Paus dalam Pandangan Warga Indonesia yang Berkesempatan bertemu Dengan Beliau

Paus dalam Pandangan Warga Indonesia yang Berkesempatan bertemu Dengan Beliau

Untuk Dian Pramana (32), bertemu dengan sang Paus merupakan impian dari kecil. Ia sering membayangkan diri melayani Paus pada suatu peribadatan ketika menjadi acolyte di gereja yang ada di Medan, Sumatera Utara, tempat ia dibesarkan.

Ketika Paus Fransiskus menyatakan niatnya melakukan kunjungan apostolik ke Indonesia, Dian merespon dengan mendeklarasikan tekad kuatnya untuk dapat bertemu dengan Bapak Suci tersebut. Bertemu dengan Paus menjadi suatu tujuan utama bagi Dian selama perjalanan singkat dari tanggal 6 hingga 9 September 2024.

“Pertamanya ingin mengikuti Misa Akbar di GBK (Stadion Utama Gelora Bung Karno-red). Namun, sebagaimana orang yang berada di Jakarta sebagai pendatang, menjadi sulit bagi saya mendapatkan alokasi kursi dari gereja (karena tetap tercatat sebagaiumat di Medan),” tuturnya ketika ditemui oleh Tirto, Rabu (23/4/2025).

Akan tetapi, istilah menyerah sama sekali tak terdapat dalam kamusnya saat itu. Lewat usaha kerasnya untuk menyentuh beragam relasi baik di dalam maupun di luar gereja, akhirnya dia mampu memperoleh jadwal acara Paus Fransiskus selama kunjungan di Indonesia.

Dia segera merancang strategi tersebut. Hanya dengan mengamati Paus Fransiskus, atau berinteraksi dengannya apabila memungkinkan, menjadi sasarannya yang terakhir.

Pelaksanaan misa besar oleh Paus Fransiskus di GBK bertepatan dengan hari Rabu (5/9/2024). Oleh karena itu, mengenai agenda pekerjaannya, ia memprioritaskan keamanan dan keselamatan terlebih dulu. Dia sudah mendapatkan persetujuan untuk melakukan tugasnya dari lokasi lain pada hari tersebut.

“Saya awalnya menonton di TV pagi tadi. Sempat terlihat Paus pergi ke Katedral bertemu dengan Menteri Agama. Setelah itu, informasi yang didapat adalah bahwa Paus Fransiskus berencana mengunjungi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) sekitar pukul 11,” kenangnya.

Dia segera menuju ke kantor pusat KWI yang berada di Cikini. Tempat itu tidak jauh dari rumahnya di Kuningan. Meski merasa gerah pada sore hari, senyum dan salam dari Paus Fransiskus lewat mobil Innova Zenix putih tersebut membuat semua rasa panas hilang begitu saja.

Paus dalam Pandangan Warga Indonesia yang Berkesempatan bertemu Dengan Beliau

Dian tidak terpuaskan dengan pertemuan singkat itu dan mulai merencakan hal baru. Setelah mempertimbangkan keadaannya, ia memilih untuk mendekati Paus Fransiskus yang berada di area Kedutaan Besar Vatikan di Jakarta. Untuk mencapainya, Dian pun bergabung dalam Misa Akbar di Katedral Jakarta. Sebenarnya jarak antara kedua tempat tersebut hanyalah sekitar 1,5 kilometer saja.

“Dian menceritakan bahwa mereka menunggu Paus di tempat tersebut mulai sekitar pukul 7, yang mana daerah sekitar kedutaan besar Vatikan pun sangat ramai saat itu. Setelah beberapa waktu, akhirnya Paus melewati area tersebut sambil mengayunkan tangannya lagi,” jelas Dian.

Gestur tangan Paus Fransiskus mungkin tampak simpel, tetapi sangat berarti bagi Dian. Meski demikian, karena kesederhanaan dianggap sebagai hal yang paling memorable daripada Paus Fransiskus menurutnya, sepertinya ini merupakan pertemuan yang sempurna untuknya.

Apalagi saat itu menjadi momen pengingat yang tak terlupakan, sesudah Bapak Paus wafat pada Senin (21/4/2025).

“Pertama kali mendengarnya, saya tak percaya, merasa syok dan tetap skeptis, sebab kemarin saja dia hanya memberikan ceramah tentang gencatan senjata di Gaza. Namun dibalik perasaan sedih tersebut, saya juga bersyukur bisa melihat Paus secara langsung dari dekat. Saya berharap para pemimpin Kepausan selanjutnya akan mengambil nilai-nilai dari Paus Fransiskus, terlebih lagi dalam hal sederhananya hidup,” ungkap Dian.

Paus Menekankan Jurnalisme Sebagai Jalannya Damai

Berbeda halnya dengan Tika Beremau (33), yang mendapat kesempatan untuk menyaksikan saat-saat penting dalam sejarah hubungan antar agama di Indonesia: kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Jakarta. Sebagai jurnalis yang bekerja di area Istana Kepresidenan untuk salah satu stasiun televisi nasional, pekerjaannya memungkinkan ia memiliki pengalaman tersebut.

Pertolongan Paus Fransiskus ke Indonesia terjadi pada tanggal 3 hingga 6 September 2024 kemarin. Tanggal 4 September 2024, beliau bertemu dengan presiden ketujuh kita, Joko Widodo, di Istana Negara. Di hari yang sama pula, Paus merencanakan untuk mengunjungi Gereja Katedral Jakarta serta Masjid Istiqlal.

“Pertemuan awal saya dengan Bapa Suci berlangsung di area depan Istana Merdeka,” cerita Tika kepada Tirto, pada hari Kamis (25/5/2025).

Untuk Tika, pertemuan tersebut semakin istimewa karena ia memiliki kesempatan untuk menutupi semua aktivitas Paus saat berkunjung ke Indonesia.

Memakai jubah putih sederhananya, Tika mengamati bahwa Paus diterima dengan hangat oleh Jokowi di Istana Negara. Selama upacara negara yang khusyuk itu, terdapat detik spesial dan tak terlupakan. Ketika Paus menjulang tangannya ke arah wartawan istana—mereka menonton dari tepian halaman.

“Ucapan singkat namun sangat pribadi dan memberikan dampak yang mendalam,” ujar wanita berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Setelah menyelesaikan liputan tentang acara di Istana Kepresidenan, Tika kembali bertemu dengan Paus di area sekitar Gereja Katedral Jakarta. Dia secara langsung mengalami bagaimana tingginya semangat jemaah Katolik yang hadir dari seluruh pelosok Nusantara. Mereka bersedia tetap berdiri berjam-jam meski panas terik sinar matahari, cuma untuk mendapatkan kesempatan memandangi sang pemuka agama yang sangat mereka idolakan.

“Pemadangan dipenuhi orang-orang yang bergembira, dan atmosfer rohani sangat terasa membanjiri area tersebut,” katanya.

Titik puncaknya terjadi saat dia turut melaporkan misa besar yang dikuti secara langsung oleh Paus Fransiskus di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sesi ibadah pada sore hari tersebut pun menandai penghujungan kunjungan Paus ke Negeri Ini.

Stadion yang pada umumnya dijadikan arena untuk lomba olahraga, pada hari tersebut berubah menjadi lautan jemaah yang beribadah dengan tenang dan kegembiraan. Teriakan semangat kala itu telah digantikan oleh puji-pujian dan kesedihan bahagia.

Paus dalam Pandangan Warga Indonesia yang Berkesempatan bertemu Dengan Beliau

“Kameraku tidak hanya mengabadikan foto, tetapi juga emosi—ketulusan, kedekatan, dan euforia yang sukar diungkapkan dengan kata-kata,” tambahnya.

Pada pidatonya, Paus Fransiskus mengirimkan sebuah pesan yang memukau tentang kepentingan cinta dan kedamaian: “Didorong oleh kata-kata Tuhan, aku mendorong kamu semuanya agar menyebar luaskan kasih sayang, percaya diri dalam merintis jalannya menuju diskusi.”

Paus mendorong jemaahnya agar berperan sebagai duta damai, tidak hanya pada tingkat global namun juga melalui gerakan-gerakan sederhana sepanjang hari. Ia menekankan pentingnya “menunjukkan keramahan dan kasih sayang lewat senyuman unik yang mencerminkan diri Anda sebagai perekat persaudaraan dan penyebar kedamaian,” seperti apa yang dikatakan oleh Paus waktu itu.

Meski demikian, Paus menekankan bahwa rute meraih kedamaian seringkali tak senantiasa mulus. Walaupun kebajikan belum tentu memperoleh balasan berupa kembali kebaikan, tetapi tekad untuk terus-menerus menjadi utusan cinta harus dipertahankan.

“Jangan sampai lole dalam pelayaran dan menyebar luaskan jerunganmu, jangan hentikan mimpi serta menciptakan kembali suatu peradaban kedamaian. Selalu berani untuk membayangkan persaudaraan,” demikian ucapnya saat itu.

Pesan-pesan tersebut seperti menjadi oasis di tengah-tengah kekacauan akibat pertikaian dan prasangka yang membelah dunia. Berdasarkan semangat tersebutlah, Presiden saat itu, Joko Widodo, serta Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menerima Paus Fransiskus tidak sekadar sebagai tamu kenegaraan, melainkan juga sebagai ikon penting dari persaudaraan antar umat beriman.

Sebagai seorang jurnalis, Tika tentunya sudah biasa untuk mencatat, merekam, serta melaporkan berita. Tetapi, pengalamannya kali ini membukakan matanya tentang hal yang lebih mendasar; ia belajar bahwa profesi jurnalismenya pun dapat dijadikan sebagai sarana meredam konflik dan mendamaikan.

Untuk Tika, kedatangan Paus tidak sekadar suatu peristiwa bersejarah, tetapi juga pengingat bahwa dunia dapat menjadi tempat yang lebih baik apabila kita semua mau mengambil inisiatif dan bersungguh-sunguh dalam mewujuskannya.

“Semoga perjalananmu lancar, Bapa Paus Fransiskus. Semoga engkau istirahat dengan tenang dalam perdamaian abadi di sorga. Doa Kami terus menemanimu. Berterimakasihlah Engkaulah yang sudah datang dan mengajar kita tentang makna cinta, persaudaraan, serta kedamaian di antara keragaman. Warisan cintamu dan teladanmu akan tetap hidup dalam jiwa kami,” doa Tika menyertai Paus.

Terdapat Cara Mengabdi kepada Paus

Ben (33) tak dapat menyembunyikan kegembiraannya. Awalnya karena salah seorang rekan kerjanya batal hadir, ia diberi kesempatan untuk mengisi tempat sebagai penyanyi koor dalam Misa Akbar Paus Fransiskus pada tanggal 5 September 2024.

Pesan itu tiba di pertengahan Juli 2024, hanya beberapa minggu menjelang acara berlangsung. Koleganya memintanya untuk menutup kekosongan dalam daftar penyanyi bass. Meskipun ragu tentang kemampuan bernyanyinya, ia setuju menerima undangan temannya tersebut.

“Pada saat persiapan memang sangat bercampur aduk, dimulai dengan kegembiraan yang luar biasa, namun disertai juga perasaan cemas, hingga merasakan keraguan, sebab ini melibatkan para penyanyi handal. Sedangkan saya jika bergabung dalam paduan suara hanya mengandalkan antusiasme dan ketekunan berlatih saja,” ungkapnya kepada Tirto, Selasa (22/4/2025).

Pada sesi latihan pertama, dia perlu beradaptasi dengan para penyanyi profesional yang lebih senior di dalam grup paduan suara gerejawi, setidaknya sang pembina koor dari tingkat paroki.

“Makin merana rasanya,” ujarnya mengingat kembali.

Untuk Ben, hanya sekedar menghadiri Misa bersama Paus Fransiskus sudah menjadi suatu pengalaman yang sangat istimewa.

“Ini adalah impian yang menjadi kenyataan,” katanya.

Dapat mencapai posisinya sebagai petugas liturgi, tempat duduknya tak berjauhan dengan Bapak Paus, namun ia selalu tanpa bayang-bayang. Karena itu, ingatan tentang tanggal 5 September 2024 tersebut merupakan suatu pengalaman istimewa. “Saya merasakan kebahagiaan, ketedapan, dan haru; semua bercampur menjadi satu, sungguh luar biasa,” kata Ben. Ia menambahkan bahwa mungkin perasaan serupa juga dirasakan oleh banyak sahabat seiman lainnya yang turut hadir saat itu.

Sebagai seorang Katholik sejak masih muda, Ben telah banyak menyerap ilmu dari institusi pendidikan Katholik. Dia bahkan sempat menjalani pelatihan di seminar dan saat ini bekerja sebagai guru agama Katholik.

Maka dari itu, dia menganggap pengalamannya ini semakin berarti. “Kapan lagi saya dapat bertemu langsung dengan pewaris takhta Santo Petrus? Sebelumnya, kesempatan untuk bertemu dengannya hanyalah melalui akun Twitter-nya, kabar-kabar tentang dirinya di beberapa media massa, serta dokumen-dokumnentas yang ia perjuangkan dalam mempertahankan martabat kehidupan manusia,” tuturnya.

Tokoh Paus Fransiskus memiliki tempat spesial di hati Ben. Ia dikenal sebagai seseorang yang sangat inovatif dan tidak segan-segan untuk memperbarui Gereja yang dulunya tampak kaku. Dari saat ia dilantik, Paus Fransiskus sudah tampil dengan banyak ide baru versi Ben. Hal itu membuat dia merasa senang memiliki pemimpin rohani semacam itu.

Paus dalam Pandangan Warga Indonesia yang Berkesempatan bertemu Dengan Beliau

“Saya setuju dengan sebagian besar apa yang dikatakannya serta pengajaran-pengajarannya, tetapi kadang-kadang diinterpretasikan secara sewenang-wenang oleh beberapa orang yang tidak memahami niat dan tujuannya. Hal itu membuat sesekali menjadi kontroversial; hal tersebut saja yang menjadikannya sedikit menyulitkan untuk diamati, seperti ada yang mencoba memanfaatkan situasi untuk membentuk pendapat yang tidak tepat,” katanya tentang tokoh Paus.

Maka saat mendengar berita tentang kematiannya Paus pada hari Senin (25/4/2025), ia merasa hilang atas sosok yang istimewa tersebut. Walaupun demikian, hal itu bukanlah sesuatu yang mengejutkannya, mengingat bahwa Paus Fransiskus telah menderita penyakit untuk waktu yang cukup lama.

“Enggak enakan juga melihatnya,” kata Ben.

Hanya ada satu harapan baginya bahwa penggantian Paus Fransiskus kelak dapat melanjutkan semangat dan kepemimpinannya. Pasalnya, Paus telah meninggalkan warisan yang sungguh luar biasa bagi Gereja Katolik. Ia pun menginginkan agar pemimpin gerejawi selanjutnya sanggup merampingkan aspek spiritualitas dengan hal-hal lain yang bersifat universal seperti perhatian terhadap manusia.

Surat Paus Fransiskus Mengsonok Hati Penyembah dari Beberapa Kepercayaan Agama

Pada saat yang sama, terkait dengan Satyro (32), kira-kira sebulan sebelum kedatangan Paus Fransiskus, barulah ia mengingat bahwa figur tersebut akan datang ke Indonesia di bulan September tahun 2024. Ini wajar karena sebagai seorang Muslim, dia tidak memiliki minat besar dalam bertemu pimpinan tertinggi umat Katolik dunia ini.

Akan tetapi, kesempatan tersebut akhirnya tiba bagi dirinya pula. Ia pernah hadir dalam sebuah acara yang berupa pertemuan pemuka agama dari berbagai kepercayaan di Masjid Istiqlal pada hari Kamis (5/9/2024) pagi.

“Menurut saya, ini seperti ‘lebaran mendadak’ bagi umat Katolik. Saya rasa, hal ini juga harus dirayakan oleh umat beragama lain,” katanya memulai pembicaraannya dengan Tirto, pada hari Rabu (23/4/2025).

Menurutnya, meskipun ada keyakinan yang saling bertentangan antar agama, perayaan ini juga menggarisbawahi kegembiraan bersama di kalangan masyarakat berbeda-beda imannya di Indonesia.

“Walaupun hanya satu bulan berpuasa, agama lain turut serta dalam ‘pertempuran’ membagikan takjil secara sukarela. Ini menunjukkan bahwa saat kita merayakannya, orang dari agama lain pun dapat menikmatinya,” jelasnya sambil bercerita tentang alasan dia mencoba untuk bertemu Paus Fransiskus beberapa bulan yang lalu. “Mengapa tidak ada kesenangan bersama seperti ini bagi umat Katolik? Mengapa mereka tidak mendapat manfaat daripada rasa bahagia tersebut?” tambahnya.

Hanya dengan memantau perkembangan global dan pernah menyelesaikan studi di salah satu universitas Katolik di Bandung, Satyro sudah cukup memahami betapa besarnya pengaruh paus terhadap umat Katolik. Ia pun sangat menghargai sosok Paus Fransiskus yang selalu menekankan tentang anugerah dan belas kasihan, serta kesejateraan antarmuka Tuhan. Karakternya yang cenderung cerdas humornya turut mencuri perhatian Satyro.

Paus dalam Pandangan Warga Indonesia yang Berkesempatan bertemu Dengan Beliau

“Jika membicarakan tentang Pandangan mengenai Paus Fransiskus, meskipun ada keributan di dalam Vatikan, saya pikir beliau memiliki pemikiran bahwa ‘kami semuanya setara, perbedaan hanya pada tugas tambahannya.’ Ini bisa terlihat dari cara dia memilih aturan protokol serta fokusnya kepada Uskup Agung lain agar lebih mendekati masyarakat,” jelas Satyro.

Cerminan kemudahan Paus Fransiskus di Jakarta, yang memilih untuk mengendarai mobil yang umum digunakan warga setempat pun menarik perhatian Satyro.

“Ini mengindikasikan bahwa Paus Fransiskus tidak ingin membuat hal-hal yang mencolok, namun juga cukup berhati-hati dalam mendekatkan diri pada masalah keamanan para pemimpin global,” imbuhnya.

Dalam kunjungan apostolik Paus Fransiskus sebelumnya, Satyro pernah berdiri hanya beberapa langkah dari Bapa Suci tersebut. Ia merasa bahwa Paus Fransiskus adalah seseorang yang memberikan ketenangan dan kasih sayang. “Saya merasakan bahwa Paus ini sangat peduli pada setiap orang, termasuk saya,” katanya singkat. Selain itu, ia bahkan memperoleh kenang-kenangan khusus yang semakin menyentuh hatinya tentang Paus Fransiskus.

Mengetahui berita tentang kematian Paus Fransiskus pada Senin (21/4/2025), ia merasa cukup tenang. Usia beliau yang telah uzur serta keadaannya yang pernah menurun menjadi alasan utamanya. Akan tetapi, kematiannya sehari pasca Perayaan Easter dianggapnya sebagai sebuah simbolik. “Bisa jadi ini pun indikasi bahwa dirinyalah sosok istimewa,” demikian katanya saat menceritakan hal tersebut kepada Tirto.

Air Mata Bahagia Mega Bersua dengan Paus

Manda (38) pun mengungkapkan pengalamannya ketika bertemu dengan Paus. Usai upacara besar di GBK berakhir, dia langsung menuju keluar. Tepatnya, gerbang yang digunakan Paus untuk pergi ada di samping tempat duduknya.

“Ia merasa ada ketakutan dalam mendekati. Meski berkeinginan kuat, ia tetap mengalami rasa tidak layak dan hanya ingin menatap wajahnya atau melambai tangan saat orang tersebut melewati,” katanya kepada Tirto pada hari Jumat (25/4/2025).

Harapannya menjadi kenyataan. Tiba-tiba salah satu penjaga Paus Fransiskus mengayunkan tangannya, membuat jalanan dan menunjukkan arah baginya agar bergerak lebih dekat. Ia sempat ragu, tetapi orang-orang yang ada di sekitarnya dorong dia untuk maju kedepan.

“Saya bergerak pelan-pelan sambil memegang anak saya di gendongan. Paus Fransiskus tersenyum lalu bertanya, ‘Nama si kecil ini apa?’ ” demikian ia menirukan pertanyaan paus tentang nama buah hatinya.

Di saat tersebut, Mega melihat Raphael memandang langsung ke mata Paus. Dengan kesunyian yang damai namun mendalam, dia menjawab: “Dia bernama Raphael.” Setelah itu, Paus memberkati putranya.

“Makasih Papa, makasih,” kata Mega pada waktu itu sambil tidak sadar dirinya meneteskan air mata kegembiraan.

Dia pun mendapat kesempatan untuk bergandengan tangan dengan Sang Paus. Tersirat dalam gesturnya adalah rasa lembut yang begitu memukau serta kehangatan yang menyentuh hati. Semua lukanya di dalam batin seakan sembuh total.

“Perjumpaan yang singkat, amatlah kilat, tetapi sungguh berarti bagi saya serta keluarga,” katanya demikian.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *