"Pe-er" Indonesia: Tantangan Besar di Dunia Kerja, Dampak PHK dan Pengangguran Lulusan Muda Meningkat

“Pe-er” Indonesia: Tantangan Besar di Dunia Kerja, Dampak PHK dan Pengangguran Lulusan Muda Meningkat


JAKARTA,

– Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengungkapkan, sebanyak 24.036 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) selama Januari hingga 23 April 2025. Angka tersebut menunjukkan peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

“Saat Covid-19 tahun 2020, jumlah PHK nasional mencapai 386.000 orang. Tahun 2024 naik dibanding 2023. Dan data terakhir per April 2025 sudah sekitar 24.000 orang kena PHK, atau sepertiga dari total sepanjang 2024,” kata Yassierli dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Senin (5/5/2025).

Manufaktur Sumbang PHK Terbanyak

Yassierli menyatakan bahwa sektor industri pengolahan atau manufaktur merupakan sumber utama pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan total 16.801 kasus, diikuti oleh bidang perdagangan besar dan ritel yang mencapai 3.622 kasus, serta layanan lain-lain dengan angka 2.012 kasus.

Tiga propinsi yang mengalami pemutusan hubungan kerja paling banyak adalah Jawa Tengah (10.692 karyawan), DKI Jakarta (4.649 karyawan), serta Riau (3.546 karyawan).

Sepanjang 2024, total PHK mencapai 77.965 orang. Jumlah itu meningkat dari 64.855 orang pada 2023, dan jauh lebih tinggi dibanding 25.614 orang pada 2022. Pada 2021, angka PHK mencapai lebih dari 127.000 orang, dan 2020 masih menjadi rekor tertinggi dengan lebih dari 386.000 pekerja kehilangan pekerjaan.

7 Penyebab Utama PHK

Menteri Tenaga Kerja menyinggung bahwa di antara 25 alasan pemutusan hubungan kerja yang direkam, ada tujuh faktor utama yang mendorong kenaikan jumlah PHK akhir-akhir ini:

  • Kerugian atau penutupan perusahaan karena pasar dalam dan luar negeri menurun.
  • Perpindahan bisnis ke tempat dengan upah yang lebih rendah.
  • Perselisihan hubungan industrial.
  • Tindakan balasan pengusaha akibat mogok kerja.
  • Efisiensi perusahaan untuk bertahan.
  • Transformasi bisnis perusahaan.
  • Kepailitan dan masalah kewajiban kepada kreditur.

“Jadi, penyebab PHK juga beragam. Untuk mitigasinya, kita perlu melihat kasus per kasus,” ujar Yassierli.

Dia mengatakan tambahan tersebut, walaupun jumlah pemutusan hubungan kerja naik, pemerintah juga melaporkan ada investasi baru yang mungkin akan menciptakan lebih banyak pekerjaan.

Pencari Kerja Pemula Menjadi Perhatian Utama

Di samping pemutusan hubungan kerja (PHK), masalah adanya banyak pengangguran di kalangan generasi muda juga menjadi fokus bagi pihak berwenang. Menurut Yassierli, golongan dengan umur antara 19 hingga 24 tahun merupakan mayoritas dalam statistik pengangguran secara nasional.

“Realita keduanya, para alumni SMK mempunyai persentase penganggur yang tertinggi jika dibandingkan dengan lulusan jenjang pendidikan lain,” ujarnya.

Keadaan tersebut semakin memburuk akibat adanya perbedaan antara bidang studi yang dipelajari dengan permintaan pasar.

Untuk mengatasi hal itu, Kemenaker merencanakan program School to Work Transition guna memperkecil tingkat pengangguran pemuda, khususnya alumni SMK.

Program ini akan berfokus pada pengembangan keterampilan masa depan seperti elektronika industri, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (AI), yang terintegrasi dengan pelatihan soft skill, bahasa asing, dan kewirausahaan.

“Program ini akan diselenggarakan secara masif dengan skema hybrid, dan diorkestrasi oleh Kemnaker melalui 303 BLK milik pemerintah serta 2.421 LPK swasta,” ungkap Yassierli.

Tingkat Pengangguran Meningkat Sebesar 1,11 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran per Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang atau 4,76 persen dari total angkatan kerja nasional yang mencapai 153,05 juta orang. Angka ini naik 83.450 orang dibandingkan Februari 2024.

Menurut Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, peningkatan jumlah pengangguran terutama berasal dari lulusan baru serta ibu rumah tangga yang kembali masuk pasar kerja.

Dari total angkatan kerja tersebut, sebanyak 145,77 juta orang telah bekerja, terdiri dari 96,48 juta pekerja penuh, 37,62 juta pekerja paruh waktu, dan 11,67 juta orang yang tergolong setengah pengangguran.

Menanggapi data BPS, Menaker menyatakan akan segera bertemu dengan pihak BPS untuk mencocokkan data dan melakukan analisis bersama.

“Sadar akan adanya pengangguran, nantinya kami perlu mengevaluasi seberapa besar pertambahan angka penganggur dibanding peluang pekerjaan yang tersedia. Kami baru akan bertemu dengan BPS besok,” jelasnya.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *