Kisah Inspiratif Acep: Berjalan Kaki Bawa 20 kg Nira di Jakarta untuk Membela Keluarganya

Kisah Inspiratif Acep: Berjalan Kaki Bawa 20 kg Nira di Jakarta untuk Membela Keluarganya

Kisah Inspiratif Acep: Berjalan Kaki Bawa 20 kg Nira di Jakarta untuk Membela Keluarganya

Pada panas terik jalan-jalan Ibukota, Acep, penjual air nira, masih bertekad membawa papan bambu yang dipenuhi cairan nira dengan bobot kira-kira 20 kilogram tersebut. Dia mengedipkan senyuman kepada orang-orang yang lewat di Jalan Tentara Pelajar, Jakarta, tidak jauh dari gedung DPR/MPR, sambil berharap ada pembeli untuk produk dagangannya.

Acep telah tiba di tempat tersebut pada pukul 09.00 WIB dan tiap harinya membawa bambu yang berisi 10 liter nira dari kosnya di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dia menjual minuman tersebut sambil berkeliling menggunakan kaki sebagai moda transportasinya.

“Umumnya aku tiba di lokasi sekitar pukul sepuluh pagi jika berangkat dari rumah pada pukul sembilan. Yang jelas, kita akan melewati rute ini mulai dari jalur Simprug hingga ke jalur PLN; meskipun mungkin saja terdapat perubahan dalam pengemudi,” ungkap Acep ketika ditanyai.

lowongankerja.asia

, Minggu (18/5).

Acep sendirian di Jakarta, sementara putranya beserta istrinya tinggal di Rangkas, Lebak, Banten. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia terus bersemangat melalui perjalanan puluhan kilometer tiap hari.

Walaupun tidak memiliki merk, Acep masih percaya bahwa air nira akan banyak peminatnya. Pada hari tersebut, telah ada pelanggan potensial yang membeli air niranya. Dia terlihat sigap saat mengalirkannya ke dalam gelas kaca yang jernih.

Pada siang hari tersebut, Acep merasa berterima kasih karena seseorang telah membeli air nirasnya. Dia terlihat sigap dalam mengalirkan air nira ke dalam gelas kaca yang sudah dibersihkan sebelumnya dan menambahkannya dengan beberapa batu es. Minuman itu pun kemudian dinikmati secara menyegarkan oleh pembelinya.


lowongankerja.asia

Saya sempat menikmati esnya tersebut. Rasa yang ditawarkannya patut untuk dipuji.

Kisah Inspiratif Acep: Berjalan Kaki Bawa 20 kg Nira di Jakarta untuk Membela Keluarganya

“Ya, cukup manis. Bergantung jika misalnya tambahkan es di dalamnya. Namun apabila dibiarkan selama kira-kira 15 hingga 30 menit, maka bisa dipastikan bahwa sudah siap dan tepat,” terang Acep dengan senyum menghiasi wajahnya.


Rahasia Bambu

Bamboo tebal yang dibawanya tak hanya berfungsi sebagai wadah. Di samping mempertahankan suhu air agar tetap sejuk hingga lebih dari dua jam, bamboo ini pun jadi ciri khas pekerjaannya.

“Menurutku lebih cocok es aren ya? Benar sekali. Es aren memang pas. Namun, ada juga yang menyebutnya sebagai es bambu karena kami membawa bambu. Jika disebut tuak, mengapa tidak? Karena bahan dasarnya sesungguhnya adalah bahan untuk membuat tuak,” jelas Acep.

Menurut dia, air aren yang dibawanya merupakan bahan dasar untuk membuat tuak, yaitu minuman tradisional hasil proses fermentasi. Meskipun demikian, cairan yang diproduksi Acep belum mencapai tingkat fermentasi tersebut. Dia menegaskan bahwa es yang ditjualan adalah nira murni yang telah disaring kemudian direbus lagi sebelum diedarkan, sehingga tidak mengalami perubahan rasa menjadi asam.

“Jika kita bicara tentang yang masih segar, kira-kira membutuhkan waktu tiga hari. Atau bisa juga empat hingga lima hari. Setelah itu secara alami akan mulai mengalami fermentasi. Jadi bisa dikatakan setengah jalan menuju tua tuak tersebut. Namun demikian, rasa dari kedua jenis tuak ini tetap berbeda,” tambahnya.


Warisan Orang Tua

Minuman ini bukan sekadar produk sementara. Di setiap tetes esaren yang Acep siramkan terdapat kisah panjang dan mendalam.

“Boleh dikatakan demikian. Itu warisan ya? Ya,jadi pada dasarnya milik mantukku. Mantu ku ini anak dari ayahnya. Orangtua inilah, kakek-kakek ini yang dulunya berjualan seperti ini. Kemudian turun kepada mantuku. Dia-lah yang sering menetap di tempat ini,” tuturnya dengan nostalgia.

Mertua Acep menjual barang dagangan di wilayah Jembatan Semanggi sejak awal tahun 2000-an, namun setelah adanya larangan berjualan di daerah tersebut, Acep melanjutkan kebiasaan itu di lokasi dia berdagang saat ini. Dia tidak sendirian dalam hal ini; ada juga beberapa penjaja lainnya yang datang dari Rangkasbitung dan tersebar di berbagai posisi sepanjang jalanan ini.

“Semua orang di Rangkas berjualan ini. Jika disebut asli Rangkas, mungkin aku tidak terlalu mengerti. Namun, menurut pendapatku, ada sesuatu yang khas dari suku Sunda. Mungkin dia berasal dari Sunda,” ujar Acep.

Saat dimintai pendapat tentang penghasilannya dari penjualan es aren, Acep hanya sedikit merengek. Dia menyadari dengan jelas bahwa minuman tradisional ini kurang populer dibandingkan dengan berbagai jenis minuman modern yang disukai kalangan remaja.

“Jika ditanya apakah cukup atau tidak, minimal iya lah, bergantung pada kita sebenarnya, cukup-cukuplah ya, karena pengeluaran kita juga tergantung dari pendapatan,” katanya.

Umumnya, dia memindahkan kira-kira 6 sampai 8 liter nira setiap harinya. Apabila kondisi cuaca baik—cerah dengan tidak adanya hujan—Acep berani untuk membawa hingga 10 liter. Setiap liter dapat diubah menjadi sekitar 15-18 cangkir es apabila ditambahkan es batu dan didiamkan hingga meleleh secara merata.

Akan tetapi, apabila mendung menaungi langit, atau hujan mengguyur sebagaimana beberapa hari ini, penghasilannya dapat berkurang dengan signifikan.

“Jadi begitu, contohnya kalo sudah mendekati hujan maka cuacanya sangat sejuk, jika rasa sejuknya berkurang itu tandanya tidak akan turun hujannya. Bahkan untuk hujan saja jarang terjadi. Wah, mungkin bisa dikatakan sampai negatif nih,” komentarnya sambil tersenyum kecil.

Namun demikian, dia menyebutkan bahwa penjualannya sempat mencapai lebih dari 30 cangkir.

“Paling
rame
“Sekitar 30 atau lebih gelas,” katanya.

Di kesibukan dan panasnya Kota Jakarta, secangkir air nira dari bambu milik Acep seolah membawa kenangan nostalgi. Dia tidak sekadar menjajakan minuman, tetapi menghidangkan jejak rasa masa lalu pada tiap tegukan yang menyejukkan.

“Pedagang tidak akan mudah ditipu begitu saja. Apalagi makanan apakah ini yang dimaksud? Itu adalah sesuatu dari masa lalu,” demikian penjelasan Acep.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *