- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
corruption, crime, government, news, politicscorruption, crime, government, news, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
5
Mentri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan bahwa skandal suap terkait penyaluran pinjaman yang melibatkan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) merupakan salah satu elemen penyumbang utama dalam kesulitan sektor tekstil tanah air saat ini.
Dia menganggap pelanggaran etika dalam perusahaan berpengaruh secara luas dan menyebabkan PHK bagi 10 ribu pekerja, akibatnya muncul dampak sosial-ekonomi yang cukup besar.
“Masalah ekonomi ini memiliki dampak luas dan sektor tekstil nasional kami dituduh menghadapi kesulitan. Namun, tampaknya terdapat pula unsur yang berkaitan dengan cara pengelolaannya oleh para pemilik,” jelas Prasetyo saat berbicara dengan pers di Istana Merdeka Jakarta pada hari Jumat (23/5).
Dalam kesempatan itu, Prasetyo menggarisbawahi masalah struktural dalam industri perbankan, terlebih berkaitan dengan penyaluran kredit yang tidak sesuai aturan. Dia menekankan kasus Sritex sebagai pengingat penting bagi bank untuk memperbaiki standar dan melakukan penyaringan lebih ketat saat memberikan dukungan finansial pada perusahaan.
“Pernyataan ini merupakan suatu peringatan bahwa kita telah mengungkapkan kenyataan bahwasanya terdapat cukup banyak pihak di lingkungan perbankan yang memanfaatkan wewenang mereka secara salah dengan cara memberikan pinjaman kepada perusahaan yang sebenarnya tidak layak untuk menerima kredit tersebut,” jelasnya.
Pada kasus tersebut, Kejaksaan Agung mengidentifikasi sebanyak tiga orang sebagai tersangka, yakni Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) untuk masa jabatan 2005 sampai dengan 2022, Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama PT Bank DKI pada tahun 2020, Zainuddin Mappa; serta Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB), Dicky Syahbandinata, juga di tahun yang sama.
Semua tiga terduga melakukan penyelundupan dana untuk fasilitas kredit dan diyakini menyebabkan kerugian finansial pemerintah senilai Rp 692,28 miliar.
Kejaksaan menyebut bahwa ketika Iwan Setiawan Lukminto menempati posisi sebagai Direktur Utama Sritex pada periode 2005-2022, dia dicurigai telah mempergunakan tidak sah dana kredit dari Bank BJB yang mencapai Rp 543 miliar serta dana serupa dari Bank DKI dengan jumlahRp 149 miliar.
Uang yang semestinya dipergunakan sebagai modal kerja justru dialokasikan untuk pelunasan hutang serta pembelian properti tidak produktif seperti lahan di Yogyakarta dan Solo. Kejaksaan Agung menyebut bahwa situasi tersebut menimbulkan gangguan pada aliran dana perusahaan dan berpotensi menciptakan kredit bermasalah.
Direktur Utama PT Bank DKI pada tahun 2020, Zainuddin Mappa, terlibat dalam proses persetujuan serta penyaluran kredit ke perusahaan Sritex tanpa adanya evaluasi kemampuan pembayaran yang memadai dan melanggar tatacara bank yang seharusnya diikuti.
Pada saat yang sama, Kepala Divisi Bisnis dan Korporasi di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) pada tahun 2020 bernama Dicky Syahbandinata memiliki tanggung jawab mirip dengan Zainuddin Mappa, yaitu berperan dalam penyaluran pinjaman dari Bank BJB kepada Sritex tanpa mengikuti prosedur yang ditetapkan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengatakan bahwa Sritex mendapat dukungan kredit senilai Rp 3,59 triliun dari empat institusi perbankan milik negara yaitu Bank DKI, Bank BJB, dan Bank Jateng, ditambah dengan adanya sindikasi pinjaman melibatkan BRI, BNI, dan LPEI.
Bank BJB serta Bank DKI telah memberikan pinjaman tanpa adanya pengecekan yang cukup dan melampaui aturan yang berlaku. Karena alasan ini pula, kedua pemimpin senior dari bank-bank tersebut pun dijadikan tersangka.
“Alat bukti yang memadai ditemukan dan menunjukkan bahwa tindakan pidana korupsi sudah terjadi,” ungkap Qohar saat memberikan keterangan pers dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Rabu (21/5) malam.