- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
children, children and families, family relationships and dynamics, parenting, societychildren, children and families, family relationships and dynamics, parenting, society - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
13
Oleh : Ririe Aiko
Dalam kompleksitas kehidupan rumah tangga, banyak orangtua menyimpan ekspektasi tinggi pada anak-anak mereka. Mereka mengharapkan agar anak tumbuh menjadi individu yang bermoral, taat, pintar, serta berkarakter baik. Akan tetapi, dibalik aspirasi mulia tersebut, tersirat sebuah kesalahan pokok yang jarang dikenali: dorongan untuk mendidik anak supaya baik tak selaras dengan upaya membangun diri sendiri sebagai teladan yang pantas dicontoh oleh sang buah hati.
Beberapa model pendidikan anak pada zaman modern ini masih mengadopsi jejak sistem kearsipan otoriter dari era lampau. Di dalam skema tersebut, interaksi antara orangtua dengan buah hatinya bersifat satu arah, sehingga sang anak diharapkan patuh sepenuhnya tanpa memiliki hak untuk menanyakan atau mempertanyakan hal-hal tertentu. Persepsi bahwa si kecil adalah properti pribadi membuat mereka sering kali menjadi korban bentakan, teguran keras, kendali ketat serta hukuman tanpa adanya kesempatan untuk memberikan pertahanan diri. Sayangnya, praktek demikian tidak jarang menciptakan trauma batin yang mendalam; meskipun belum tampak dampaknya saat ini, namun niscaya akan berefek signifikan pada jenjang perkembangan selanjutnya.
Hal krusial yang harus ditekankan ialah bahwa era berbeda mengharuskan pendekatan didikan juga beragam.
Gaya parenting yang digunakan di masa lampau, saat informasi masih terbatas dan anak dididik dengan patuh tanpa syarat, belum tentu cocok untuk diberlakukan kepada anak-anak modern. Generasi saat ini berkembang dalam lingkungan yang penuh informasi, sudah terbiasa melakukan pemikiran kritis, dan memperoleh kesadaran diri lebih awal. Sebagai akibatnya, gaya pengasuhan yang otoriter hanya dapat membentuk hambatan emosi antara orangtua dan anak, serta menghasilkan rintangan komunikasi yang susah dilewati.
Sebenarnya, anak-anak datang ke dunia dengan jiwa yang suci. Mereka mirip dengan lembaran kertas putih, tanpa noda perilaku negatif apapun. Saat mereka berkembang menjadi individu yang keras kepala, marah-marah, atau malah cenderung membangkangan, pertanyaannya adalah: Apakah hal ini sepenuhnya salah si anak? Atau justru refleksi dari cara pengasuhan kita yang terlampau ketat, kurang simpatik, atau bahkan dipenuhi tekanan berlebihan?
Sayangnya, banyak orangtua menyalurkan emosi yang tertahan pada anak-anak mereka atau menggunakan anak sebagai wujud penggantian impian dan ambisi yang belum tercapai. Mereka mengatur seluk-beluk kehidupan anak-anak dari awal hingga akhir tanpa memberi ruang bagi anak-anak untuk berpendapat tentang apa yang benar-benar ingin mereka capai. Akibatnya, perlahan-lahan anak menjadi jengah, hilang kontrol atas diri sendiri, serta memulai sikap pemberontakan.
Menjadi orangtua lebih dari sekadar menyediakan makanan atau membayar biaya pendidikannya. Meskipun hal itu penting, masih kurang. Anak-anak juga perlu dihargai, dimengerti, serta diberi kesempatan untuk berkembang menjadi individu yang lengkap. Mengasuh anak artinya harus terlibat dengan penuh kasih sayang, menunjukkan contoh perilaku yang stabil, dan mencintai mereka tanpa ada batasan.
Apakah kita telah menjadi orangtua yang siap untuk berdengar? Bukan hanya memberikan perintah atau meminta hal-hal tertentu, tetapi juga terbuka untuk dialog dua arah. Anak-anak tidak memerlukan orang tua yang sempurna, melainkan orang tua yang rela berkembang bersama dengan mereka.
Sekarang adalah waktu bagi kita untuk memeriksa kembali cara pengasuhan yang telah kita gunakan. Apakah metode ini tetap sesuai dengan kebutuhan hari ini? Apakah hal tersebut memberikan rasa aman serta cinta kepada sang buah hati? Bisa juga malah mendorong mereka menjauh dari kita?
Karena pada akhirnya, anak-anak yang berkembang menjadi individu berkelanjutan tidak hanya karena pemaksaan atau tekanan, tetapi juga sebagai hasil dari pendidikan yang dipenuhi cinta, transparan, serta sejalan dengan perkembangan jaman. Kemajuan zaman membutuhkan penyesuaian dalam cara pandang—hal ini harus bermula dari diri kita sendiri, yaitu para orangtua.