- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, government, government regulations, local and municipal government, politicsbusiness, government, government regulations, local and municipal government, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
12
| TULUNGAGUNG –
Camat dan Lurah di Kabupaten Tulungagung menghadiri arahan tentang pembentukan Koperasi Merah Putih yang berlangsung di Pendopo Kabupaten pada hari Jumat, 2 Mei 2025.
Tetapi beberapa kepala desa masih bingung dalam mengelola koperasi yang telah dicanangkan oleh pemerintah pusat tersebut.
Satu di antaranya adalah Kepala Desa Jarakan, Kecamatan Gondang, yaitu Suad Bagiyo.
Satu hal yang menjadi pertanyaan adalah tentang para pengurus yang beraktivitas dengan suka rela tanpa dibayar.
“Bila kita terus percaya, kerjasama ini pasti akan berhasil. Namun, jika dijalankan hanya melalui relawan saja, mungkin tak banyak orang yang bersedia,” katanya.
Suad mengambil contoh pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang sering kali beroperasi tanpa dibayar.
Pemimpin desa pada akhirnya kebanyakan memilih untuk mundur, sehingga Badan Usaha Milik Desa kurang memiliki peluang untuk maju.
Menurut dia, sangat susah untuk menemukan relawan yang mau mengelola sebuah koperasi.
“Saatin ini mungkin baru sekitar 2 hingga 3 Badan Usaha Milik Desa yang bergerak aktif karena mereka enggan bekerja tanpa upah,” jelasnya.
Di tahap permulaan ini, setiap desa diharapkan untuk membentuk lembaga hukum berupa Koperasi Merah Putih.
Selanjutnya, koperasi memilih tipe bisnis yang akan dijalankan dan kemudian mendaftarkan diri untuk mendapatkan modal dari Bank Himbara.
Suad mengusulkan agar terdapat 3 pengurus yang menerima upah sebesar minimalRp 1 juta per bulannya selama satu tahun pertama.
“Siapa yang rela bekerja tanpa digaji? Alih-alih begitu, alokasikan sekitarRp 40 juta per tahun bagi tim pengelola,” demikian katanya.
Untuk Suad, membangun koperasi baru bukanlah hal yang mudah.
Tetapi memposisikan seseorang untuk menjadi anggotapengurus akan memerlukan upaya ekstra.
Para freshgraduate enggan untuk berpartisipasi sebagai relawan.
“Kemungkinannya malah akan menghambat usaha yang telah dilakukan masyarakat. Sebagai contoh, jika berjualan beras, bukankah hal itu bisa menutup toko kelontong lokal?” katanya.
(David Yohanes/)
editor: eben haezer