- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
controversies, corruption, crime, indonesia, newscontroversies, corruption, crime, indonesia, news - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
6
lowongankerja.asia
,
Jakarta
– Suparta, mantan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), tersangka dalam kasus diduga penyuapan sistem perdagangan barang-barang timah di area IUP PT Timah Tbk dari tahun 2015 sampai dengan 2022, telah meninggal dunia.
Suparta yang sudah divonis 19 tahun penjara karena terkait kasus scandale tersebut.
korupsi timah
Tersebut, meninggal dunia pada Senin, 28 April 2025. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatkan (Ditjenpas) Jawa Barat, Kusnali, mengungkapkan detail kejadian kematiannya.
Diketahui bahwa
Suparta
merupakan narapidana yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cibinong, yang berlokasi di Pondok Rajeg, Kota Cibinong, Jawa Barat. Selain hukuman penjara, ia juga diwajibkan membayar kerugian negara senilai Rp 4,57 triliun akibat tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Berdasarkan laporan dari Kanwil Ditjenpas Jawa Barat, Kusnali menegaskan bahwa Suparta telah meninggal karena serangan jantung. Sebelum insiden tersebut terjadi, dia pernah mengeluh tentang keadaan kesehatannya ketika masih berada di dalam Lapas.
“Dalam laporan atensi kalapas, dua kali atas permintaan sendiri, Suparta diperiksa di klinik lapas, tapi tidak diketahui penyakitnya,” kata Kusnali saat dihubungi Tempo, Selasa, 29 November 2025.
Berdasarkan laporan Antara pada tanggal 29 April 2025, majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta telah menghukum Suparta dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1 Miliar beserta sanksi tambahan enam bulan kurungan apabila denda tersebut tak tertunaikan. Selain itu, terdakwa juga wajib membayar ganti kerugian berupa uang sebanyak Rp 4,57 Triliun; bila pembayaran ini gagal dilakukan maka akan digantikan oleh masa tahanan tambahan dua ribu sembilan ratus empat puluh hari.
Namun, pada Februari 2025, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukumannya dalam putusan banding menjadi 19 tahun penjara. Denda tetap dipertahankan sebesar Rp 1 miliar dengan ancaman kurungan 6 bulan jika tidak dibayar, sedangkan hukuman pengganti untuk uang pengganti yang tidak dilunasi ditingkatkan menjadi 10 tahun penjara.
Menentang keputusan banding yang ada, Suparta selanjutnya mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung, seperti halnya yang sudah di konfirmasikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Harli.
Dalam kasus serupa, Alwin Albar, yang mengemban posisi Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk dari 2017 sampai 2020, divonis 10 tahun kurungan sehabis terbukti bersalah atas skandal suap manajemen perdagangan komoditi timah di area IUP PT Timah Tbk yang berlangsung mulai tahun 2015 hingga 2022.
Pemimpin panel hakim, Fajar Kusuma Aji, mengumumkan bahwa Alwin dengan jelas dan yakin dinyatakan terbukti melakukan tindakan kriminal korupsi secara kolektif.
“Juri pengadilan menyatakan bahwa vonis atau sanksi yang diberikan kepada tersangka sepertinya telah mencapai kesetaraan keadilan dan menguntungkan tersangka serta masyarakat,” ujar Ketua Juri pada persidangan pembacaan putusan Majelis Hakim di Pengadilan Tindakan Korupsi Jakarta, Senin.
Sementara itu,
Kejaksaan Agung
menyatakan bahwa kewajiban untuk mengeluarkan dana gantian sebesar Rp 4,5 triliun yang tadinya ditetapkan terhadap Suparta, orang yang sudah meninggal, mungkin akan dipindahkan ke pihak keturunan-nya.
Kepala Badan Informasi dan Hak Asuh Kejaksaaan Agung, Harli Siregar, mengatakan bahwa kematian sang tersangka menimbulkan penghentian kasus hukuman pidana.
“Merujuk pada Pasal 77 KUHP, pasal tersebut secara essensial menyatakan bahwa hak dan wewenang untuk melaksanakan penyelidikan atau pengadilan hilang apabila orang yang menjadi perhatian sudah meninggal,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, seperti dilaporkan Antara, tanggal 29 April 2025.
Meskipun begitu, hal itu tidak serta-merta membatalkan kewajiban untuk membayar dana gantinya yang sudah diputuskan oleh pengadilan.
Harli menyebutkan bahwa sesuai dengan Pasal 34 UU No. 31 Tahun 1999, laporan persidangan milik terdakwa yang sudah meninggal harus diantar oleh jaksa penuntut umum ke jaksa pengacara negara untuk diajukan gugatan perdata dan menjadi langkah dalam usaha pemulihan kerugian bagi negara.
Raden Putri Alpadillah Ginanjar
berkontribusi dalam penulisan artikel ini.