- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, local news, news, politics, politics and governmentgovernment, local news, news, politics, politics and government - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
7
KABAR PRIANGAN
– Perjalanan 100 hari kepemimpinan Viman Alfarizi Ramadhan bersama Diky Candra sebagai pemimpin di Kota Tasikmalaya mendapat sorotan publik. Ribuan orang yang tergabung dalam beberapa Organisasi Kemasyarakatan (Ormasya) serta Badan Swadaya Masyarakat (BSM), termasuk juga para seniman dan pekerja budaya, melakukan protes di hadapan Balai Kota Tasikmalaya pada Rabu, tanggal 28 Mei 2025.
Massa mendatangi kantor pemerintahan daerah guna mengklaim janji politik dari Viman Alfarizi. Akan tetapi, mereka yang berada di balut oleh Forum Komunikasi Pemimpin Organisasi Masyarakat Kota Tasikmalaya (FKPOT) akhirnya merasakan kekecewaan lantaran usaha mereka untuk bertemu dan audiens secara langsung dengan Viman tak berhasil dilakukan.
Ketua FKPOT, Nanang Nurjamil, saat berorasi mengungkapkan ketidakpuasananya terhadap kepemimpinan Viman-Diky yang dianggap kurang peduli terhadap harapan masyarakat, terutama dari kelompok ormas serta para seniman dan budayawan di Kota Tasikmalaya.
Di sana, mereka hanya diperbolehkan berpidato di area luar gerbang Balai Kota Tasikmalaya. Sementara itu, beberapa seniman yang telah memakai pakaian adat siap tampil di tepi jalan untuk menampilkan kemampuan mereka.
Tension arose when the crowd attempted to breach police barricades; however, it only resulted in heated debates. “Kami tidak ingin cuma mengorganisir demonstrasi di tepi jalan. Kami mau suara kami benar-benar didengarkan langsung oleh Wali Kota Tasikmalaya (Viman Alfarizi),” teriak Nanang.
Tanggapan Sekda Kota Tasikmalaya
Tidak berapa lama setelah itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tasikmalaya, Asep Goparulloh, bersama dengan petugas lainnya mengunjungi kelompok tersebut dan menyediakan ruang untuk dialog di dalam bangunan; akan tetapi disertai syarat bahwa hanya diperbolehkannya maksimal sepuluh wakil yang dapat ikut serta.
Menghadapi para pengunjuk rasa, Asep menyatakan penyesalan karena tak dapat memenuhi harapan mereka untuk melaksanakan protes di area Bale Kota. Alasannya adalah sesuai dengan Tata Cara Operasional (TCO) yang ditetapkan oleh Pemkot Tasikmalaya.
Meskipun demikian, kata Asep, hal itu tidak berarti bahwa kelompok demonstran bersatu tersebut ditolak ketika ingin menyuarakan pendapatnya. “Tanpa raga, kami mengapresiasi pesan dari para pengunjuk rasa serta kami menyanjung tinggi harapan mereka. Oleh karena itu, sekali lagi ini bukanlah tentang kurang apresiatif; segala sesuatu yang menjadi tujuan mereka akan dijadikan sebagai pertimbangan bagi kami,” jelas Asep.
Berulang kali mengirimkan surat permintaan pertemuan, tetap tidak ada respon.
Akan tetapi, penawaran itu dikembalikan sebab massa menuntut bahwa semua partisipan demonstrasi wajib diperbolehkan memasuki gedung Bale Kota. Nanang pun mengeluh tentang ketidakpedulian pihak Pemerintah Kota Tasikmalaya terhadap seni dan budaya setempat.
Diketahui, mereka telah beberapa kali mengusulkan permohonan audiensi melalui surat, tetapi belum pernah sekali pun menerima balasan. Dia menyatakan, “Sudah sering kami kirim surat serta minta untuk bertemu, akan tetapi tak ada satupun yang merespons. Hal ini mencerminkan sikap sombong Pemerintah Kota kepada warganya,” tuturnya.
Pertunjukan kesenian dan kebudayaan di tolak
Kebijakan tersebut mendorong kekesalan publik meningkat pesat saat pengajuan mereka untuk menggelar pertunjukan kesenian dan budaya ditolak lagi. “Kita telah bersusah payah untuk membuktikan bahwa Tasikmalaya memiliki segudang bakat budaya. Bukankah masih ada ruang bagi simpati?” tutur Nanang sambil terbawa emosi.
Selanjutnya, ia mengkritisi perlakukan yang tidak sama saat beberapa mahasiswa melaksanakan audiensi yang disambut di Lapangan Bale Kota dan kebetulan hadir pula Viman-Diky bersama seluruh jajaran pimpinan instansi terkait. Ia menambahkan bahwa pertemuan itu bahkan berjalan sangat lama hingga mencapai tiga kali pengumuman azan.
Pemerintah Kota Tasikmalaya disalahkan karena bersikap partisan saat mendengarkan aspirasi masyarakat.
Pihak tersebut juga mencurigai bahwa Pemerintah Kota Tasikmalaya yang dipimpin oleh Viman-Diky mempunyai kecenderungan untuk bersikap partisan saat mendengarkan aspirasi masyarakat. “Ketika giliran kita malah diblokir dari akses, ini kenapa ya dengan pemkot? Mengapa ketika waktunya para mahasiswa mereka boleh,” kata Nanang sambil menunjukkan ekspresi frustrasinya. Meski demikian, hingga tiga kali pengumuman azan telah dilakukan.
Karena gagal mendapat tempat di Bale Kota, kelompok tersebut pindah ke kantor DPRD Kota Tasikmalaya guna meneruskan protes mereka. Di lokasi baru ini, para seniman akhirnya dapat menyajikan pertunjukkan kesenian serta atraksi debus yang luar biasan, membentuk atmosfer yang istimewa dan memorable. ***