Papua Dipecah: Warga Khawatir Tidak Sejalan dengan Jiwa Otonomi Khusus

Papua Dipecah: Warga Khawatir Tidak Sejalan dengan Jiwa Otonomi Khusus

Papua Dipecah: Warga Khawatir Tidak Sejalan dengan Jiwa Otonomi Khusus


PR GARUT

– Kontroversi tentang pembagian wilayah di Papua sekali lagi mencuat. Beberapa organisasi masyarakat menunjukkan sikap penolakan mereka atas niat pemerintah untuk mendirikan tiga provinsi tambahan di tanah Papua, yaitu Provinsi Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah, yang akan membuat jumlahnya menjadi lima secara keseluruhan. Walaupun diklaim sebagai bagian dari Otonomi Khusus (Otsus), penduduk setempat merasa bahwa langkah tersebut sebenarnya bertentangan dengan prinsip otonomi diri serta kekhasan daerah seperti yang disepakati sebelumnya.

Grup-grup masyarakat sipil menyatakan bahwa perombakan ini ditekankan oleh para elite dari Jakarta tanpa adanya kesepakatan atau partisipasi yang aktif dari penduduk asli Papua. Mereka berpendapatbahwa UU Otsus semestinya membuka peluang bagi orang-orang di Papua untuk mengurus diri mereka sendiri seperti yang tercantum dalam undang-undang otonomi khusus, tetapi pada realitanyakekuasaan itu sering kali dilupakan.

“Sering disebut sebagai Otonomi Khusus, tetapi di manakah sifat istimewanya? Kami sebenarnya tidak memiliki kesempatan untuk memerintah wilayah kami dengan bebas,” ungkap seorangaktivis setempat kepada pers.

Masalah perpecahan wilayah di Papua sudah menjadi topik panas selama bertahun-tahun. Tapi baru-baru ini, ketegangan semakin memburuk dengan munculnya berbagai kelompok massa yang diklaim menyuarakan dukungan untuk pembagian provinsi, misalnya grup pendukung Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya (Irjabar). Kehadiran mereka justru mengundang kekhawatiran karena diduga melakukan tindakan pengancaman kepada warga yang enggan atau tidak setuju dengan ide tersebut.

Solidaritas Nasional untuk Papua (Sonapa) mengekspresikan keprihatinan mereka atas metode pemerintahan yang lebih didominasi dari atas ke bawah karena bisa meningkatkan perselisihan di dalam negeri serta mengeraskan perbedaan kepercayaan antara pusat dengan warga Papuan. “Kami mendesak pihak pemerintah nasional agar mengakhiri pelaksanaan pembagian wilayah yang ditekan tersebut dan mulai melakukan diskusi yang transparan, adil, dan beretika bersama orang-orang asli Papua,” ungkap juru bicara Sonapa.

Pada saat bersamaan, otoritas mengumumkan bahwa pembagian wilayah bertujuan untuk mendistribusikan pengembangan secara merata, meningkatkan kualitas layanan umum, serta memperkuat ketertiban keamanan. Tetapi menurut kelompok tertentu di kalangan warga Papua, komitmen-komitmen ini hanyalah basa-basi belaka tanpa adanya implementasi konkret yang berdampak pada rutinitas sehari-hari mereka.

Kondisi saat ini mengindikasikan bahwa masalah di Papua bukan hanya terbatas pada aspek Administratif saja, namun juga berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, Keadilan, serta Kebebasan Rakyat untuk memilih nasib mereka sendiri. Pendukung masyarakat sipil menyuarakan agar langkah-langkah penting seperti pembagian Provinsi tidak boleh diputuskan secara unilateral, akan tetapi perlu didasari oleh Harapan Nyata dari penduduk Papua itu sendiri, dan bukan sekadar Untung Rugi Politis. ***

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *