- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
children and families, education, government, public school, schoolschildren and families, education, government, public school, schools - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
12
lowongankerja.asia.CO.ID,
Oleh: Fajar Suryawan, PhD*
Setiap bulan ini, para orangtua murid dari kelas enam dan sembilan sibuk mencari sekolah baru bagi anak-anak mereka. Mereka kebanyakan mengharapkan pendidikan terbaik agar bisa membantu masa depan sang buah hati. Pemerintahan negeri kita turut peduli dalam hal ini karena ikut bertanggung jawab mempersiapkan generasi muda sebagai pemimpin masa depan yang bijaksana, kompeten, serta bermoral baik.
Satu per satu tahun berganti. Dari awal pembentukan, muncullah beberapa sekolah unggulan di setiap jenjang pendidikan. Sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas terfavoritkan masuk dalam daftar prioritas, sehingga memberi kesempatan bagi mereka untuk mendapatkan dan memilih siswa baru dengan prestasi akademis tertinggi.
Saat jumlah siswa berprestasi yang mendaftar meningkat, maka semakin tampak pula alumni yang cemerlang. Ini pada gilirannya menarik tambahan calon pelajar baru setiap tahunnya. Sehingga popularitas suatu sekolah biasanya menjadi lebih mendalam dari waktu ke waktu. Di jenjang SMA, kondisi tersebut bahkan bertambah signifikan karena universitas negeri akan memilih mahasiswa potensial melalui SBMPTN dengan merujuk kepada catatan prestasi masa lalu. Akibatnya, para orangtua pun semakin cepat dalam usaha menjadikan anak mereka sebagai bagian dari program studi unggulan tersebut.
Sekolah yang kurang populer masih akan tetap sebagai pilihan kedua dan hanya jadi alternatif. Siswa-siswinya kebanyakan merupakan calon-calon dengan standar pendidikan sedikit lebih rendah. Lingkungan pembelajaran di sana cenderung kurang kondusif dibandingkan sekolah-sekolah terfavoritkan. Demikian pula, semangat para guru mungkin tidak sekuat di tempat-tempat tersebut.
Beberapa orang mengatakan bahwa sekolah-sekolah terbaik dapat mencapai prestasi tinggi karena siswanya memang telah berkualitas sejak awal. Jika para pelajar berbakat ini semua menuntut ilmu di satu sekolah biasa, hasil akhir dari pendidikan mereka juga kemungkinan besar masih akan cemerlang. Mengajarkan anak-anak yang pandai jauh lebih sederhana dan tentunya sangat mendorong bagi para pengajar!
Keunggulan sebuah sekolah (dan oleh karena itu kurangnya unggul pada beberapa sekolah lain) menjadi masalah besar untuk banyak pihak. Kualitas pendidikan serta lingkungan pembelajaran yang baik adalah hak setiap anak. Setiap lembaga pendidikan pantas menerima siswa-siswa terbaik. Siswa-siswa yang belum mencapai prestasi tinggi seharusnya diberi kesempatan belajar bersama mereka yang telah berhasil sehingga dapat maju secara bersamaan.
Dengan demikian lahirlah konsep zona. Seluruh sekolah negeri akan mendaftarkan siswa baru terlebih dahulu bagi mereka yang tinggal di sekitarnya. Rumah semakin dekat dengan sekolah tersebut, peluang untuk masuk pun menjadi semakin besar. Meskipun tidak cerdas bukan masalah. Sekolah tetap memiliki kesempatan untuk menerima siswa dari daerah yang cukup jauh melalui jalur prestasi atau jalur bantuan sosial kepada keluarga kurang mampu. Tujuannya adalah agar para siswa berprestasi tersebar merata ke seluruh sekolah yang ada, menciptakan suasana positif di setiap tempat belajar, menghapus praktik diskriminatif, dan pada akhirnya membantu putus mata rantai ketidaktahuhan serta kemiskinan.
Sistem zonasi memiliki manfaat ekstra yaitu pengurangan kemacetan lalu lintas ketika mengantarkan dan menjemput anak di sekolah, serta peningkatan efisiensi bahan bakar minyak. Selain itu, sistem ini mendorong sekolah-sekolah swasta untuk menciptakan nilai unggul yang semakin menarik bagi calon siswa baru dari seluruh pelosok negeri.
Selanjutnya dalam usaha untuk meniadakan kecenderungan favoritisme pada sekolah-sekolah, pihak pemerintahan melalui Kementerian Pendidikan dan Budaya telah mencabut pelaksanaan ujian nasional bagi siswa-siswa tingkat SD, SMP, serta SMA setelah selesainya masa studi mereka. Hal ini tentu saja memiliki dampak tertentu, misalnya membuat batasan penilaian akhir pendidikan menjadi kurang jelas; dengan demikian, publik akan kesulitan untuk secara langsung mendeteksi kualitas suatu institusi pendidikan dibanding lainnya.
Akan tetapi, sistem zonasi meninggalkan tantangan besar dan mengundang berbagai pertanyaan tanpa jawaban. Banyak orangtua murid bahkan rela memindahkan domisili untuk mendapatkan kesempatan masuk sekolah negeri unggulan. Mereka tak selalu pindah tempat tinggal secara fisik, namun cukup dengan mendaftarkan dirinya sebagai anggota keluarga pada Kepala Keluarga lain yang bertempat tinggal di sekitaran area tersebut.
Banyak juga orangtua murid yang mengumpulkan surat keterangan kemiskinan semata-mata agar buah hatinya dapat diterima di sekolah unggulan yang menjadi tujuannya, meskipun sebenarnya kehidupan mereka cukup layak. Ironisnya, usaha-usaha tidak terpuji tersebut kerap kali membuahkan hasil. Ketika mendapatkan surat-surat resmi namun palsu ini, sekolah pun akhirnya menyerah dan menerimanya.
Penipuan tersebut telah menjadi suatu hal yang terkenal dan merugikan banyak orang yang masih percaya pada sistem aturan. Hal ini juga memberikan sinyal negatif bagi pemuda kita; bahwa melakukan penipuan adalah cara yang diterima untuk mencapai tujuan mereka tanpa adanya hukuman. Dengan begitu, kita secara tidak langsung tengah menciptakan sebuah masyarakat dipenuhi oleh ketamakan dan perilaku buruk. Benar-benar sangat menjengkelkan. Menghadapi situasi seperti ini serta langkah-langkah apa yang dapat dilakukan di masa datang patut dipertimbangkan dengan serius.
Sistem yang mengandalkan pencapaian langsung, yang menggunakan nilai ujian nasional sebagai acuan untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan selanjutnya, dapat dipersepsikan
fair
oleh generasi muda yang cerdas serta oleh famili yang telah mengajarkan kepada anak-anak mereka untuk selalu bersemangat dalam belajar. Sistem zonasi dinilai
fair
dari anak-anak dengan potensi tetapi bukan berasal dari famili yang mengutamakan pendidikan formal.
Zonasi (atau rayonisasi) sejatinya baik mengingat argumen-argumen yang telah disebutkan tadi. Akan tetapi, hal utama yang harus ditekankan adalah, zonasi memiliki kriteria-kriteria tertentu yang wajib dipenuhi.
necessary conditions
) yang perlu dijalani. Apabila ketentuan-ketentuan tersebut tak tercapai, maka persoalan pun enggan terselesaikan dan penipuannya bakal tetap berlanjut; usaha untuk menghindarinya cuma sebatas sementara saja. Seluruh kriteria ini bertumpu pada satu pokok bahasan yaitu
fairness
.
Pertama-tama, semua sekolah pada level yang sama perlu memiliki fasilitas serupa. Mulai dari struktur bangunannya, hingga perlengkapan penunjang lainnya serta mutu para guru juga harus diperhatikan. Bila seluruh SMP maupun SMA semuanya berkualitas merata, niscaya pelajar tidak keberatan untuk menuntut ilmu dimanapun. Kondisi saat ini menggambarkan bahwa seorang anak yang bertempat tinggal agak jauh dari pusat kota (di mana lokasi sekolah unggulan beralamatkan), dia mendapatkan nasib belajar di sebuah SMA dengan standar fasilitas kurang mumpuni dibanding sahabat-sahabatnya yang domisili mereka dekat dengan pusat kota.
Kedua, penyebaran lokasi sekolah harus seragam di semua wilayah kota atau kabupaten dengan jumlah kursi yang mencukupi. Sama-sama baik dan tersebar secara merata merupakan tujuan utama dari sistem zonasi. Terdapat satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki empat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dekat antaranya, hanya berjarak beberapa ratus meter. Pada situasi semacam itu, SMP yang telah populer cenderung tetap menjadi pilihan utama sementara yang kurang popular mungkin tak banyak mendapatkan perhatian.
Anak-anak yang berdomisili di area tersebut memiliki banyak opsi, sementara mereka yang tempat tinggalnya jauh dari zona tersebut (dan tanpa adanya SMP lain di dekatnya) perlu bersaing ketat. Hal ini membuat tujuan zonasi meredup dan akhirnya kalah pamor. Memang benar bahwa letak sekolah-sekolah negeri yang ada di kabupaten tersebut selama ini bukanlah hasil rancangan sistem zonasi.
Ketiga, dukungan dalam bidang pendidikan pun sudah lebih baik. Sekolah Menengah Atas Negeri telah menerapkan sistem zonasi selama beberapa waktu. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana Perguruan Tinggi Negeri tampak seperti tidak peduli dengan hal tersebut. Apalagi jika disebut demikian:
fair
, apabila angkatan pertama yang menggunakan sistem zonas meraih gelar SMA, PTN akan meninjau kembali proses penerimaan melalui jalur SNBP mereka.
Sebaliknya dari evaluasi, sebagian besar Perguruan Tinggi Negeri masih menerima mahasiswa melalui sistem SNBP menggunakan metode yang sama, yang mencerminkan bias. Ini menjaga siklus preferensi sekolah yang membuat para orangtua berupaya keras agar anak mereka bisa masuk ke sekolah unggulan dengan tindakan-tindakan tak terpuji, sehingga meredam ambisi dalam meningkatkan standar pendidikan secara luas.
Keempat, penerapan hukuman bagi siswa yang mendaftar secara tidak jujur. Faktanya, situasi kurang ideal saat ini menyebabkan banyak orang bersaing untuk memperoleh tempat di sekolah-sekolah unggulan, walaupun sudah adanya sistem zonasi. Kondisi lapangan tetap saja demikian.
fair
Mendorong orang untuk mencari cara menghindari peraturan. Oleh karena itu, adalah tanggung jawab pengelola pendidikan untuk menerapkan semangat dari ketentuan tersebut. Sebagai contoh, setelah satu bulan sejak penerimaan murid baru, semua alamat harus dicek secara tiba-tiba guna memastikan bahwa siswa betul-betul tinggal di tempat yang diklaimnya dan kondisi keuangannya sesuai dengan apa yang disampaikan. Bila terdapat penipuan, maka mereka akan dipindahkan atau dilepaskan.
Pemerintah, yang bertanggung jawab atas manajemen sumber daya, memiliki kesempatan untuk menciptakan sebuah masyarakat yang adil melalui upaya tersebut.
acknowledge
isu ini dengan berusaha penuh untuk memenuhi kondisi-kondisi di atas. Pemerintah berkesempatan untuk mendidik masyarakat, tidak lewat bangku sekolah, namun lewat kebijakan dan wacana publik. Pendidikan
fairness
Untuk masyarakat umum tak kalah pentingnya dibandingkan pendidikan formal. Lingkungan yang adil menjadi elemen yang esensial.
fairness
akan menggerakkan individu supaya pula melakukan keadilan dan kewajaran terhadap sesama serta dalam sistem pemerintahan negara.
Tentu saja, mencapai ketentuan-ketentuan tersebut bukanlah hal yang sederhana. Bagaimanakah tindakan yang seharusnya diambil oleh pemerintah daerah apabila persyaratan-persyaratan itu agak sukar untuk dipatuhi secara cepat? Ini membawa kita kepada diskusi selanjutnya yaitu tentang adanya komunikasi terbuka antara pejabat publik dengan rakyatnya. Hal demikian sangat penting agar dapat membangun pemahaman bersama mengenai tantangan-tantangan yang ada.
civic discourse.
Pemerintah daerah perlu terus berupaya menciptakan kondisi tersebut. Akan tetapi, karena transformasi ini membutuhkan waktu, pihak pemda harus menyampaikan rancangan mereka dengan jelas.
timeline
Menciptakan situasi-situasi untuk perubahan sistem zonasi tersebut. Rencana penyebaran SMP merata di seluruh wilayah kabupaten yang akan diekspektasikan beberapa tahun kedepan. Peningkatan serta penyamaan fasilitas pada semua jenjang SMA bakal ditindaklanjuti melalui pendekatan tertentu. Kualifikasi para pengajar juga diproyeksikan meningkat, sedangkan guruseni kreatif handal direncanakan tersebar menggunakan metode demikian. Koordinasi antara perguruan tinggi negeri dengan Kementerian Pendidikan dan Budaya berkaitan standar nasional biaya pendas ini pun sudah disusun. Selain itu, hukuman pelanggaran benar-benar akan diterapkan sesuai aturan. Demikianlah lanjutan dari hal-hal lainnya.
Obrolan-obrolan terbuka ini akan memberikan ketenangan pada rakyat, memulihkan keyakinan mereka terhadap rezim pemerintah, serta membentuk masa depan bangsa melalui pendidikan generasi baru.
fair
Dan dengan keadilan. Tentunya, seluruh komitmen yang dijanjikan oleh pemerintah daerah dalam diskusi terbuka ini perlu dilaksanakan sebagaimana mestinya.
timeline
. Penjagaan
fairness
dengan aksi nyata dan
civic discourse.
Ini sangat bisa dilakukan.
*Lulusan dari Universitas Newcastle, Australia. Seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Menetapkan diri di Klaten.