- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, corruption, crime, news, scandalsbusiness, corruption, crime, news, scandals - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
14
lowongankerja.asia
,
Jakarta
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau
Sritex
Kembali mendapat perhatian publik. Setelah diumumkan bangkrut dan menghentikan pekerjaannya bagi ribuan orang pada bulan Februari yang lalu, sekarang salah satu pemimpinnya, Iwan Setiawan Lukminto, telah disebut sebagai tersangka dalam kasus suap. Sebagai komisaris utama PT Sritex, ia dicurigai merancang penggelapan dana berasal dari pinjaman bank milik negara untuk kepentingan Sritex.
“Dana yang diberikan itu tidak digunakan sesuai dengan tujuan pinjaman sebagai modal kerja, melainkan digunakan secara salah,” ujar Direktur Penyelidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar saat memberikan keterangan kepada media pada hari Rabu, 21 Mei 2025.
Qohar menyatakan bahwa dana pinjaman dari beberapa bank milik negara tersebut malahan dipergunakan oleh tersangka untuk melunasi hutang Sritex kepada pihak luar. Selebihnya dihabiskan untuk membeli properti tak bernilai produksi, seperti misalnya lahan.
“Bagi aset yang kurang menghasilkan, sebagian digunakan untuk membeli lahan. Lokasinya berada di beberapa daerah, seperti Yogyakarta dan juga Surakarta,” jelasnya.
Tempo
mengulas kembali cerita tentang kebangkrutan PT Garmen Sritex yang berujung pada pemimpinnya menjadi tersangka dalam skandal korupsi.
Sritex dinyatakan
pailit
Pada bulan Oktober tahun lalu, perusahaan tersebut dinyatakan bangkrut oleh pengadilan karena gagal melunasi hutangnya. Kegagalannya dalam mempertahankan operasional sebagai pabrikan seragam militer bagi beberapa negara disebabkan oleh masalah keuangan yang terjadi secara berturut-turut dampak dari pandeminya virus corona atau biasa kita kenal dengan sebutan Covid-19. Dalam setahun pada periode 2020 ini saja pendapatan Sritex mengalami penurunan drastis hingga mencapai nilai $847,5 juta. Namun di tengah situasi sulit seperti ini, biaya dasar penjualannya malahan meningkat signifikan yaitu dari total awal senilai US$ 1,05 milyar tumbuh menjadi US$ 1,22 miliar.
Sebenarnya, di tahun 2019 pendapatannya meningkat menjadi US$ 1,3 miliar yang merupakan kenaikan sebesar 8,52% dari tahun 2018. Berdasarkan jumlah ini, Sritex berhasil mengantongi laba bersih senilai US$ 85,32 juta atau kurang lebih setara dengan Rp 1,2 triliun, salah satunya berkat produksi masker serta peralatan perlindungan diri lainnya.
Di tahun 2021, Sritex mencatatkan kerugian bersih senilai US$ 1,08 miliar atau kurang lebih setara dengan Rp 15,4 triliun. Di paruh pertama tahun 2024 ini, jumlah kerugiannya berkurang menjadi US$ 25,73 juta atau sekitar Rp 421 miliar. Sedangkan beban keuangan perusahaan tersebut meningkat drastis dari angka Rp 13,43 triliun di tahun 2019 hingga naik menjadi Rp 26,2 triliun pada akhir tahun yang lalu.
Awal Kebangkrutan Sritex
Pembukaan kasus kebankrutannya PT Sritex dimulai saat perusahaannya dihadapkan dengan gugatan dari salah satu peminjamnya, yaitu CV Prima Karya, pada bulan Januari tahun 2022. Pada waktu tersebut, CV Prima Karya menyerahkan permohonan PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang kepada Sritex karena masalah finansial. Meskipun demikian, perusahaan berhasil melewati ancaman bangkrut setelah mencapai suatu persetujuan damai bersama para pemilik klaim individunya.
Diketahui bahwa utang PT Sritex mencapai Rp 26,2 triliun yang terdiri dari pinjaman oleh pihak ketiga senilai Rp 716,7 miliar serta klaim para kreditor konkurgen sebesar Rp 25,3 triliun. Usai menemukan kata sepakat, perusahaan berencana untuk melakukan restrukturisasi pada bagian pokok hutangnya baik itu bilaterally maupun syndicated loan dengan nilai US$ 344 juta menjadi fasilitas unsecured term loan dalam periode waktu 12 tahun.
Pada saat itu, Sritex juga berencana untuk merestrukturisasi jumlah pinjaman dari hutang bilateral dan sindikasi sebesar US$ 267,2 juta menjadi Semacam Dana Modal Kerja yang Aman dalam periode lima tahun. Di sisi lain, bagian pokok dari hutang bilateral serta sindikasi tersebut akan diubah menjadi Hutang Jangka Panjang Yang Dilindungi dengan durasi sembilan tahun.
Perusahaan tekstil yang diawali oleh Muhammad Lukminto pada tahun 1966, atau tepatnya 58 tahun lalu, pernah berhasil pulih dan mengelola masalah hutangnya dengan efektif. Pada masa tersebut, Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan, menyatakan bahwa kapasitas operasi Sritex mencapai angka antara 70 hingga 80 persen. Perusahaan masih dapat memasarkan produk-produknya ke beberapa negara lain melalui kanal distribusi mereka.
Sejalan dengan perjalanan waktu, Sritex sekali lagi menjadi objek gugatan dari PT Indo Bharat Rayon lantaran diduga gagal memenuhi kewajibannya dalam hal pembayaran hutang sesuai kesepakatan sebelumnya. Akhirnya, Pengadilan Niaga Kota Semarang, pada bulan Oktober tahun 2024, menyetujui permintaan tersebut. Dengan demikian, Sritex diklaim bangkrut atau tak sanggup melunasi seluruh utangnya.
Setelahnya, Sritex mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung atau MA berkaitan dengan keputusan Pengadilan Niaga di Semarang. Akan tetapi, seperti yang disampaikan dalam pembacaan putusannya di akhir Desember 2024, MA menyetujui penolakan kasasinya. Keputusan ini otomatis menjadikan status pailit perusahaan besar tekstil itu sah secara hukum atau inkrah.
“Amar Keputusan: Ditolak,” demikian tertulis dalam keputusan yang disampaikan seperti diambil dari situs resmi Mahkamah Agung pada hari Kamis, 19 Desember 2024.
Sritex Resmi Tutup
Perusahaan tekstil terkemuka di wilayah ASEAN ini secara resmi mengakhiri operasinya mulai hari Sabtu, 1 Maret 2025. Penutupan bisnis ini dipastikan dalam pertemuan kreditor bangkrut Sritex yang berlangsung pada Jumat, 28 Februari 2025. Kreditor sepakat untuk tidak meneruskan aktivitas usahanya setelah pembicaraan tersebut.
going concern
yang selanjutnya dilakukan pemberesan utang.
Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Semarang, Haruno Patriadi, dalam rapat tersebut mengatakan, kesepakatan itu diambil berdasarkan atas kondisi-kondisi yang telah disampaikan oleh kurator maupun debitur pailit. Haruno juga menyatakan PT Sritex sebagai debitur pailit dalam kondisi insolven atau tidak memiliki cukup dana untuk melunasi utang.
“Tidak mungkin dijalankan going concern dengan kondisi yang telah dipaparkan oleh kurator maupun debitur pailit,” tuturnya.
Dalam rapat dengan para kreditur terkait PT Sritex, Denny Ardiansyah selaku kurator membahas beberapa alasan untuk tidak meneruskan operasional perusahaan tersebut. Alasan-alasan utamanya mencakup ketiadaan modal kerja, besarnya kebutuhan tenaga kerja, serta biaya produksi yang sangat tinggi; semua hal ini diprediksi bisa berpotensi menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi aset-aset bangkrut tersebut.
“Kesimpulan pembicaraan dengan debitur telah diumumkan tanpa adanya going concern,” ujar Denny pada hari Jumat, 28 Februari 2025, sebagaimana dilaporkan oleh Antara.
Ribuan Karyawan Dipecat
Pada saat yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo Sumarno mengumumkan bahwa karyawan PT Sritex akan di-PHK mulai tanggal 1 Maret 2025. Menurut data dari Dinas Ketenagakerjaan Jawa Tengah, kurator sudah memulai proses penghentian hubungan kerja bagi seluruh pekerja grup Sritex. Hal ini termasuk juga dengan PHK sebesar 1.065 tenaga kerja di PT Bitratex pada bulan Januari 2025.
“Singkatnya, pemutusan hubungan kerja tersebut sudah ditentukan pada tanggal 26 Februari,” kata Sumarno saat berada di Sukoharjo, Jawa Tengah, Khamis, 27 Februari 2025.
Di luar itu, pada bulan Februari tahun 2025, pemutusan hubungan kerja melanda beberapa perusahaan seperti PT Sritex Sukoharjo dengan angka 8.504 pekerja, PT Primayuda Boyolali dengan jumlah 956 karyawan, serta PT Sinar Pantja Djadja Semarang yang kehilangan 40 tenaga kerja, dan juga PT Bitratex Semarang dengan 104 pengurangan staf. Jumlah keseluruhan dari semua kasus tersebut mencapai 10.965 individu yang mengalami PHK. Di sisi lain, di dalam PT Sinar Pantja Djadja saja sudah ada 340 orang yang menerima surat pemecatan pada Agustus tahun 2024, jauh sebelum mereka dinyatakan bangkrut.
Menjawab situasi tersebut, Wakil Menteri Tenaga Kerja Immanuel Ebenezer Gerungan berjanji memberikan lapangan kerja bagi 10.665 karyawan yang telah di-PHK. Ia menyatakan bahwa para pekerja itu tidak diperlukan untuk melakukan pendaftaran ulang. Menurutnya, pihak pemerintahan akan membantu dalam hal penempatan kerja dengan merujuk ke informasi yang tersedia dari Badan Keteknagakerjaan setempat.
“Kami juga membantu para teman-teman yang terkena PHK ini dalam pencarian pekerjaan di area sekitar pabrik tersebut,” ujar Immanuel ketika ditemui di Kantor Kemenaker pada hari Jumat, 28 Februari 2025.
Dia juga menguraikan bahwa terdapat ketentuan khusus yaitu tidak adanya batasan usia bagi mantan pegawai Sritex dalam mencari pekerjaan baru. Anggota Partai Gerindra tersebut menyatakan bahwa pembatasan usia dapat membuat kesempatan kerja bagi para mantan karyawan Sritex menjadi lebih sulit.
Pemimpin Sritex Menjadi Orang yang Dituduh dalam Kasus Suap
Pada hari Selasa malam, tanggal 20 Mei 2025, Kejaksaan Agung menggerebek Iwan yang berlokasi di Kota Solo, Jawa Tengah. Dia adalah Komisaris Utama dari PT Sritex.
Iwan Setiawan Lukminto
Kemudian diserahkan kepada penyidik dan dibawa ke Jakarta guna dilakukan pemeriksaan. Pimpinan Sritex tersebut menjalani pemeriksaan di kantor Kejagungan Republik Indonesia mulai hari Rabu pada pukul 08:00 Waktu Indonesia Bagian Barat sebelum akhirnya dimasukkan sebagai tersangka. Tahapan saat ini dari penyelesaian perkara adalah proses penyelidikan awal.
“Betul, diamankan di Solo dan dibawa ke Jakarta. Berkaitan dengan pemberian kredit dari beberapa bank,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar saat dihubungi, Rabu, 21 Mei 2025.
Di luar Iwan, penyelidik pun mengidentifikasi dua individu lain sebagai tersangka. Orang tersebut yakni Zainuddin Mappa yang berperan sebagai Direktur Utama di PT Bank DKI pada tahun 2020 dan Dicky Syahbandinata sebagaimana menjadi pimpinan divisi komersial dan korporasi di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) di tahun serupa. Keduanya diduga terlibat dalam pemberian pinjaman yang tidak sesuai aturan.
“DS dan ZM telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisis yang memadai dan mentaati prosedur,” ucap Qohar.
Akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum yang dilakukan Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex, telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 692 miliar. Atas tindakan itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kejaksaan Agung mengusut kasus ini sejak 25 Oktober 2024 lalu. Kasus tersebut diduga menyeret PT Bank Negara Indonesia (BNI), Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, kreditur Sritex yang berstatus sebagai bank pelat merah. Perintah penyidikan datang melalui Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-62/F.2/Fd2/10/2024. Jampidsus juga telah mengeluarkan surat penyidikan kedua pada 20 Maret 2025.
Tim Kurator Sritex telah menetapkan daftar piutang tetap pada 30 Januari 2025. Total uang Sritex sebesar Rp 29,8 triliun dari 1.654 kreditur separatis, preferen, dan konkuren. Namun, dari jumlah itu Sritex memiliki utang total Rp 4,2 triliun ke bank milik negara. Secara terperinci, Sritex memiliki utang sebesar Rp 2,9 ke BNI, Rp 611 miliar ke Bank BJB, Rp 185 miliar ke Bank DKI, dan Rp 502 miliar ke PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.
Sesuai dengan informasi dari laporan Tempo, Bareskrim Polri sebelumnya turut menangani perkara serupa. Usai pengumuman kepailitan Sritex di bulan Oktober, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri pun mulai menyelidiki adanya indikasi pelanggaran hukum terkait penyimpangan dalam proses penyaluran kredit kepada perusahaan tekstil itu.
Dalam warkat yang dilihat
Tempo,
Polisi juga sudah mengecek para pemimpin Bank Permata dan Bank Muamalat sebagai pemberi pinjaman Sritex melalui dokumen berkode B/Und-2190/XI/RES.1.9./2024/Dittipideksus yang dikeluarkan pada tanggal 26 November 2024 terkait laporan informasi dengan kode R/LI/157/X/RES.1.9./2024/Dittipideksus yang disampaikan pada tanggal 30 Oktober 2024.
Dalam proses pengajuan dan pencairan fasilitas kredit serta pendanaan di bank, polisi mencurigai bahwa Sritex telah menggunakan dokumen palsu, membesar-besar jumlah tagihan, menggadaikanaset berulang kali, menggunakan hutang yang tak sesuai tujuannya, bahkan mungkin juga terlibat dalam tindakan pencucian uang dari dana kredit itu sendiri. Diperkirakan kerugian yang dialami oleh bank dan lembaga peminjam lainnya akibat aktivitas ini mencapai angka sekitar Rp 19,963 triliun.
Nasib Para Karyawan
Terbaru, sekitar 1.300 mantan pekerja Sritex sudah dipulangkan ke posisi semula mereka bekerja. Karyawan-karyawan tersebut beraktivitas lagi di pabrik bekas Sritex yang saat ini dikelola oleh pemilik baru mulai pertengahan Mei 2025. Informasi ini disampaikan oleh Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Sritex Sukoharjo Andreas.
“Iya, ternyata telah ada penyewa untuk pabrik Sritex dan sebagian mantan pegawai Sritex yang berasal dari departemen garmennya juga direkrut kembali. Mereka menghire kira-kira 1.300 orang,” jelas Andreas ketika dimintai komentar oleh Tempo pada hari Kamis, 22 Mei 2025.
Berdasarkan data yang diperolehnya, Andreas menyebutkan bahwa mantan pegawai-pegawai ini sebelumnya bekerja di PT Citra Busana Semesta (CBS). Tempat kerja mereka, yaitu pabrik yang dimiliki oleh perusahaan tersebut, terletak diluar area pabrik Sritex yang beralamat di Jalan Samanhudi Nomor 88 Ngemplak, Jetis, Sukoharjo. Meskipun demikian, lokasi pabrik CBS tetap dekat dengan pabrik Sritex tersebut.
“Nama perusahaan adalah Garmen 10, ini menjadi sebagian dari aset Sritex yang telah disita dan kemudian di leasingkan. Berdasarkan informasi kami (para investor terbaru), aktivitasnya sudah dimulai,” ujarnya.
Vedro Imanuel Girsang, Aisha Shaidra, Dian Rahma, Hammam Izzuddin, Sultan Abdurrahman, Rizki Dewi Ayu, Adil Al Hasan,
dan
Septia Ryanthie
bersumbang dalam penyusunan artikel ini.