- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
architecture, art, culture, indonesia, politicsarchitecture, art, culture, indonesia, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
15
PR BEKASI
– Setelah membuat gempar pembangunan patung biawak di Wonosobo yang menjadi topik hangat dalam diskusi daring, kini muncul lagi satu atraksi yaitu patung berupa burung garuda di Indramayu yang menarik perhatian pengguna internet.
Patung ini berada di area Desa Cipaat, Kecamatan Bongas, Kabupaten Indramayu. Menurut penjelasan dari Kepala Desa Cipaat, Kusnadi, dana sebesar kira-kira Rp180 juta digunakan untuk membangun patung itu. Inspirasi pembuatannya berasal dari julukan setempat yang disebut “Depok”, sebuah istilah yang merujuk kepada habitat buruh rajawali.
Meskipun demikian, bukannya mendapatkan apresiasi, banyak warganet malah menyorot perbandingannya dengan patung kura-kura di Wonosobo. Sebaliknya, sebagian besar merasa bahwa rancangan patung burung hantu itu tampak kurang serasi, terlebih lagi dalam hal dimensi sayap, ekor, serta badan yang dinilai tak sinkron.
Pengguna Media Sosial Mengomentari Ide dan Rancangan: “Burung Garuda Emas Tidak Hidup di Alam Indonesia”
Satu poin utama dari perdebatan publik berkisar pada jenis burung yang menjadi sumber inspirasi untuk patung itu. Beberapa orang merasa bahwa desainnya terlalu mirip dengan Elang Botak, simbol negara AS, sehingga dianggap tidak sesuai bila diposisikan sebagai ikon khas wilayah Indonesia.
“Proporsi tubuhnya tidak sesuai, sayapnya terlalu pendek untuk ukuran badannya. Itulah yang dimaksud dengan Elang Botak Amerika Serikat ini. Mohon maaf, tapi patung buaya unggul secara jelas dalam hal ini!” tulis seorang pengguna media sosial.
Banyak juga orang yang merekomendasikan untuk membangun patung-patung di area pemerintah dengan mencerminkan kearifan lokal, termasuk dalam hal desain dan makna simbolisnya.
Jika berniat membuat patung, sebaiknya lakukan penelitian terlebih dahulu. Pilih hewan setempat dan rumuskan maknanya supaya patung dapat menjadi simbol serta media pendidikan bagi masyarakat.
Fenomena yang menjadi sorotan kembali menimbulkan dialog tentang kebutuhan perancangan dalam menciptakan komponen visual di area umum. Khususnya dalam konteks pemerintah, monumen ataupun simbol wilayah idealnya bukan sekadar hiasan, melainkan harus memuat cerita budaya, pendidikan, serta ciri khas setempat. ***