- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, climate, climate change, environment, newsbusiness, climate, climate change, environment, news - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
17
lowongankerja.asia
,
Jakarta
– Spesialis Penyesuaian dan Pengurangan Perubahan Iklim
IPB University
, Perdinan, mengatakan
perubahan iklim
juga berpengaruh pada ekosistem laut serta stok ikan
ikan
Di laut. Akhirnya, hal itu berdampak pada Indonesia yang dipenuhi dengan sumber daya pesisir melimpah, misalnya terumbu karang, rumput laut, serta pantai, semuanya menyimpan nilai ekonomi yang signifikan.
“Perubahan iklim bisa saja mengacaukan keberlanjutan dan jumlah ikan yang ditangkap, selain itu juga berdampak pada masyarakat pesisir, sebab hal ini dapat meredupkan efisiensi laut,” katanya seperti dilansir dalam rilis pers, Sabtu, 26 April 2025.
Dosen dari Departemen Geofisika dan Meterologi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB University menyebutkan bahwa salah satu akibat dari perubahan iklim terhadap ekosistem lautan adalah pengurangan tingkat klorofil A, yang memiliki fungsi vital dalam menjaga keberlanjutan populasi ikan.
Dia juga menekankan betapa pentingnya memahami pergantian pola iklim, termasuk gejala El Niño dan La Niña. Keadaan semesta tersebut bisa berdampak pada migrasi ikan menuju kedalaman laut yang lebih tinggi serta menjauh dari tepi pantai.
Perdinan menekankan pentingnya kebijakan yang mendukung kelestarian sumber daya laut dan pengelolaan yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang sedang dijalankan adalah
Payment for Ecosystem Services
, yang mengizinkan petani ikan menerima imbalan dari manajemen ekosistem pantai yang berkelanjutan.
“Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memiliki data yang benar mengenai persediaan ikan serta status ekosistem lautan. Melalui regulasi yang sesuai, kita bisa merangkul pergeseran iklim guna membantu bidang nelayanan dan juga menciptakan cabang usaha baru berdasarkan hasil tangkapan iklan,” katanya.
Seorang nelayan kecil dari Maluku bernama La Tohia mengungkapkan keluhan tentang tantangan yang masih dijumpai oleh para nelayan setempat, termasuk masalah dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. “Akses terbatas pada BBM bersubsidi berdampak signifikan pada operasi penangkapan ikan bagi nelayan skala kecil,” ujar dia.
Dia menyebutkan bahwa untuk memperoleh hasil ikan yang cukup, nelayan perlu melaut menggunakan kapal dengan ukuran satu gross ton (GT). Selain itu, dia menambahkan bahwa kebijakan pemerintah tentang bahan bakar minyak bersubsidi dinilai masih belum sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
“Sering kali kita perlu mencari ikan di area penangkapan yang dapat berjarak antara 30 sampai 40 mil laut dari pantai. Namun, agar memperoleh insentif atau harga jual yang wajar, aturan pemerintah mensyaratkan kapal penangkapannya memiliki tonase lebih besar dari 12 GT. Tentunya hal ini tak selalu cocok dengan kondisi sebenarnya di lapangan,” terangnya.
La Tohia menginginkan agar pemerintah merancang peraturan yang lebih ramah terhadap semua kalangan serta mendukung nelayan lokal, khususnya di area kepulaunya seperti Maluku. Wilayah ini mempunyai kondisi geografis dan masalah pengiriman barang yang unik jika dibandingkan dengan bagian-bagian lain dari Indonesia.