- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, national security, news, politics, politics and lawgovernment, national security, news, politics, politics and law - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
3
lowongankerja.asia
Kini kerjasama Kejaksaan Agung dan TNI menuai polemik.
Kantor cabang Kejaksaan Agung akan dijaga oleh TNI, tidak ada kepolisian yang terlibat.
Lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia bakal dijaga ketat TNI.
‘Pengerahan pasukan’ TNI ke Kejaksaan ini ditandai keluarnya Surat Telegram (ST) bernomor TR/422/2025 dari Panglima TNI.
Kepala Angkatan Bersenjata menginstruksikan persiapan serta peluncuran tenaga kerja dan peralatan tambahan guna menjaga keamanan Jaksa Agung dan kantor jaksa setempat merentangi semua daerah di Indonesia.
ST Panglima TNI itu ditindaklanjuti dengan keluarnya ST Berderajat Kilat bernomor ST/1192/2025 yang dikeluarkan oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad).
Perintah komandan untuk mengorganisir dan mendeploy pasukan serta peralatan dari Unit Perang dan Unit Pendukung Perang yang terkait.
Sebanyak 30 personel untuk pengamanan Kajati dan 10 personel untuk pengamanan Kajari.
Peranan TNI dalam hal ini telah ditegaskan oleh Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar sebelumnya.
“Pengawalan oleh TNI mencakup area sekitar kejaksaan dan beberapa wilayah lainnya (yang masih dalam proses). Ini merupakan bagian dari kolaborasi antara TNI bersama kejaksaan,” jelasnya ketika diwawancara minggu lalu.
Banyak pihak mengkritik kerja sama ini, termasuk koalisi masyarakat sipil, ahli hukum, dan mantan menteri.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan bahwa kejaksaan tidak termasuk dalam kategori objek vital nasional yang harus dilindungi oleh TNI.
Ini mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) No. 63 Tahun 2004 yang membahas tentang Perlindungan Objek Kritis Nasional.
Menurut Mahfud, otoritas TNI untuk mendukung pemeliharaan keamanan kejaksaan baru dapat dijalankan jika Presiden Prabowo Subianto melakukan perubahan atau peninjauan ulang terhadap Keputusan Presiden itu.
Di dalam Undang-Undang Kejaksaan serta Revisi Undang-Undang TNI yang telah disetujui terbaru pun tidak menentukan tugas pengamanan itu.
“Pertanyaannya adalah, apakah kejaksaan merupakan aset strategis bagi negara? Menurut Keputusan Presiden No. 63 tahun 2004, institusi tersebut tak disebutkan dalam dokumen tersebut,” ungkap Mahfud seperti dilansir dari acara ROSI Kompas TV pada hari Jumat, tanggal 16 Mei 2025.
Mahfud berpendapat, keberadaan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) tidak bisa dijadikan alasan untuk TNI mengamankan kantor-kantor kejaksaan di Indonesia.
“Sebab, Jampidmil memiliki kantor sendiri, bukan berada di kejaksaan, kan ada auditur militer, pengadilan militer, bukan hanya karena ada Jampidmil, lalu seluruh kejaksaan di Indonesia dijaga TNI,” kata Mahfud.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso sebelumnya juga mengungkapkan, gedung kejaksaan bukan obyek vital, melainkan kantor pemerintahan dalam bidang penegakan hukum.
“Sarana penting nasional yang memiliki sifat strategis merupakan sarana yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat luas, kemuliaan dan martabat negara, serta kebutuhan nasional yang di tentukan melalui putusan pemerintahan,” jelas Sugeng.
Apa saja yang obyek vital nasional?
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2024, objek vital nasional merujuk pada area atau lokasi, gedung atau instalasi, serta bisnis yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat luas, kepentingan negara, dan/atau sumber penghasilan negara yang memiliki posisi penting.
Pengamanan meliputi berbagai upaya, tugas, dan aktivitas untuk mencegah, menghalangi, menyelesaikan masalah, serta mempertimbangkan aturan hukum atas semua jenis ancaman dan gangguaran yang dialamatkan pada aset penting negara.
Berikut adalah kriteria-kriteria yang mencakup aset penting nasional:
1. Mencukupi keperluan dasar sehari-hari: seperti contohnya sarana produksi dan pendistribusian makanan, air minum, serta sumber daya energi.
2. Ancaman serta gangguan yang dialami menyebabkan bencana bagi kemanusiaan dan pembangunan: Misalnya seperti rumah sakit dan struktur vital lainnya.
3. Ancaman dan gangguan terhadapnya mengakibatkan kekacauan transportasi dan komunikasi secara nasional: contohnya, bandara, pelabuhan, dan pusat komunikasi.
4. Ancaman serta gangguan yang dialami menyebabkan tersendainya jalannya pemerintahan negara: Termasuk kantor-kantor pemerintahan dan instalasi militer.
Berdasarkan Pasal 4, tugas pengamanan diserahkan oleh pemerintah kepada Polri.
“Kepolisian Negara Republik Indonesia berkewajiban memberi bantuan pengamanan terhadap obyek vital nasional,” tulis Pasal 4 ayat (2) beleid tersebut.
Pihak yang bertanggung jawab atas fasilitas penting di negara ini bekerja sama dengan Polri untuk mengatur susunan keamanan baku setiap aset kritis. Ini mencakup jumlah staf serta peralatannya yang digunakan dalam proses perlindungan tersebut.
Penyisihan tenaga ini seharusnya didasarkan pada keperluan serta estimasi dari potensi ancaman atau hambatan yang bisa terjadi.
Pada Pasal 7, Polri dapat mengajukan permohonan dukungan ke TNI terkait masalah tersebut.
“Pada saat melakukan penjagaan terhadap aset strategis negara, Kepolisian Republik Indonesia memiliki hak untuk mengajukan dukungan dari pasukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku,” demikian keterangan aturan tersebut.
Mahfud menilai, pengamanan kejaksaan oleh TNI bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang Kejaksaan serta Undang-undang Tentara Nasional Indonesia tidak mengizinkan anggota yang bertugas secara aktif untuk melakukan tindakan perlindungan terhadap lembaga penerapan hukum masyarakat.
Mahfud merujuk pada isi UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan Pasal 8A yang menetapkan bahwa jaksa berhak bersama dengan keluarganya untuk memohon dan menerima perlindungan spesial terhadap ancaman keamanan pribadi mereka.
Berdasarkan aturan tersebut, perlindungan seharusnya dimintakan kepada kepolisian.
Dia mengatakan, “Yang tersebut menyebutkan bahwa hak untuk memohon perlindungan terhadap ancaman keselamatan harus diajukan kepada polisi, jelas tertulis di sana, bukannya ke TNI.”
“Pada undang-undang yang saya sebutkan tersebut, UU Kejaksaan Agung menyatakan bahwa jika seseorang ingin mengklaim hak mereka dan mencari perlindungan, hal ini harus dilakukan di Polri, bukannya TNI. Mengapa kini prosesnya berubah menjadi melapor kepada TNI?” ungkap Mahfud.
Melanggar?
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menyatakan bahwa penugasan angkatan militer dalam mengamankan lembaga kejaksaan tingkat nasional maupun daerah bertentangan dengan undang-undang dasar UUD 1945 serta ketentuan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tap VII/2000 yang membahas peranan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (PolRI).
Dalam aturan itu ditegaskan TNI sebagai aparat pertahanan, bukan aparat keamanan.
Menurut dia, melanggar aturan undang-undang mengacaukan jalannya negeri, termasuk interaksi di antara institusi negara, penyebaran wewenang, Undang-Undang Dasar (Konstitusi), dan sistem pemerintahan.
“IPW menekankan kepada Presiden dan DPR untuk mengadakan diskusi yang mendalam tentang pelanggaran UUD serta TAP MPR VII/2000 yang telah dilanggar oleh TNI saat melaksanakan tugas keamanannya di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri se-Indonesia,” ungkap Sugeng.
Pasal yang diabaikan adalah Pasal 30 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 serta Pasal 2 dari Ketentuan MPR No.VII/MPR/2000.
Misalnya dalam Pasal 30 ayat (3), disebutkan bahwa Tentara Nasional Indonesia tersusun dari TNI AD, TNI AL, dan TNI AU yang berfungsi sebagai instrumen negara dengan tugas untuk menjaga, melindungi, serta merawat kesatuan dan kemerdekaan negera.
Pada saat bersamaan, tanggung jawab keamanan di berikan kepada Polri sebagaimana tercantum pada Pasal 30 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945.
Pengamanan kepolisian oleh militer juga tak sesuai dengan Pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 2025 tentang TNI, yang mencantumkan tugas utama Tentara Nasional Indonesia.
Kapuspen TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi menggarisbawahi bahwa semua jenis dukungan dari TNI diberikan sesuai dengan permohonan formal dan keperluan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dia mengonfirmasi bahwa penugasan dijalankan sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.
“Prinsip-prinsip seperti professionalisme, netralitas, serta kerjasama antar lembaga selalu dijunjung tinggi oleh TNI,” tegas Kristomei awal minggu ini.
Dia merasa tak ada halangan dalam kolaborasi di antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kejaksaan Agung (Kejagung), sehingga kegiatan penjagaan masih akan terus berlangsung.
“Tiada kesalahan dalam bekerja sama dan berkolaborasi antara institusi,” ujarnya.
Alasan KSAD Jenderal Maruli Perintahkan Prajurit Jaga Kantor Kejaksaan Seluruh Indonesia
Salinan dokumen surat telegram nomor ST/1192 dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang ditujukan untuk para Pangdam sejak Sabtu (10/5/2025) malam bocor ke kalangan media
Di dalamnya termuat penjelasan bahwa dasar diterbitkannya surat telegram itu adalah Telegram Panglima TNI Nomor TR/422/2025 tanggal 5 Mei 2025 tentang perintah penyiapan dan pengerahan personel TNI untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh wilayah Indonesia.
Perintah juga diberikan kepada stafnya agar mempersiapkan diri untuk mengirim personil bersama dengan peralatannya dan kelengkapannya.
Kepala Dinas Penerangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (Kadispenad), Brigjen TNI Wahyu Yudhayana mengumumkan instruksi dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Marili Simanjuntak agar membantu dalam penjagaan kejaksaan.
SuratTelegram No. ST/1192/2025 yang dikeluarkan pada tanggal 6 Mei 2025 berisi instruksi agar unit-unit terkait membantu dalam menjaga keamanan kejaksaan tinggi serta kejaksaan negeri se-Indonesia.
Surat itu memerintahkan agar unsur TNI AD menyediakan sebuah peleton yang terdiri dari 30 orang anggota untuk tugas pengamanan pada level kejati dan satu regu dengan 10 orang anggota untuk level kejari.
Brigjen Wahyu mengatakan bahwa isi surat yang dikirim kepada panglima komando daerah militer (Pangdam) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) tersebut berhubungan dengan kolaborasi dalam hal pemeliharaan keamanan di sekitar lembaga kejaksaan.
“Akan dikerjakan selanjutnya adalah kolaborasi dalam hal pemeliharaan keamanan berdasarkan lembaga, sesuai dengan pembentukan struktur Jampidmil (Menteri Kejaksaan Agung untuk Kasus Kriminal Militer) di kantor kejaksaan,” katanya pada hari Minggu (11/5/2025), di Jakarta, seperti yang dirilis oleh Antara.
Dia menyebutkan bahwa adanya elemen keamanan dari TNI di lembaga kejaksaan adalah sebagian dari dukungan untuk struktur yang sudah tertata dengan baik dan berjenjang.
Jumlah anggota yang direncanakan tersebut sesuai dengan struktur standar, namun saat diimplementasikan akan dityesuaikan.
“Pada praktiknya, jumlah anggota yang akan ditugaskan dari segi teknis disusun dalam tim beranggotakan dua sampai tiga orang serta disesuaikan dengan kebutuhan atau permintaan,” jelasnya.
Berdasarkan surat telegram tersebut, disampaikan bahwa pelaksanaan penugasan tersebut dimulai pada Mei 2025 sampai dengan selesai.
Brigjen Wahyu juga menjelaskan, sebenarnya kegiatan pengamanan ini sudah berlangsung sebelumnya dalam konteks hubungan antarsatuan.
TNI AD, kata dia, akan selalu bekerja secara profesional dan proporsional serta menjunjung tinggi aturan hukum sebagai pedoman dalam setiap langkah dan kegiatannya.
Delapan kerja sama
Dia menyebutkan bahwa kerjasama itu meliputi delapan poin utama.
Pertama, pendidikan dan pelatihan.
Kedua, pertukaran data guna mendukung pelaksanaan hukum.
Ketiga, tugas pasukan TNI di sekitar Lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia.
Keempat, tugas jaksa sebagai pengawas di Oditurat Jenderal TNI.
Kelima, dukungan serta bantuan dari pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam melaksanakan tanggung jawab dan peranan Jaksa.
Enam, dukungan terhadap TNI dalam ranah Perdata dan Tata Kelola Negara mencakup pendampingan hukum, bantuan hukum baik secara litigasi maupun non-litigasi, pelaksanaan penegakan hukum, serta berbagai bentuk tindakan hukum lainnya;
Ketujuh, penggunaan fasilitas dan infrastruktur guna memperkuat penunjang pelaksanaan kewajiban serta peran yang dibutuhkan.
Kedelapan, sinkronisasi aspek teknis investigasi dan proses peradilan bersama dengan manajemen kasus terkait.
Kristomei menyatakan bahwa semua jenis dukungan TNI diberikan sesuai dengan permohonan formal dan keperluan yang telah ditetapkan, sambil tetap mematuhi peraturan hukum yang berlaku.
“TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergitas antar-lembaga,” kata Kristomei.
“Hal ini juga sebagai pengejawantahan tugas pokok TNI sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang untuk Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ”
Tak Termasuk Kejagung, Apa Saja Objek Vital yang Perlu Dijaga TNI?
”