- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
education, politics, politics and law, public education, schoolseducation, politics, politics and law, public education, schools - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
6
PR Kalsel, KEDIRI
— Dewan Pimpinan Pusat dari Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) bekerja sama dengan Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri untuk mengadakan kegiatan tersebut.
Pembinaan untuk Tim Pencegahan dan Pengelolaan Kekerasan (TPPK)
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan suasana belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan di antara sekolah dan pesantren.
Pelatihan yang berlangsung dalam format campuran diadakan pada hari Sabtu (24/5), bertempat di Ponpes Wali Barokah, dengan keikutsertaan lebih dari seratus guru, administrator pondok pesantren, dan wakil-wakil institusi pendidikan yang tergabung dalam LDII. Data mencatatkan bahwa sebanyak 290 lembaga pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas dari seluruh wilayah Indonesia ikut bergabung melalui platform daring.
Ketua DPP LDII, Rubiyo, dalam pidatonya menggarisbawahi signifikansinya menciptakan lingkungan pembelajaran yang aman serta kondusif guna mensupport pertumbuhan menyeluruh para pelajar. “LDII bertujuan meraih visi sekolah dan pondok pesantren tanpa adanya tindak kekerasan dengan cara meningkatkan pendidikan moral berdasarkan 29 nilai mulia,” katanya.
Rubiyo menggarisbawahi bahwa pelatihan ini mencerminkan dukungan LDII kepada keputusan pemerintah, lebih spesifik lagi Peraturan Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 yang berfokus pada upaya Pencegahan dan Pengelolaan Kekerasan dalam Lingkup Pendidikan. “Peraturan ini mensyaratkan penyiapan Tim Pusat Pelaporan dan Konseling (TPPK) di seluruh tahap pendidikan mulai dari PAUD sampai dengan tingkat SMA,” ungkapnya.
Sekolah yang Aman, Nyaman, dan Menggembirakan (SANM)
LDII benar-benar selaras dengan kebijakan itu,” tandasnya.
Kepala Pusat Pengembangan Karakter (Puspeka) Kementerian Pendidikan, Teknologi, dan Penelitian Sains, Rusprita Putri Utami, juga memberikan penghargaan atas inisiatif LDII yang mendukung sekolah-sekolah tanpa kekerasan. Dia menegaskan bahwa upaya LDII sesuai dengan tujuan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto serta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yaitu menciptakan pendidikan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
Namun, Rusprita menyuarakan keresahan tentang masalah kekerasan yang masih sering terjadi di lingkungan sekolah. Menurut data Asesmen Nasional tahun 2022, sepertiganya siswa di Indonesia berpotensi menjadi korban pelecehan seksual atau perundungan, sementara seperempat lainnya rentan menerima bentuk diskriminasi fisika. Selain itu, menurut catatan KPPPA lewat sistem SIMFONI PPA, telah ada lebih dari dua ribu insiden penyalahgunaan seksual pada anak-anak selama tahun 2024.
Dia menggarisbawahi kesesuaian pembentukan satuan tugas dan tim pengelola pelaporannya sebagai respon yang tepat terhadap aduan tentang kekerasan. “Ruang lingkup pendidikan perlu menjadi tempat yang aman dari segi fisikal, mental, serta online.” Dia menyatakan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh LDII sungguh jitu dalam mempromosikan partisipasi seluruh pemangku kepentingan guna menciptakan kondisi seperti itu.
Rusprita menguraikan tiga elemen penting dalam menciptakan sebuah sekolah ideal: unsur
aman
(aspek kebebasan dari kekerasan, persiapan menghadapi bencana, keamanan daring, serta lingkungan yang bersih); aspek
nyaman
(mendorong pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara menyeluruh); serta aspek
menyenangkan
(tempat untuk kreativitas, hobi, dan pengekspresian diri). “Kami mengapresiasi LDII karena sudah memulai program pelatihan TPPK,” katanya.
Dr. Riko Lazuardi, seorang ahli jiwa dari RSUD Bhakti Dharma Husada Surabaya, ikut memberikan peringatan mengenai efek psikologis akibat tindakan kekerasan pada siswa. Dia menjelaskan bahwa perilaku penganiayaan seringkali luput dari kesadaran korban dan hal ini dapat memicu berbagai masalah mental seperti munculnya mimpi yang menyeramkan, rasa cemas yang tinggi, hingga risiko besar untuk berkembang menjadi pelaku kekerasan di masa depan.
Riko menggarisbawahi pentingnya adanya prosedur standar dalam menangani kasus kekerasan di lingkungan sekolah. “Gejala-gejala seperti self-harm, ketidaktenangan, bahkan upaya bunuh diri perlu ditanggapi dengan cepat oleh tim ahli melalui bantuan krisis yang penuh belas kasihan serta fokus pada perlindungan korban,” tegasnya.
Dia juga mengajak institusi pendidikan menciptakan mekanisme lapor yang aman dan terbuka. “Kesediaan korban untuk berkata jujur perlu dihadapi dengan tanggapan sungguh-sungguh, bukannya disembunyikan,” tandasnya.
Pelatihan tersebut juga disertai oleh Ketua Ponpes Wali Barokah KH Sunarto, Kepala UPT TIKP Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Mustakim, Ketua Departemen Pengabdian kepada Masyarakat DPP LDII H. Muslim Tadjuddin Chalid, dan Ketua DPW LDII Jawa Timur H. Amrozi Konawi.