- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, controversies, environmentalism, news, politicsbusiness, controversies, environmentalism, news, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
6
, JAKARTA –
Kontroversi terkait pertambangan di area Raja Ampat, Papua Barat Daya sekali lagi menarik perhatian masyarakat.
Ini mengundang keprihatinan terkait dampak lingkungannya; meskipun demikian, beberapa pemimpin dari kalangan bisnis menyatakan bahwa sektor pertambangan masih merupakan salah satu pondasi utama bagi ekonomi negara serta perubahan energinya.
Sekretaris Jenderal Dewan Pengelola Pusat Persatuan Pengusaha Muda Indonesia (Dewan Pengelola Pusat HIPMI), Anggawira, menegaskan bahwa masalah lingkungan terkadang digunakan sebagai senjata oleh pihak luar negeri.
Dia mengharapkan masyarakat untuk tidak terjebak oleh berita bohong dari luar negeri tentang pencemaran lingkungan akibat pertambangan nikel ini.
“Kritik yang tidak adil terhadap perusahaan pertambangan dalam negeri dapat merusak reputasi investasi, tingkat persaingan, serta kesetabilan kebijakan pengolahan pasca pengeboran. Kami harus mencegah narasi luar menjatuhkan pandangan publik dengan cara yang timpang,” ungkap Anggawira dalam siaran resminya pada Minggu (8/6/2025).
Menurut dia, Indonesia perlu memiliki kedaulatan penuh dalam mengatur cerita tentang pengelolaan sumber dayanya.
“Kita harus memastikan tidak terpengaruh oleh pendapat asing, sedangkan mereka di negeri mereka sendiri menerapkan metode penambangan yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan,” ungkapnya sebagai Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo).
Menurutnya, sektor pertambangan tidak dapat lagi dianggap sebagai kegiatan ekonomi tradisional.
Pada saat ini, pertambangan memiliki peranan penting dalam jaringan pasokan global untuk teknologi di masa depan.
“Yang kita bahas bukanlah pertambangan tradisional. Melainkan peranan nikel dan tembaga yang penting untuk pembuatan baterai, mobil listrik, sumber daya terbarukan, serta transformasi digital di seluruh dunia. Tanpa partisipasi Indonesia, proses ini akan menghadapi tantangan besar,” tegasnya.
Pilar Ekonomi dan Energi
Sektor pertambangan diketahui memberikan kontribusi sebesar 6-7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Hal ini disebabkan oleh pembentukan puluhan hingga ratusan ribuan lapangan pekerjaan baru, serta peningkatan Pendapatan Non-Tax Badan Pengelola Keuangan Negara (PNPB KNG) dan royalti yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Sejak diundangkan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara No. 3 Tahun 2020, bersamaan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 96 Tahun 2021, pihak pemerintahan telah mencoba untuk menguatkan manajemen sektor ini, proses pemurnian nilai tambah produk pertambangan, serta meningkatkan kontrol terhadap dampak lingkungannya.
Namun menurut Anggawira, tantangannya bukannya terletak di peraturan, tetapi lebih kepada pelaksanaan hukum, kekonsistenan, serta sifat transparannya.
“Perlu ada penambangan yang sah, berkesinambungan, dan canggih. Pemerintah wajib mengambil tindakan keras terhadap pelanggaran, tetapi sekaligus melindungi serta menyediakan insentif untuk perusahaan yang mematuhi aturan,” ungkapnya dengan tegas.
Tambang Ramah Lingkungan
Anggawira pun mengomentari beberapa perusahaan pertambangan dalam negeri yang dianggap telah sukses melaksanakan operasinya dengan prinsip keberlanjutan dan kesadaran akan lingkungan.
Misalnya saja, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), yang terdiri dari Kaltim Prima Coal dan Arutmin, secara aktif melakukan rehabilitasi lahan dan pelestarian keanekaragaman hayati sehingga berhasil mendapatkan penghargaan Proper Hijau.
Selanjutnya, PT Merdeka Copper Gold Tbk menjalankan pertambangan emas serta tembaga yang didukung oleh prinsip partisipasi masyarakat dan keterbukaan informasi.
Selanjutnya, PT Vale Indonesia berhasil melaksanakan revegetasi area bekas tambangan serta membangun pabrik pengolahan bijih nikel.
Selanjutnya, PT Freeport Indonesia memimpin dalam pertambangan bawah tanah serta smelter di Gresik.
PT Bukit Asam (PTBA) mengubah lahan bekas tambang menjadi area wisata ramah lingkungan dan pertanian berproduktivitas tinggi.
“Lebih dari 30 perusahaan pertambangan menerima penghargaan Proper Hijau dan Emas dari Kementerian LHK pada tahun 2023,” demikian katanya menutup pembicaraan.
Diketahui pula, Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu telah memberikan tanggapan terkait ancaman kerusakan pariwisata alam di Pulau Piaynemo Raja Ampat karena adanya eksploitasi tambang nikel yang berlokasi di Pulau Gag.
Di depan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Bahlil Lahadalia, Kambu menyampaikan keterangannya yang mengatakan informasi tentang kerusakan pariwisata tersebut merupakan hoaks, hal ini disebabkannya lokasinya memang tidak berada di tempat yang sama.
Kambu menyebutkan telah memeriksa lokasi di Pulau Gag serta Pulau Piaynemo guna mengevaluasi pariwisata Raja Ampat dan area penambangan nikel bersama Menteri Bahlil pada hari Sabtu, 7 Juni 2025.
Dia menyebutkan bahwa air di tempat itu berwarna jernih biru dan tidak seperti kebanyakan perairan yang memiliki warna coklat.
“Barusan kita telah mencapai Pulau Gag, warna airnya biasanya coklat tetapi saat kami kesana kemarin berubah menjadi biru. Kemudian informasinya Pulau Piaynemo cukup jauh dari lokasi Pulau Gag,” ungkap Kambu seperti dilansir dari akun X (Twitter) Wong Djowo pada hari Minggu, 8 Juni 2025.
Kambu menyebutkan bahwa tempat penambangan nikel di Pulau Gag sangat baik dari segi lokasinya dan sudah sesuai dengan standar kondisi lingkungannya.
Walau ada penambangan yang berlangsung di area tersebut, namun tempat itu pun mengalami proses reboisasi serta rehabilitasi sebagaimana menjadi kewajiban dari pihak yang melaksanakan proyek.
“Sudah terpenuhinya kewajiban hingga ke dermaga peningkatan tersebut, di mana seluruh airnya berwarna biru. Oleh karena itu, laporan tentang kerusakan lingkungan merupakan informasi yang tidak benar atau hoax. Kami menegaskan bahwa videonya kemungkinan besar berasal dari lokasi lain dan bukan dari Gag ataupun Piaynemo,” urai Kambu.
“Mereka (para perekam) mendapatkan informasi tersebut dari mana saja, kita sebenarnya tidak mengetahui dengan jelas tetapi satu hal yangpasti bukan berasal dari daerah penambangan di Pulau Gag,” tambah Kambu.
Saat berada di Pulau Gag, katanya, mayoritas komunitas lokal menyarankan Bahlil agar terus mengembangkan tambang tersebut.
Menurut masyarakat, adanya pertambangan dapat memberikan manfaat ekonomi yang baik untuk mereka.
“Saat kami tiba di tempat tersebut dan bertemu dengan warga setempat, baik anak-anak, dewasa, lansia pria atau wanita, semuanya berkata bahwa Bapak Menteri sebaiknya tak menghentikan proyek ini; malah harus diteruskan,” terangkan Kambu.
Menurutnya, sebagai pemerintah, Kambu pasti akan menyetujui apa yang diinginkan oleh warga lokal karena hal itu memberikan dampak positif pada ekonominya.
“Kehadirannya bertujuan untuk kemajuan masyarakat, mengapa kami perlu menyulitkan penduduk?” katanya.
Senada diungkapkan oleh Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam bahwa pihaknya tidak menemukan pencemaran lingkungan seperti video yang beredar saat ini.
“Ketika tiba di Pulau Gag, apa yang kami temukan ternyata berbeda dengan informasi yang selama ini beredar. Sudah sampailah kami di Pulau Gag dan telah mengeksplor sekitar pulau hingga ke area kantor perusahaan,” jelas Orideko Burdam.
Ketua Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD), Alfons Kambu, juga mengawasi secara langsung di Pulau Gag.
Seperti halnya Elisa Kambu dan Orideko Burdam, dia setuju bahwa kabar mengenai pencemaran di Raja Ampat sebenarnya merupakan informasi hoax.
Dia menyerukan kepada semua warga agar ikut serta membantu program pemerintah dengan cara berinvestasi.
Karena aturan tersebut dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta membantu pembangunan perekonomian komunitas adat.
“Ke depannya, kami dari MRPBD akan menangani masalah ini dengan lebih serius. Kami berencana bekerja sama dengan DPRP serta Gubernur untuk menyusun Perdasus terkait investasi yang bertujuan meningkatkan perekonomian, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat di area tambang tersebut,” jelas Alfons Kambu.