- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
cuisine, culinary arts, culture, food and drink, food culturecuisine, culinary arts, culture, food and drink, food culture - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
3
– Mendekati hari raya Idul Adha, harum kue sudah menguar di berbagai dapur penduduk di Bangka Belitung. Namun, terdapat salah satu varian kue yang senantiasa menjadi pusat perhatian yaitu kue setengah bulan. Ciri khusus bentuknya yang melengkung, ditaburi dengan gula halus, serta teksturnya yang renyah dan rasanya yang gurih membuat siapapun tidak akan puas hanya memakan satu saja.
Tidak hanya menjadi cemilan sehari-hari, kue-kue ini membawa narasi panjang yang telah mengiringi peringatan hari raya umat Muslim di Bangka Belitung selama bertahun-tahun. Sebut saja cerita Maya, sang ibu rumah tangga yang telah setia meracik kue bulaen atau kue berbentuk bulan sabit tersebut hampir tiga dekade lamanya saat mendekati hari besar keagamaan.
Jika sudah mendekati Idul Adha, tentu saja akan menjadi sangat sibuk di dalam dapur,” ujar Maya sembari mengatur toples-toples berisikan kue crescent yang telah disiapkan menyambut hari spesial tersebut pada Sabtu (31/5/2025). “Kue setengah bulan ini sudah menjadi bagian dari tradisi kami; rasanya seperti tak komplit jika tidak ada.
Menurut Maya, penduduk desa asalannya memiliki tradisi unik dalam merayakan hari raya. Di samping ritual kurban, mereka juga menandai momen tersebut dengan hidangan lezat yang penuh kesukaan, termasuk salah satu sajian penting yaitu camilan manis kecil yang dilapisi gula ini.
“Waktu masih kecil, saya sering melihat ibu membuat kue ini. Kini, saya meneruskannya kepada anak-anak kami. Ini lebih dari sekadar tentang rasanya; itu telah menjadi sebagian dari ingatan keluarga,” katanya.
Tampilan bulan sabit yang istimewa itu tidak hanya desain kosong. Di dalam warisan budaya Melayu serta jejak adat Arab yang sempat berkunjung di Bangka Belitung, simbol bulan sabit sering kali mewakili harapan dan permohonan. Tidak mengherankan jika kue tersebut masih bertahan hingga generasi demi generasi.
Kue ini tidak hanya populer pada perayaan Iduladha, tetapi juga kerap hadir dalam acara Idulfitri. Ada pula orang-orang yang mengenalinya sebagai “kue dua hari raya”. Namun anehnya, ketika Iduladha datang, sajian tersebut terasa semakin memberi nuansa kehangatan lantaran umumnya dinikmati bersama keluarga setelah upacara pemotongan hewan qurban dan berbuka puasa bersama.
Masyarakat di Pulau Bangka Belitung memiliki metode unik sendiri untuk menyambut perayaan hari-hari besar agama. Walaupun berada jauh dari keriuhan perkotaan yang padat, mereka masih setia melestarikan adat istiadatnya secara sederhana tapi begitu berkarakter.
Saat ini, walaupun berbagai macam kue modern terus berkembang, kue bulan sabit masih tetap eksis. Justru semakin diminati seiring dengan rasa yang tidak pernah hilang dimakan zaman serta memori menggambarkan masa lalu itu sendiri.
“Meskipun anak-anak zaman now mungkin lebih menyukai kue modern, namun kue bulan sabit ini unik. Terdapat sensasi kedamaian keluarga didalamnya,” jelas Maya sambil mengulum senyum.
Dalam keriuhan dan persiapan untuk perayaan Idul Adha, adanya kue berbentuk bulan sabit tampaknya mengingatkan kita bahwa kegembiraan dapat berasal dari hal-hal yang sederhana. Di dalam dapur yang sederhana ini, hangatnya suasana berkumpul bersama keluarga, tetangga, serta warisan kenangan yang selalu dilestarikan masyarakat di Bangka Belitung. ***