena itu, ini bisa disebut sebagai optimisme yang dipengaruhi oleh halangan.
trade war
,” tutur Airlangga kepada awak media, Jumat (2/5).
Airlangga menyebut,
outlook
PMI sektor manufaktur di masa mendatang masih optimistis karena kondisi yang cukup stabil di negara-negara tetangga, ditambah dengan upaya pemerintah untuk mengakselerasi penyelesaian perundingan. Salah satunya adalah kesepakatan antara Indonesia dan Uni Eropa yang dikenal sebagai Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) sudah berhasil diselesaikan.
Airlangga menginginkan bahwa melalui tahapan akhir dari IEU CEPA, Indonesia dapat memperoleh pasar ekspor yang lebih luas. Seperti telah disebutkan, Indonesia telah menjalankan negosiasi untuk IU CEPA selama kurang lebih tujuh tahun dan telah menyelenggarakan pembicaraaan sebanyak delapan belas kali.
“Dan mengurangi tarif hambatan tersebut, sebab jika kami menurunkannya dan pihak lain merespons dengan cara yang sama secara saling kembali, produk kami nantinya akan menjadi lebih bersaing,” terangnya.
Bank Dunia mengestimasi bahwa pertumbuhan sektor industri di tanah air diprediksi hanya akan mencapai angka 3,8% pada tahun 2025, yang merupakan penurunan dibandingkan dengan perkiraan 5,2% untuk tahun tersebut.
Menurut Airlangga, faktor penurunan proyeksi disebabkan oleh perang dagang, terutama antara AS dan China. Kecemasan ini tidak hanya mempengaruhi kedua negara itu sendiri, melainkan juga dirasakan di banyak negara lain sebagai bagian dari jaringan suplai global, seperti halnya dengan Indonesia.
Sebagai elemen dalam jaringan suplai global, Airlangga menekankan bahwa Indonesia perlu bersikap fleksibel dan peka terhadap perkembangan yang berlangsung.
Tahapan itu akan berfokus pada pengurangan biaya produksi untuk mempertahankan daya saing industri lokal. Strategi kunci yang dijalankan termasuk deregulasi.
Dia menegaskan bahwa proses deregulasi sedang berlangsung dengan gencar melalui tim spesialis khusus yang ditugasi untuk mempermudah serta mencabut peraturan-peraturan yang dinilai mencegah efisiensi.
Sebentar lagi, pemerintah akan mengeluarkan serangkaian kebijakan penghapusan regulasi yang komprehensif guna memfasilitasi kemulusan di bidang industri serta investasi.
“Tim tugas sedang memproses dan dalam waktu dekat kami kemungkinan besar akan mengumumkan paketnya,” tambah Airlangga.