- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
controversies, news, politics, politics and government, politics and lawcontroversies, news, politics, politics and government, politics and law - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
7
lowongankerja.asia
Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, memberikan komentar mengenai spekulasi pemakzulan terhadap Gibran.
Menurut Mahfud MD, proses impeachment Gibran hampir mustahil terealisasi dari sudut pandang politik.
Tidak berdasar pula Mahfud MD mengungkapkan hal tersebut.
Karena menurutnya, koalisi Prabowo Subianto-Gibran sekarang cukup luas dan telah menyentuh angka 81 persen.
Sementara itu, untuk mengajukan pemakzulan terhadap presiden atau wakil presiden, proses harus dimulai dengan rapat pleno DPR yang melibatkan setidaknya dua pertiga dari jumlah anggotanya.
Jika melihat dominansi kekuatan politik dari koalisi Prabowo-Gibran, menurut Mahfud, sidang pleno tersebut akan sangat susah direalisasikan.
“Pemakzulan Gibran menurut aspek hukum tata negara mungkin dilakukan secara teoritis, namun dalam konteks politik hal tersebut bakal menghadapi tantangan yang besar,” jelasnya seperti dicatatkan Tribunnews melalui kanal YouTube resmi Mahfud MD pada hari Rabu (7/5/2025).
“Tidak mungkin melakukan pemakzulan secara politik karena sekali lagi koalisi mereka (Prabowo-Gibran) telah mencapai 81 persen,” ujar Mahfud.
Mahfud juga menyebutkan bahwa dari sudut pandang hukum negara, ada enam poin yang bisa mengakibatkan presiden atau wakil presiden diberhentikan sewaktu-waktu sesuai dengan isi Pasal 7A UUD 1945.
Pasal itu menyebutkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden bisa dipecat dari posisi mereka selama masa jabatan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui ajuan Dewan Perwakilan Rakyat jika sudah jelas adanya pelanggaran hukum seperti pengkhianatan kepada negara, suap menyuap, kejahatan serius lainnya, atau perilaku yang mencemarkan nama baik. Selain itu, hal ini juga termasuk bila ternyata keduanya tak lagi layak menjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Walaupun nanti DPR bisa menyelenggarakan sidang plenonya, Mahfud menegaskan bahwa prosesnya masih akan berlangsung cukup lama di Mahkamah Konstitusi (MK).
Setelah itu, sambungnya, akan kembali diteruskan kepada DPR agar dapat diajukan ke MPR.
Oleh karena itu, Mahfud MD mengatakan bahwa pembatasan jabatan terhadap Gibran sangatlah mustahil dalam konteks politik.
“Maka dari segi hukum bisa jadi demikian. Namun, dalam konteks politik hal itu sungguh mustahil,” ungkap Mahfud.
Meskipun begitu, Mahfud menganggap bahwa tidak ada hal-hal yang mutlak hitam atau putih dalam dunia politik.
Dia kemudian menyebutkan beberapa peristiwa bersejarah terkait pengunduran diri para presiden sebelumnya, mulai dari Soekarno, Soeharto, sampai Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Namun, politik bukanlah sekadar hitam dan putih. Dalam realitasnya, pemakzulan presiden selalu melampaui batas norma dan undang-undang yang berlaku,” jelas Mahfud.
“Yang dimaksud di sini adalah rekayasa konstitusi untuk memberikan kesan keabsahan, dan inti dari hal ini sebenarnya terletak pada aspek politik,” katanya.
Menurut Mahfud terkait alasan purnawirawa TNI mengenai pemakzulan Gibran
Sebelumnya, usulan pemakzulan Gibran itu disampaikan oleh para purnawirawan TNI karena menurut mereka, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Karena hal itu, mereka sepakat mengusulkan pergantian wapres melalui mekanisme Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Mengenai hal ini, Mahfud berpendapat, pelanggaran yang dibuat oleh MK atau siapapun, jika dikonsolidasikan dengan kekuatan baru, maka akan menjadi mengikat.
“Bila terjadi suatu pelanggaran hukum lewat MK atau apa pun, walaupun merupakan kesalahan, jika dapat disahkan ulang oleh otoritas baru, maka hal tersebut akan menjadi mengikat dan diakui sebagai bagian dari aturan baru,” katanya.
Mahfud menyebut bahwa ia sadar bila putusan MK tentang Pemilu 2024 tersebut bertentangan dengan aturan.
Akan tetapi, sejak MK telah membuat keputusan, Mahfud berpendapat bahwa dirinya tidak memiliki pilihan lain selain menaatinya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh para hakim tersebut.
Sebab, putusan oleh sang hakim menjadi resmi dan berkuatan hukum ketika disahkan, walaupun kemudian terdapat sebuah pelanggaran saat pengambilan keputusannya.
Oleh karena itu, saya mengerti bahwa keputusan MK tersebut menyalahi aturan, karena langkah-langkahnya telah ditentukan dengan jelas, namun setelah MK menyatakan hal ini sebagai akhir, saya pun merasa selesaikah demikian, dan saya patuh terhadap keputusan para hakim.
“Sebab putusan hakim yang diambil dengan cara yang benar tersebut menjadi mengikat ketika disahkan, walaupun nanti terdapat pelanggaran selama proses pembuatan,” tegasnya.
Jika pelanggaran tersebut ingin dibahas ulang, menurut Mahfud, hal itu akan menjadi masalah politik, bukan lagi soal konstitusi.
“Jika terjadi pelanggaran ketika melakukannya, kemudian dibawa kembali ke ranah politik, bukan masalah konstitusi, selanjutnya akan menjadi pertarungan kekuatan,” ujarnya.
Sehubungan hal tersebut, pemakzulan terhadap Gibran diajukan oleh para purnawirawan TNI ketika mereka bertemu pada acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI bersama Tokoh Masyarakat yang berlangsung di daerah Kelapa GADING, Jakarta UTARA, Jumat (18/4/2025).
Total pensiunan yang telah menandatangani dukungan untuk pengunduran diri Gibran mencakup 103 perwira tinggi jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, serta 91 kolonel.
Ketika para mantan anggota TNI tersebut bertemu, mereka mengajukan delapan tuntutan politik, di antaranya adalah permintaan untuk mengganti Gibran.
Delapan poin tersebut juga dikenal sebagai sudah ditanda tangani oleh mantan Panglima ABRI dan bekas Wapres era Soeharto, Jenderal Purn. TNI Try Sutrisno; Mantan Menteri Agama Fachrul Razi; Ketua Staf Angkatan Darat (KSAD) dari tahun 1999 hingga 2000, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto; Ketua Staf Angkatan Laut (KASL) yang menjabat antara tahun 2005 sampai dengan 2007, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto; serta Ketua Staf Angkatan Udara (KSAU), yaitu Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan dalam kurun waktu pada tahun 1998 hingga 2002.
Artikel ini sudah dipublikasikan di Tribunnews.com berjudul
Penanganan Pemakzulan Gibran Diperkirakan sangat Tidak Mudah Secara Politik, Mahfud Membincangkan Koalisinya dengan Prabowo-Gibran
Ikuti informasi terkini lainnya di kanal-kanal berikut:
Channel WA
,
Facebook
,
X (Twitter)
,
YouTube
,
Threads
,
Telegram