Konferensi Internasional Bahas Solusi Mengurangi Dampak Buruk Rokok di Indonesia

Konferensi Internasional Bahas Solusi Mengurangi Dampak Buruk Rokok di Indonesia



-Pada saat prevalensi merokok meningkat di Indonesia, yang sekarang dikenal sebagai negera dengan jumlah perokok tertinggi urutan tiga di seluruh dunia, para peneliti, ahli pendidikan, serta profesional kesehatan berasal dari beberapa negara bertemu di Bandung.

Mereka berpartisipasi dalam Konferensi Asia-Pasifik tentang Penanggulangan Bahaya 2025, suatu acara penting yang mementaskan metode terbaru untuk meminimalisir risiko akibat kebiasaan merokok di wilayah Asia-Pasifik.

Diorganisasi oleh The Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHAR) bersama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), konferensi ini memberikan platform untuk kolaborasi antar-disiplin dalam mendukung kebijakan kontrol tembakau yang lebih berbasis pengetahuan, fleksibel, dan memiliki dampak nyata terhadap masyarakat.

“Indonesia saat ini menghadapi situasi yang genting. Agar dapat melewati keadaan darurat kesehatan yang disebabkan oleh rokok, diperlukan strategi yang dibentuk atas dasar penelitian ilmiah, tidak cukup hanya dengan membuat peraturan secara spontan,” ungkap Prof. Rizki Abdulah, Waketun Unpad untuk Urusan Penelitian Kemitraan dan Pemasaran.

Rokok sudah sejak dulu menjadi akar masalah bagi banyak penyakit serius. Ini mencakup kanker paru-paru, kondisi jantung, stroke, dan bahkan kelainan pada masa hamil.

Sayangnya, metode tradisional untuk mengontrol kebiasaan merokok seperti melarang iklan, menjalankan kampanye tentang cara berhenti merokok, serta meningkatkan pajak masih belum berhasil memperkecil jumlah perokok dengan signifikan. Ini terutama berlaku bagi populasi yang lebih muda.

Melihat fakta ini,
harm reduction
Atau pendekatan reduksi dampaknya menjadi topik yang signifikan. Dalam hal tembakau,
harm reduction
Artinya menyediakan pilihan dengan tingkat risiko lebih rendah untuk para perokok yang masih belum dapat berhenti, sambil terus mendukung program penghentian merokok sebagai jawaban utamanya.

Prof. Amaliya dari Fakultas Kedokteran Giginya Universitas Padjadjaran menyatakan bahwa Indonesia tak boleh lagi bergantung pada metode tradisional.

“Kami memerlukan strategi yang lebih inovatif serta didukung oleh data. Hal ini tidak hanya terkait dengan peraturan, tetapi juga menyangkut kehidupan manusia. Kami harus menggabungkan penelitian, teknologi, tenaga medis, dan masyarakat,” jelas Amaliya.

Seorang pembicara utama pada pertemuan ini adalah Prof. Riccardo Polosa, ahli kedokteran internal dari Universitas Catania di Italia dan juga pendiri CoEHAR.

Pada kesempatan memberi pidato, ia menegaskan bahwa upaya pengurangan bahaya serta pemberhentian merokok sebenarnya tidak bertolak belakang satu sama lain, tetapi justru mendukung saling melengkapi.

“Jangan terperangkap dalam diskusi tentang teknik. Prioritas utama kami adalah menolong jiwa-jiwa dan membuka peluang kepada mereka yang berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kecanduan nikotin. Kami tak boleh memungkinkan prinsip-prinsip kaku mencegah perkembangan,” tegas Prof. Polosa.

Bukan hanya pembahasan secara teoritis saja, konferensi tersebut juga mempersembahkan beberapa proyek kerja sama seperti Proyek REPLICA antara Unpad dengan Universitas Catania, yang menggali data medis dari pelbagai metode penanggulangan dampak negatif. Di luar itu, turut diperkenalkan
Talent Research Award
untuk membantu para peneliti pemula di negara-negara sedang berkembang supaya dapat mengarahkan penelitian berstandar internasional.

Dalam pertemuan tersebut, para ahli menekankan poin utama: sains dapat menghasilkan jawaban. Tetapi untuk memastikan bahwa jawaban-jawaban ini bermanfaat bagi publik, diperlukan kebijakan maju, peraturan yang membantu, serta kerjasama di antara bidang kesehatan, pendidikan, dan teknologi baru.

Setiap tahun, merokok mengambil nyawa 8 juta orang secara global. Di samping itu, lebih dari 70 bahan kimia pada asap tembakau ternyata memiliki efek karsinogenik. Anak-anak serta wanita adalah pihak yang tak berdosa sebagai korban paparan asap rokok di lingkungan tempat tinggal mereka.

Sayangnya, hingga kini Indonesia belum mempunyai peraturan lengkap mengenai produk tembakau alternatif. Konferesi ini pun diharapkan dapat membawa asa baru, yakni penyelesaian masalah keberbahayaan rokok bukanlah hal yang mustahil dan saat ini tengah ditangani dengan serius oleh para ahli dunia.

“Mengurangi risiko tidak berarti mengakui kekalahan terhadap rokok. Ini berkaitan dengan penyelamatan lebih banyak nyawa melalui pendekatan yang lebih bijaksana,” tegas Prof. Riccardo Polosa.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *