- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
crude oil, economics, news, oil, oil and fuel pricescrude oil, economics, news, oil, oil and fuel prices - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
17
lowongankerja.asia.CO.ID –
Harga minyak naik untuk hari kedua secara beruntun pada Jumat (25/4). Kenaikan ini dipicu oleh kemungkinan pengurangan tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Meskipun demikian, dari sisi Mingguan, harga minyak masih menunjukkan tren pengurangan sebesar kira-kira 2%, disebabkan oleh ketidakpastian mengenai kelimpahan persediaan.
Melansir
Reuters
, harga minyak mentah Brent meningkat 31 sen menjadi US$66,85 per barel pada jam 06.50 GMT, walaupun turun sebesar 1,7% secara keseluruhan dalam seminggu ini.
Pada saat yang sama, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik sebesar 35 sen hingga mencapai tingkat US$63,12 per barel, menyusul penurunan semingguan sebesar 2,4%.
“Untuk hari ini, harga minyak mengalami kenaikan halus lantaran pasar menanggapi indikasi penurunan tensi terkait tarif dari Trump serta potensi pergeseran dalam kebijakan The Fed, kedua faktor tersebut juga berkontribusi pada pemulihan pasar secara menyeluruh,” jelas Anh Pham, Analis Senior di LSEG.
“Meski demikian, dalam jangka waktu seminggu, harga cenderung merosot seiring dengan keprihatinan akan surplus pasokan dari kelompok OPEC+, yang terus mengganggu pasar. Di saat bersamaan, perkiraan untuk penjualan minyak menjadi kurang stabil akibat perang perdagangan yang belum usai. Pengetatan nilai tukar dollar Amerika Serikat pun turut menekan angka harga bahan bakar,” imbuhnya.
Presiden AS Donald Trump secara terdahulu mengumumkan bahwa negosiasi perdagangan antara AS dan China tengah berjalan, menyangkal klaim China tentang kurang adanya dialog untuk mendinginkan perang dagang tersebut.
China disebut sedang mempertimbangkan untuk mengkecualikan sejumlah produk impor dari AS dari tarif 125% tersebut. Pihak berwenang juga telah meminta perusahaan-perusahaan untuk menyampaikan daftar barang-barang yang mungkin layak dikecualikan.
Hal ini menunjukkan indikasi jelas bahwa Beijing mulai risih dengan efek ekonomi yang ditimbulkan oleh perang tarif itu.
China meningkatkan tarifnya sebagai balasan atas tindakan Trump yang sebelumnya telah menerapkan bea masuk lebih tinggi pada produk-produk dari negeri tirai bambu tersebut.
Harga minyak turun drastis pada awal bulan ini usai kenaikan tariff mengundang ketidakpastian tentang permintaan dunia, yang berimbas pada penjualan besar di bursa saham.
Kecemasan terhadap surplus pasokan juga mulai meningkat. Sejumlah anggota OPEC+ dikabarkan telah mengusulkan agar organisasi tersebut segera menambah produksinya lebih cepat lagi di bulan Juni nanti, seperti yang diberitakan oleh Reuters minggu ini, dan hal itu akan menjadi kali kedua beruntun mereka melakukan kenaikan produksi.
Dalam bidang geopolitik, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyampaikan pada CBS News bahwa Moskow dan Washington sedang menuju arah yang tepat untuk menuntaskan konflik di Ukraina, walaupun sebagian aspek dari perjanjian tersebut masih belum mencapai kata sepakat.
Penyelesaian konflik antara Rusia dan Ukraina serta pengurangan hukuman sanksi bisa memulihkan aliran ekspor minyak Rusia ke pasaran global.
Rusia, sebagai bagian dari kelompok OPEC+, menempati posisi ketiga di antara negara-negara pengepul minyak utama global bersama dengan Amerika Serikat dan Arab Saudi.
Pada minggu lalu, permintaan minyak dunia mengalami peningkatan, yang utamanya disebabkan oleh kenaikan penggunaan bensin di Amerika Serikat.
Permintaan untuk bahan bakar seperti solar terus meningkat akibat suhu yang rendah berlangsung sampai bulan April, sebagaimana dijelaskan oleh para ahli dari JPMorgan Commodities Research.
Akan tetapi, mereka mengamati bahwa permintaan harian masih kurang sekitar 200.000 barel per hari dibanding perkiraan, disebabkan oleh penurunan konsumsi yang terjadi pada awal dua minggu pertama bulan ini.