- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, corruption, crime, news, scandalsbusiness, corruption, crime, news, scandals - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
13
lowongankerja.asia
,
Jakarta
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau
Sritex
Kembali mendapat perhatian publik. Setelah diumumkan bangkrut dan menghentikan pekerjaannya bagi sejumlah besar pegawai bulan lalu, salah satu pemimpinnya, Iwan Setiawan Lukminto, saat ini disebut-sebut sebagai tersangka dalam skandal suap uang. Sebagai komisaris utama PT Sritex, dia dicurigai telah menerabas anggaran dengan menggunakan dana pinjaman yang berasal dari lembaga keuangan milik negara untuk kepentingan Sritex.
“Dana tersebut tidak dipergunakan sebagaimana tujuan dari pemberian kredit untuk modal kerja, tetapi disalahgunakan,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar dalam konferensi pers pada Rabu, 21 Mei 2025.
Qohar menyatakan bahwa dana pinjaman berasal dari beberapa bank milik negara itu malah dipergunakan terduga tersangka untuk melunasi hutang Sritex kepada pihak luar. Sebagian lainnya dihabiskan untuk membeli harta tak produktif, seperti contohnya lahan.
“Unggk untuk aset yang kurang menghasilkan, salah satunya adalah pembelian lahan. Beberapa lokasi tersebut terdapat di Yogyakarta dan jugaSolo,” jelasnya.
Tempo
mengulas kembali cerita tentang kebangkrutan PT Garmen Sritex yang berujung pada sang pemimpin menjadi terdakwa dalam skandal korupsi tersebut.
Sritex dinyatakan
pailit
Pada bulan Oktober tahun sebelumnya, perusahaan tersebut dinyatakan bangkrut oleh pengadilan karena ketidakmampuan dalam melunasi hutang-hutangnya. Kegagalannya yang meruginya sebagai pembuat seragam militer bagi beberapa negara ini disebabkan oleh krisis panjang yang diakibatkan oleh pandemik Covid-19. Tahun 2020 menandai penurunan drastis pendapatan Sritex hingga mencapai $847,5 juta. Sebaliknya, biaya dasar penjualannya meningkat signifikan dari $1,05 miliar menjadi $1,22 miliar.
Sebenarnya, di tahun 2019 pendapatannya meningkat menjadi US$ 1,3 miliar atau bertambah 8,52% dari tahun 2018. Berdasarkan jumlah itu, Sritex menghasilkan laba bersih senilai US$ 85,32 juta yang setara dengan kira-kira Rp 1,2 triliun, salah satunya disebabkan oleh produksinya masker serta peralatan perlindungan diri lainnya.
Di tahun 2021, Sritex mencatatkan kerugian bersih senilai US$ 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,4 triliun. Di paruh pertama tahun 2024 ini, kerugiannya berkurang menjadi US$ 25,73 juta atau kurang lebih Rp 421 miliar. Sedangkan utang perusahaan tersebut meningkat dari angka Rp 13,43 triliun di tahun 2019 hingga naik ke level Rp 26,2 triliun di akhir tahun yang lalu.
Awal Kebangkrutan Sritex
Awal kemunduran PT Sritex dimulai saat perusahaan tersebut dihadapkan dengan tuntutan dari salah seorang peminjamnya, yaitu CV Prima Karya, pada bulan Januari tahun 2022. Pada waktu itu, CV Prima Karya memohon untuk melakukan PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terkait tindakan yang telah dilakukan oleh Sritex. Akan tetapi, perusahaan berhasil melewati ancaman bangkrut setelah mencapai sebuah persetujuan perdamaian bersama para kreditor masing-masing.
Diketahui bahwa utang Sritex mencapaiRp 26,2 triliun yang terdiri dari pinjaman dari pihak ketiga dengan nilai Rp 716,7 miliar serta klaim dari para kreditor konkurgen sebanyak Rp 25,3 triliun. Usai menemukan kata sepakat, perusahaan berencana untuk mengatur ulang pokok hutangnya baik itu bilaterally maupun syndicated debt senilai US$ 344 juta menjadi bentuk fasilitas tanpa agunan bernama Unsecured Term Loan dengan durasi waktu 12 tahun.
Pada saat itu, Sritex juga berencana untuk merestrukturisasi jumlah pinjaman yang harus dikembalikan dari utang bilateral dan sindikasi sebesar US$ 267,2 juta menjadi jenis pembiayaan working capital revolver bertahan selama lima tahun. Di sisi lain, bagian pokok dari utang bilateral serta utang sindikasi tersebut akan diubah menjadi bentuk secured term loan dengan durasi sembilan tahun.
Perusahaan tekstil yang dijalankan oleh Muhammad Lukminto sejak tahun 1966 atau setelah 58 tahun lalu pernah berhasil pulih dan mengelola masalah hutangnya secara efektif. Pada masa tersebut, Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan, menyatakan bahwa kapasitas produksi Sritex mencapai angka antara 70 hingga 80 persen. Perusahaan masih dapat melakukan ekspor produk-produknya ke beberapa negara melalui kanal distribusi mereka.
Selama bertahun-tahun, Sritex menjadi sasaran gugatan dari PT Indo Bharat Rayon lantaran dinilai gagal memenuhi kesepakatan terkait pembayaran hutang. Terakhir kali ini, Pengadilan Niaga Kota Semarang menyetujui permintaan tersebut pada bulan Oktober tahun 2024 dan menyatakan bahwa Sritex bangkrut atau tak lagi dapat melunasi seluruh utangnya.
Setelahnya, Sritex mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung atau MA berkaitan dengan keputusan Pengadilan Niaga di Semarang. Akan tetapi, seperti yang disampaikan dalam pembacaan putusannya pada awal Desember 2024, MA menyetujui penolakan kasasinya. Keputusan ini otomatis menjadikan status pailit perusahaan besar tekstil itu resmi dan berlaku dari segi hukum, yakni inkrah.
“Amar Keputusan: Ditolak,” demikian tertulis dalam keputusan yang disampaikan sebagaimana diambil dari situs web resmi Mahkamah Agung pada hari Kamis, 19 Desember 2024.
Sritex Resmi Tutup
Perusahaan tekstil raksasa di wilayah Asia Tenggara ini secara resmi menghentikan operasinya mulai hari Sabtu, tanggal 1 Maret 2025. Penutupan bisnis tersebut dipastikan dalam pertemuan para kreditor pihak ketiga dari Sritex yang berlangsung pada Jumat, 28 Februari 2025. Dalam rapat itu disetujui untuk tidak meneruskan aktivitas usahanya lagi.
going concern
Langkah berikutnya adalah melunasi hutang.
Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Semarang, Haruno Patriadi, pada pertemuan itu menjelaskan bahwa keputusan tersebut dibuat sesuai dengan situasi-situasi yang sudah dikomunikasikan baik oleh kurator maupun debitur pailit. Haruno juga menegaskan bahwa PT Sritex berada dalam posisi sebagai debitur pailit dan sedang alami masalah ketidakmampuan finansial atau lebih dikenal sebagai insolvency, karena perusahaan ini tak punya cukup uang untuk membayar semua hutangnya.
“Tidak bisa dilaksanakan konsep going concern mengingat situasi seperti yang diceritakan oleh kurator dan juga debitur bangkrut,” katanya.
Kurator dalam rapat kreditur kepailitan PT Sritex Denny Ardiansyah membeberkan sejumlah pertimbangan untuk tidak melanjutkan usaha PT Sritex tersebut. Beberapa pertimbangan itu di antaranya adalah tidak adanya modal kerja, kebutuhan tenaga kerja, dan tingginya biaya produksi yang kesemuanya dikhawatirkan justru akan mengakibatkan kerugian harta pailit
Hasil pembicaraan dengan kreditur telah dilaporkan bahwa tidak ada kekhawatiran mengenai kelangsungan usaha,” jelas Denny pada hari Jumat, 28 Februari 2025, sebagaimana diambil dari Antara.
Ribuan Karyawan Dipecat
Pada saat yang sama, Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo Sumarno mengungkapkan bahwa karyawan PT Sritex akan berakhir pekerjanya mulai tanggal 1 Maret 2025. Menurut data dari Dinas Ketenagakerjaan Jawa Tengah, kurator sudah melakukan pengentasan hubungan kerja bagi seluruh staf di grup Sritex. Penghapusan hubungan kerja ini juga dialami oleh karyawan PT Bitratex dengan jumlah total 1.065 orang pada bulan Januari tahun 2025.
“Singkatnya, pemutusan hubungan kerja sudah ditentukan pada tanggal 26 Februari,” ungkap Sumarno saat berada di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis, 27 Februari 2025.
Di samping itu, pada bulan Februari tahun 2025, pemutusan hubungan kerja melanda beberapa perusahaan seperti PT Sritex Sukoharjo dengan 8.504 karyawan, PT Primayuda Boyolali dengan 956 pekerja, serta PT Sinar Pantja Djadja Semarang dengan 40 orang. Di tempat lain, PT Bitratex Semarang mengalami pengurangan tenaga kerja sebesar 104 pegawai. Jumlah keseluruhan dari semua kasus tersebut mencapai 10.965 individu yang kehilangan pekerjaannya. Terlebih lagi, di lokasi PT Sinar Pantja Djadja juga terdapat peningkatan besar dalam hal ini, dimana 340 karyawannya harus diberhentikan secara paksa pada bulan Agustus tahun 2024; yaitu jauh sebelum kondisi bankrut benar-benar merenggutnya.
Merespon insiden tersebut, Wakil Menteri Tenaga Kerja ImmanuelEbnezer Gerungan berjanji memberikan pekerjaan baru bagi 10.665 karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Ia menyatakan bahwa para pekerja tidak diperlukan untuk mendaftar secara mandiri. Menurutnya, pihak pemerintah akan membantu dalam proses penempatan kerja dan hal itu didasari oleh informasi dari Badan Ketahanan Energi.
(Note: There seems to be an error with “Badan Ketahanan Energi” which should logically refer to ‘Dinas Ketenagakerjaan’ based on your original sentence; therefore it has been corrected accordingly.)
“Kami juga membantu para teman-teman yang terkena PHK ini dalam pencarian kerja di area sekitar pabrik tersebut,” ungkap Immanuel ketika ditemui di Kantor Kemnaker pada hari Jumat, 28 Februari 2025.
Dia juga menyebutkan adanya ketentuan spesifik yaitu menghapus batasan usia bagi mantan pegawai Sritex dalam mencari pekerjaan baru. Anggota Partai Gerindra tersebut meyakini bahwa pembatasan umur dapat membuat kesempatan mantan karyawan Sritex untuk mendapatkan pekerjaan alternatif menjadi lebih sulit.
Pemimpin Sritex Menjadi Orang yang Dituduh dalam Skandal Korupsi
Pada hari Selasa malam, tanggal 20 Mei 2025, Kejaksaan Agung menggerebek Iwan yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah. Dia adalah Komisaris Utama dari Sritex.
Iwan Setiawan Lukminto
Selanjutnya, dia diserahkan kepada penyidik dan dipindah ke Jakarta guna menjalani pemeriksaan. Pimpinan Sritex tersebut mulai dicek di kantor Kejaksaan Agung pada hari Rabu jam 08:00 Waktu Indonesia Bagian Barat dan kemudian resmi dimasukkan sebagai tersangka. Tahapan saat ini dari penyelesaian perkara berada dalam fase penyelidikan awal.
“Betul, diamankan di Solo dan dibawa ke Jakarta. Berkaitan dengan pemberian kredit dari beberapa bank,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar saat dihubungi, Rabu, 21 Mei 2025.
Di samping Iwan, pihak penegak hukum juga mengeluarkan surat pernyataan sebagai tersangka bagi dua individu lainnya. Orang-orang tersebut yaitu Zainuddin Mappa yang berperan sebagai Direktur Utama di PT Bank DKI pada tahun 2020, bersama Dicky Syahbandinata sebagaimana pimpinan Divisi Perdagangan dan Korporasi di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) untuk periode sama. Kedua belas figur ini diduga terlibat dalam kasus penggelapan dana akibat dari pelaksanaan pinjaman tanpa mematuhi aturan-aturan yang ditentukan.
“DS dan ZM sudah memberikan pinjaman tanpa sesuai aturan karena tak lakukan analisis cukup dan patuhi prosedur,” kata Qohar.
Akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum yang dilakukan Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex, telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 692 miliar. Atas tindakan itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kejaksaan Agung memulai investigasi dalam kasus ini mulai tanggal 25 Oktober 2024. Dalam kasus itu dicurigai terlibat PT Bank Negara Indonesia (BNI), Bank BJB, Bank DKI, serta Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah—yang semuanya merupakan kreditor dari Sritex dengan status perusahaan milik negara. Permintaan untuk melakukan penyelidikan diberikan lewat Surat Perintah Penyidikan oleh Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus No.: Print-62/F.2/Fd2/10/2024. Selain itu, Jampidsus pun sudah menerbitkan instrumen penyidikan tambahan pada 20 Maret 2025.
Tim Kurator Sritex sudah mengumumkan daftar klaim tetap per tanggal 30 Januari 2025. Nilai keseluruhan aset Sritex mencapai Rp 29,8 triliun yang berasal dari 1.654 kreditor tersendiri, prioriter, dan kompetitif. Meski demikian, di antara nilai tersebut, Sritex berhutang total sekitar Rp 4,2 triliun kepada bank-bank milik pemerintah. Rincian hutangnya adalah sebagai berikut: Sritex memiliki tunggakan senilai Rp 2,9 triliun untuk BNI, Rp 611 miliar untuk Bank BJB, Rp 185 miliar untuk Bank DKI, serta Rp 502 miliar untuk PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.
Sesuai dengan laporan dari Tempo, Bareskrim Polri sebelumnya telah menangani perkara serupa. Setelah Sritex diumumkan bangkrut bulan Oktober kemarin, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri mulai menyelidiki adanya indikasi pelanggaran hukum terkait penyimpangan dalam penyaluran kredit kepada perusahaan textile itu.
Dalam warkat yang dilihat
Tempo,
Polisi juga telah menghadirkan pemimpin Bank Permata dan Bank Muamalat sebagai pihak yang memberikan pinjaman kepada Sritex berdasarkan surat nomor B/Und-2190/XI/RES.1.9./2024/Dittipideksus tanggal 26 November 2024. Hal ini terkait dengan laporan informasi bernomor R/LI/157/X/RES.1.9./2024/Dittipideksus yang diterbitkan pada 30 Oktober 2024.
Dalam proses pengajuan dan pencairan fasilitas kredit serta pembiayaan di bank, polisi mencurigai bahwa Sritex telah memakai dokumen palsu, membengkahkan jumlah tagihan, menjamin agunan beberapa kali lipat, menggunakan hutang yang tak seharusnya digunakan, bahkan mungkin juga terlibat dalam tindakan pencucian uang dari transaksi kredit itu sendiri. Dicurigai kerugian yang dialami oleh bank dan lembaga peminjam lainnya akibat dugaan kasus ini mencapai angka Rp 19,963 triliun.
Nasib Para Karyawan
Terbaru, sekitar 1.300 mantan pekerja Sritex sudah dipulangkan kembali ke posisi semula mereka bekerja. Mereka melanjutkan aktivitas di pabrik dulu milik Sritex yang saat ini beroperasi dibawah pengelolaan pemilik baru mulai akhir April tahun 2025. Informasi tersebut dikemukakan oleh Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) untuk cabang Sukoharjo Andreas.
“Iya kabarnya memang sudah ada penyewa pabrik Sritex dan ada eks pekerja Sritex yang dulunya dari divisi garmen, direkrut dan dipekerjakan kembali. Jumlahnya kurang lebih 1.300 orang,” ungkap Andreas saat dihubungi Tempo, Kamis, 22 Mei 2025.
Berdasarkan data yang diperolehnya, Andreas menyebutkan bahwa mantan karyawan ini sebelumnya bekerja di PT Citra Busana Semesta (CBS). Lokasi gudang milik perusahaan tersebut terletak di luar area pabrik Sritex yang ada di Jalan Samanhudi Nomor 88 Ngemplak, Jetis, Sukoharjo, namun tetap dekat dengan lokasi tersebut.
“Garmen 10 ini adalah sebagian dari aset Sritex yang telah disita dan kemudiannya dipinjamkan kembali. Berdasarkan informasi kami sebagai investor terbaru, unit tersebut sudah beroperasi,” jelasnya.
Vedro Imanuel Girsang, Aisha Shaidra, Dian Rahma, Hammam Izzuddin, Sultan Abdurrahman, Rizki Dewi Ayu, Adil Al Hasan,
dan
Septia Ryanthie
bersumbang dalam penyusunan artikel ini.