OJK Mendorong Penggabungan BPR Berdasarkan Kapital dan Ukuran Usaha

OJK Mendorong Penggabungan BPR Berdasarkan Kapital dan Ukuran Usaha


.CO.ID-JAKARTA.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertekad untuk semakin meningkatkan sektor Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Salah satu caranya adalah melalui proses penggabungan dan akuisisi serta mendorong BPR supaya dapat mencatatkan saham di bursa secara publik.
initial public offering
(IPO) di pasar modal.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK akan mengevaluasi status BPR dengan membaginya menjadi tiga tingkatan sesuai dengan kapitalisasi dan ukuran usaha mereka. Tujuan dari langkah tersebut adalah agar dapat mendeteksi BPR mana saja yang sudah layak untuk terjun ke dalam pasar modal, sekaligus memperkokoh infrastruktur pembayaran serta meningkatkan produktivitas operasionalnya.

“Sebab ada selisih signifikan sekarang antara BPR yang mempunyai aset dalam skala triliun rupiah dan BPR lainnya yang hanya punya aset sampai miliaran rupiah. Ini jadi suatu tantangan, oleh karena itu OJK sedang merancang sistem klasifikasi baru untuk BPR berdasarkan modal mereka,” ungkap Dian di Jakarta, pada hari Selasa (3/6).

Menurut Dian, penggabungan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sangat dibutuhkan karena ada banyak BPR berukuran kecil yang merasakan kesulitan untuk berkembang sesuai harapan. Meskipun demikian, BPR merupakan pilihan utama bagi kalangan bawah, terutama pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dalam mencukupi keperluan finansial mereka.

“Oleh karena itu, dengan adanya konsolidasi BPR, penguatan bisnis akan terjadi di mana penghimpunan dana masyarakat serta penyaluran kredit bisa lebih luas dan efisien,” ujarnya.

OJK mendukung perubahan BPR menjadi community bank, di mana bank ini akan lebih berperan serta dalam lingkungan masyarakat setempat, terutama Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Model bisnis seperti itu dapat memperbesar persentase penyaluran kredit kepada orang-orang di sekitarnya.

Seiring dengan itu, OJK juga menggarisbawahi kepentingan penggabungan Badan Usaha Perbankan Rakyat yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Menurut Dian, nantinya BPR ini akan dialihkan agar berada di bawah payung Bank Pembangunan Daerah demi mempercepat respons apabila ada masalah muncul.

Berdasarkan informasi dari OJK, pada bulan Maret tahun 2025, jumlah pinjaman yang disalurkan oleh BPR telah mencapai angka Rp152,65 triliun dengan pertumbuhan sebesar 5,85% jika dibandingkan dengan periode serupa di tahun sebelumnya.
year on year
Pada aspek kumpulan dana, selama periode tersebut, dana pihak ketiga (DPK) dari Badan Usaha Perkreditan Rakyat (BPR) mencapai angka Rp143,79 triliun dan tercatat naik sebesar 4,45% secara tahun-ke-tahun (yoy).

Sementara itu, rasio
non-performing loan
(NPL) Kualitas kredit BPR menunjukkan penurunan yang signifikan yaitu mencapai posisi 11,91% pada bulan Maret tahun 2025.

Cahyo Kartiko, Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah (BPRS) Asbisindo, menyebutkan bahwa sesuai dengan data dari sektor industri, pertumbuhan di bidang BPR dan BPRS terus berkembang meskipun menghadapi berbagai hambatan ekonomi serta bersaing dengan institusi finansial lainnya.

“Cadar positif ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingginya kepercayaan publik yang terlihat melalui peningkatan dana pihak ketiga. Selain itu, ada juga dukungan dari institusi negara dalam hal pengaturan dan menjamin keselamatan dana pihak ketiga yang tersimpan di BPR-BPRS,” ungkap Cahyo untuk .co.id pada hari Minggu (8/6).

Menurut pendapat Cahyo, sentimen negatif berasal dari laporan tentang penutupan BPR-BPRS serta tingkat likuiditas yang tetap terbatas. Dia juga memperkirakan bahwa pertumbuhan aset dan performa finansial di kalangan BPR/BPRS akan mirip dengan tahun sebelumnya, yakni berkisar antara 5% hingga 10% secara year-on-year (YoY).

Cahyo menambahkan lebih jauh bahwa untuk meningkatkan performa, langkah-langkah yang perlu dipertimbangkan oleh BPR/BPRS antara lain dengan melakukan variasi pada jenis-jenis pembiayaan atau pinjaman, fokus pada kelompok konsumen tertentu yang telah berhasil dikendalikan, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, dan juga mulai menerapkan teknologi informasi terpercaya dalam seluruh tahapan dari proses pemberian pinjaman hingga manajemennya.

Idealnya, BPR-BPRS harus didukung oleh sebuah institusi yang bertindak sebagai SPV.
(Special Purpose Vehicle
) yang bertugas sebagai penampung sementara aset-aset bermasalah dari BPR-BPRS,” tambahnya.

Direktur Operasional dari Hariarta Sedana Doly Purba menuturkan bahwa selama lima tahun terakhir, performa perusahaan cukup menggembirakan.

“Kinerja Bank Hariarta selama lima tahun terakhir, yaitu antara tahun 2020 sampai dengan 2024, dinilai sangat positif. Aset bank meningkat sebesar 100%, penghimpunan dana pihak ketiga pun mengalami peningkatan melebihi 100%, dan kredit yang ditawarkan juga bertambah lebih dari 100%,” jelas Doly.

Di tahun 2025 ini, meskipun kinerja bisnis di Sektor Industri Bank Ekonomi Kerakyatan menemui beberapa hambatan, Bank Haria masih menyatakan keyakinan untuk berkembang dan meraih prestasi bisnis pada tahun 2025 sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan dalam RBB 2025.

Tim kami sudah mengimplementasikan sejumlah taktik serta program diantaranya adalah memperbaiki efisiensi operasional, bekerja sama dengan perusahaan fintech partner dalam hal penghimpunan dana deposito dari publik, dan juga menargetkan segmen tertentu seperti usaha mikro kecil dan menengah guna meningkatkan pemberian kredit.

“Dalam hal lain, kita berkolaborasi dengan partner pemungutan utang dalam menuntaskan kredit macet dan secara berturut-turut memperbaiki mutu layanan bagi Pelanggan sambil mengembangkan kompetensi Sumber Daya Manusia,” katanya.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *