Hendra Kurniawan: Jenderal Akpol 95 yang Gagal dalam PDTH, IPW Sindir Polri Soal Ketidakseriusan Menangani Anggota Bermasalah


lowongankerja.asia

Terkait dengan kasus kematian Brigadir Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Hendra Kurniawan yang merupakan jenior lulusan Akpol tahun 1995 ini diberhentikan dari jabatannya sebagai perwira.

Hendra Kurniawan dihadapkan dengan tuduhan penghalangan keadilan dalam kasus dugaan pembunuhan terancam Brigadier Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Terkait pencopotan penghentian Hendra Kurniawan, Indonesia Police Watch (IPW) memberikan komentar.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso menyebutkan bahwa apabila fakta tersebut terbukti benar, maka makin menonjol masalahnya kalau para anggotanya yang bersalah mendapatkan pengurangan hukuman setelah kehilangan sorotan publik.

“Saat segala sesuatunya telah berlangsung, kasus tersebut pun berkembang, dan seluruh orang mulai lama kelamaan mengabaikan hal itu seiring berjalannya waktu, ternyata mayoritas dari anggota Polri yang dihadirkan untuk pemeriksaan menerima vonis pengurangan saat melakukan banding,” ungkap IPW ke Tribunnews.com pada hari Sabtu, 20 Mei 2025.

Menurut dia, kepolisian tidak sungguh-sungguh menghukum anggota mereka bila sanksi yang lebih ringan memang dijalankan.

“Dalam satu bidang wewenang, IPW mengakui keputusan itu namun jika kita memandangi masalah ini, hal ini mencerminkan adanya usaha pengurangan hukuman atau langkah-langkah menuju apa yang disebut sebagai bentuk dukungan internal guna meringankan sanksi bagi pelaku-pelaku yang bersangkutan,” jelasnya.

Ini dapat terjadi tidak hanya pada kasus Hendra mantan Kepala Karo Paminal Divisi Propam Polri, tapi juga pada kasus anggota kepolisian lainnya yang memiliki masalah.

Selain itu, apabila anggota tersebut adalah seorang perwira.

“Bukan hanya kasus Ferdy Sambo, kasus yang lain juga seperti itu. Kasus DWP yang tidak terdengar lagi kabarnya, kemudian kasus AKBP Bintoro begitu dalam aspek apakah AKBP Bintoro dan juga AKBP Gogo Galesung dilanjutkan dengan pidana,” ucapnya.

Oleh sebab itu, ini merupakan masalah penting yang patut dicermati dengan serius oleh institusi Kepolisian RI. Hal tersebut bisa mengakibatkan terjadinya perilaku semacam ini secara berkelanjutan di antara anggotanya karena merasa akan menerima pengurangan hukuman, terlebih lagi jika pelaku adalah perwira yang lulus dari Akademi Kepolisan.

Sebuah faktor lain yang menyebabkan hukumannya lebih ringan, menurut Sugeng, dapat juga dipandang dari sudut pandangan pihak korban.

Tempat di mana tidak adanya protes mungkin telah memiliki solusi di luar ranah hukum.

Dalam satu sisi pula, IPW mengkritik rangkaian proses hukuman bagi para tersangka pelaku pelanggaran yang justru menerima pengurangan hukuman serta promosi jabatan. Bahkan, menurut pernyataannya, keluarga korban pun tak ada yang meragukan hal tersebut.

“Berbeda dengan pada saat kasus ini terjadi dan menjadi perhatian publik yang besar, tekanan kepada institusi polri dari masyarakat dan keluarga korban yang diwakili oleh pengacara maupun pihak keluarga korban sendiri itu kan begitu sangat keras ya,” imbuhnya.

Oleh karena itu, IPW menyarankan untuk membentuk tim ad hoc non- militer dalam persidangan kode etik terkait anggota yang memiliki masalah, sehingga prosesnya menjadi lebih jelas dan terbuka.


Istri Hendra Kurniawan Mengatakan Suaminya Membatalkan Pendaftarannya di PDPT

Hendra Kurniawan mendapatkan pembebasan bersyarat dari penjara pada tanggal 2 Agustus 2024 kemarin.

Dia didakwa dengan tuduhan penghalang-halangan terhadap penegakan hukum dalam kasus dugaan pembunuhan bersama Rencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang juga dikenal sebagai Brigadier J.

Di luar hukuman penjara, Brigjen Hendra Kurniawan pun dikeluarkan dari kepolisian.

Pemecatan menjadi hukuman baginya usai Brigjen Hendra Kurniawan menghadiri persidangan kode etika di Mabes Polri pada tanggal 31 Oktober 2022.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata Brigjen Hendra Kurniawan sebenarnya tidak dipecat dari Polri.

Hal itu pertamakali diungkap oleh Seali Syah istri Brigjen Hendra Kurniawan.

Seali Syah mengatakan bahwa suaminya hanya akan diberhentikan sementara selama 8 atau 9 tahun. Ini berarti dia tidak di-PHK.

Mari kita lihat apakah masih bisa bekerja di Polri… Tidak ada PHK paksaan. HANYA SAJA selama protes delapan tahun atau sembilan tahun, saya kurang ingat. Jadi ya sebagai bagian dari kepolisian namun tanpa menduduki posisi penting,

“Manusia-manusia itu berada di titik serba salah sih,”

“Orang tua saya khawatir akan bernyanyi jika diberikan jabatan lagi karena takut semakin bocor dan ‘nyanyi juga’,” tulis Seali Syah merespons pertanyaan dari pengguna media sosial melalui pesan langsung di Instagram-nya.

Dia kemudian menjelaskan arti dari pemotongan pangkat dan pencabutan hukuman PTDH Hendra Kurniawan.

Saya jelaskan tentang PTDH agar tidak terjadi kesalahpahaman. Biasanya anggota Polri yang menghadapi PTDH adalah mereka yang menerima hukuman pidana lebih dari empat tahun. Ayah saya (Hendra Kurniawan) hanya mendapatkan tiga tahun hukuman.

“Sekali lagi, ternyata ada oknum dari kepolisian yang terlibat dalam kasus penyuapan obat-obatan terlarang seperti narkoba dan sebagainya tetapi hukumannya sangat jarang diberikan,” tulis akun Instagram @sealisyah pada hari Minggu, 5 Mei 2025.

Selanjutnya, Hendra Kurniawan yang juga dikenal sebagai Seali Syah mengajukan kasasi.

Hasil akhirnya Hendra Kurniawan tidak dipecat tetapi digiring dalam demonstrasi.

Hei, menurut keputusan pemberhentian dinas militer tersebut, akhirnya dia mengalami penurunan pangkat. Apakah terdapat langkah hukum tambahan? Ada, disebut sebagai PK internal; ini adalah kewenangan Kapolri.

Namun, orang-orang yang akan diadili adalah mereka-mereka saja, yaitu mereka yang sedang menikmati posisi bergengsi tersebut,” komentar Seali Syah dengan nada sinis.

“Jadi kita memutuskan untuk nanti-nanti dulu laaah PK Internalnya, masih pikir-pikir dulu.”

“Walaupun fakta sudah terkuah jelas, ayah mau nikmatin hidup everday is a holiday,” tambahnya.

“Walaupun konsepnya kita gak bisa naik Yatch atau plesir-plesiran mewah,” tulis Seali Syah dengan emoji tertawa.

Sambil menunjukkan CV Hendra Kurniawan, Seali Syah menyebut suaminya sosok ‘si paling’ mengabdi negara.

Sungguh disayangkan bagi sang hamba negara terbaik itu. Lelah menjadi polisi tentu saja sering menerima perlakuan kasar baik dari luar maupun di dalam organisasi.

“Makanya biarkan terbawa arus hehehe, berikan penjelasan panjang lebar. Padahal ada banyak sekali kasus yang jauh lebih mendesak, cuma saja tidak diberi perhatian. Yah, sebaiknya tak usah bertele-tele begitu,” tegas Seali Syah.


Peranan Hendra Kurniawan dalam Masalah Brigadir J

Diketahui peran Hendra Kurniawan dalam penyelidikan kasus pembunuhan Brigadir Noftiansyah Yosua Hutabarat yang pada akhirnya membuatnya menjadi tersangka karena dituduh melakukan obstructive justice atau penghalangan proses penyelidikan.

Peran dari Brigjen Hendra Kurniawan tersebut muncul pada pembacaan surat tuntutan kepada Brigjen Hendra Kurniawan oleh JPU saat persidangan awal kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2022).

Berdasarkan petisi hukum tersebut, Brigjen Hendra Kurniawan yang bertugas sebagai Karopaminal Divpropam Polri pada masa kejadian terlibat dalam beberapa tindakan untuk menyembunyikan kasus pembunuhan yang dilancarkannya oleh atasan-nya, Ferdy Sambo.

Dimulai dengan memerintahkan pengambilan rekaman CCTV sampai menyembunyikan apa yang terjadi sesungguhnya.

Aktor ini dimulai ketika Brigjen Hendra Kurniawan menerima telepon dari Ferdy Sambo pada hari Jumat, tanggal 8 Juli 2022 sekitar pukul 17:22 WIB atau beberapa menit sesudah kematian Yosua akibat tembakan tersebut.

Ketika dihubungi, Hendra Kurniawan tengah ada di area memancing pantai Indah Kapuk Jakarta Utara.

Dalam telepon itu, Ferdy Sambo meminta Hendra Kurniawan segera ke rumah Ferdy Sambo di Duren Tiga karena ada peristiwa yang hendak dibicarakan.

Pada sekitar jam 19:15, Hendra Kurniawan datang ke tempat tinggal resmi Ferdy Sambo.

Dia berjumpa dengan Ferdy Sambo di garasi rumahnya.

Hendra Kurniawan menanyakan, “Ada kejadian apa Pak?”

Dijawab oleh Ferdy Sambo, “Ada pelecahan terhadap mbakmu.”

Ferdy Sambo kemudian mengungkapkan urutan peristiwa pecahnya pertikaian menurut skenario yang dibuat oleh Sambo.

Setelah mendengar cerita dari Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan kemudian bertemu Brigjen Benny Ali (Karo provos Divpropam Polri) yang lebih dulu tiba di rumah Sambo sekitar setelah Magrib.

Hendra kemudian bertanya kepada Benny Ali, “Pelecahannya seperti apa..?

Benny kemudian menjelaskan kepada Hendra Kurniawan, dimana ia sudah bertemu Putri Candrawathi di rumah Saguling III.

Kepada Benny Ali, Putri Candrawathi menceritakan tentang perlakuan tidak senonoh yang dialaminya.

Dalam narasi tersebut, menurut cerita Putri, Benny menyampaikan bahwa Putri diperlakukan tidak senonoh ketika istirahat di dalam kamarnya dan pada waktu itu dia memakai pakaian tidur berupa celana pendek.

Setelah itu, Yosua memasuki kamarnya dan menyentuh pinggul Putri sampai dia bangun dan mulai berseru, kemudian terjadi pertempuran senjata api di antara Bharada E dan Brigadir J.

Setelah mendengarkan penjelasan Benny, Hendra lalu bergerak maju untuk mengamati jenazah Yosua.

Beberapa waktu setelah itu, jenazah Yosua dibawa pergi menggunakan ambulance pada kira-kira pukul 19.30 WIB.

Setelah jenazah Yosua dibawa ambulan, Hendra dan Benny kembali ke kantor Divpropam Polri.

Selama dalam perjalanan ke kantor, Hendra menelepon Harun supaya menghubungi AKBP Agus Nurpatria yang saat itu menjabat Kaden A Ropaminal Div Propam Polri.

AKBP Agus Nurpatria diminta agar datang ke kantor DivPropam dengan tujuan melakukan klarifikasi kebenaran peritiwa di TKP.

Saat sampai di kantor Divpropam, ternyata Agus Nurpatria sudah ada di sana.

Setelah itu Hendra Kurniawan memberikan penjelasan lebih lanjut kepada Baharada E, Brigadir RR, serta Kuat Maruf yang telah hadir di kantor Divpropam Polri.

Pada penjelasan tersebut, semua poinnya mendukung kisah yang diberitahu oleh Ferdy Sambo.

Pada pukul 20.45, Benny Ali menerima panggilan telepon dari Dedy Murti yang menyarankan Benny Ali untuk bertemu dengan pemimpinnya.

Ketika Benny Ali meninggalkan kantor Divpropam dengan tujuan untuk bertemu pemimpinnya dan ingin turun ke Lantai 1 Biro Provost tempat dia akan menemui Ferdy Sambo, Benny Ali mengatakan, “Pimpinan memintaku datang.”

Ferdy Sambo menjawab, “Ya, beri tahu saja, nantinya saya akan hadir juga.”

Selanjutnya Hendra Kurniawan bersama Benny Ali menemui sang pemimpin.

Setelah bertemu dengan pemimpinnya, Hendra Kurniawan, Benny Ali, Agus Nurpatria, Adi Purnama, dan Harun kemudian diundang lagi oleh Ferdy Sambo.

Pada kesempatan tersebut, Ferdy Sambo mengulangi lagi bahwa hal itu merupakan soal martabatnya.

“Tidak ada gunanya memiliki posisi dan pangkat bintang dua jika martabat dan harga diri beserta kehormatan keluarga musnah akibat perilaku Brigadir Nofriansyah Yosua,” ungkap Ferdy Sambo seperti tertera di dalam dokumen tuntutan.

Pada waktu tersebut, Ferdy Sambo menyatakan telah bertemu dengan pemimpin Polri.

Sudah bertemu dengan atasan dan menyampaikan semuanya. Hanya ada satu pertanyaan dari sang pemimpin: ‘Kamu menembak dia, kan?’ Dan Ferdy Sambo meresponsnya sebagai berikut: ‘Apakah Anda siap untuk ini, Jenderal? Bila saya melakukan penembakan, tentunya bukan di dalam rumah; akan lebih baik diselesaikan di luar. Seandainya tindakan tersebut terjadi oleh diriku sendiri, kepala orang itu mungkin hancur atau bahkan meledak akibat pistol .45 milikku,’ demikian ungkap Ferdy Sambo pada dokumen gugatan.

Berikutnya, Ferdy Sambo menyarankan kepada Hendra Kurniawan dan kawannya untuk mengolah kasus pembunuhan Yosua berdasarkan laporan di tempat kejadian perkara yang telah ditulis.

Pada hari berikutnya yaitu Sabtu, 9 Juli 2022, Ferdy Sambo menghubungi kembali Hendra Kurniawan.

Pada saat tersebut, Ferdy Sambo mengharapkan bahwa pemeriksaan saksi yang dilaksanakan oleh penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan harus berlangsung di Biro Paminal dan tidak di kantor Polres Metro Jakarta Selatan.

Ferdy Sambo memberikan alasan bahwa untuk mencegah kasus ini berbecor, terutama yang berkaitan dengan pelecehan Putri Candrawathi.

Di samping itu, Hendra Kurniawan diperintahkan untuk memeriksa rekaman CCTV yang berada di area sekitar rumah Ferdy Sambo.

“Saudara, untuk mendengarkan keterangan para saksi yang diselidiki oleh Satuan Selatan langsung saja ke lokasi,,,,! Agar tidak terjadi keributan karena kasus ini berkaitan dengan Masalah Pelecehan dari Kakakmu, mohon pastikan juga memeriksa rekaman CCTV kompleksnya,” perintah Sambo seperti dituliskan dalam dokumen tuntutan.

Hendra Kurniawan setelah itu melanjutkan instruksi Ferdy Sambo dengan memeriksa rekaman dari kamera pengawas yang berada di area sekitar rumah Ferdy Sambo.

Hendra mencoba menghubungi Ari Cahya Nugraha, dikenal sebagai Acay, anggota tim CCTV untuk kasus KM 50, tetapi panggilannya tidak tersambung.

Setelah itu, Hendra Kurniawan menelepon Agus Nurpatria lewat panggilan WhatsApp untuk menyuruhnya datang ke kamarnya guna mengecek rekaman CCTV.

Terakhir, tim yang dipimpin oleh Ari Cahya Nugraha, AKP Irfan Widyanto, mengambil DVR dari sistem keamanan CCTV di area satpam rumah dinas Ferdy Sambo dan hal ini menyebabkan kerusakan pada DVR tersebut.

Walaupun rekaman CCTV tidak sama dengan versi Sambo, Hendra Kurniawan mengharapkan timnya untuk tetappercayai narasi yang disampaikan oleh Ferdy Sambo.

Dalam dokumen gugatan tersebut, disebutkan bahwa Hendra Kurniawan telah mengajak rekananya, AKPB Arif Rachman Arifin—yang pada masa itu berperan sebagai Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri—untuk percaya pada narasi yang diberikan oleh Ferdy Sambo.


(lowongankerja.asia/Tribun-Medan.com/Tribun-Timur.com)

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *