- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
earthquakes, local news, natural disasters, news, seismologyearthquakes, local news, natural disasters, news, seismology - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
3
PR JABAR
– Gunung Tangkuban Parahu yang terletak di batas antara Kabupaten Bandung Barat dan kabupaten Subang, Jawa Barat, tetap memperlihatkan tanda-tanda kegiatan gempa dengan frekuensi rendah (Low-Frequency/LF) serta guncangan tremor menerus. Ini disampaikan oleh Badan Geologi dalam laporannya pada hari Sabtu, tanggal 7 Juni 2025.
“Menurut laporan hasil pengamatan gempa bumi yang direkam pada hari Sabtu, tanggal 7 Juni 2025, tercatat ada sebanyak 12 kali Gempa Frekuensi Rendah serta getaran berkelanjutan dengan tingkat amplitudo tertinggi mencapai dari 0,5 sampai 1 milimeter,” jelas Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid saat ditemui di Bandung.
Dia mengatakan bahwa hasil tersebut menunjukkan adanya pengurangan yang cukup mencolok. Acuan ini dimulai setelah berakhirnya kenaikan kegiatan gunung api pada tanggal 1 Juni 2025 kemarin.
Pada saat tersebut, dia menambahkan, terdapat 100 kali guncangan LF yang naik menjadi 134 insiden pada tanggal 2 Juni 2025. Selanjutnya, jumlah ini meroket hingga mencapai 270 kejadian pada 3 Juni 2025.
Pada tanggal 4 Juni, dicatat sekitar 134 insiden, lalu jumlahnya menurun menjadi 133 di hari berikutnya yaitu 5 Juni 2025. Akan tetapi, pada 6 Juni 2025 angka tersebut mengalami penurunan lagi hingga mencapai 110 insiden.
Menurut dia, perekaman gelombang ledak dan frekuensi rendah diperkirakan tetap tinggi. Ini juga dikatakannya sebagai indikasi ada pergeseran pada pola kegiatan Vulkaniknya, yang sangat terkait dengan gerakan cairan di lapisan permukaan bawah tubuh Gunung tersebut.
“Walaupun secara umum tingkat kegiatan Gunung Tangkuban Parahu masih dalam kategori Level I (Normal),” kata Wafid.
Dia juga menyebut bahwa Badan Geologi telah mengirim sebuah tim ke kawah yang berada di puncak Gunung Tangkuban Parahu guna memantaunya suhu pada saat itu.
Akhirnya, hasil pantuan visual di area dua kawah pada dataran tinggi tersebut yaitu Kawah Ratu dan Kawah Ecoma, menunjukkan adanya pelepasan uap berwarna putih yang ringan sampai sedang berasal dari kedua kawah ini. Ketinggian kolom uap mencapai antara 5 hingga 150 meter di atas dasar Kawah Ratu. Sementara itu, dari dalam Kawah Ecoma, dapat diamati pengepulan uap setinggi 5 hingga 10 meter.
“Kini, kegiatan menguapnya lumpur, gas sulfatara, serta fumarola lebih banyak terlihat di Kawah Ratu daripada Kawah Ecoma, dengan tingkat tekanan yang rendah sampai sedang,” jelas dia.
Walaupun intensitas gempa telah berkurang, Wafid menyebut bahwa data dari pemantauan deformasi permukaan dengan peralatan seperti Electronic Distance Measurement (EDM) serta Global Navigation Satellite System (GNNS) masih memperlihatkan adanya fenomena inflasi. Ini menggambarkan ada penumpukan tekanan di lapisan pendek sejajar dasar gunung berapi.
“Masih menjadi kekhawatiran karena kemungkinan letusan freatik bisa terjadi dengan cepat dan tak berwarna, tidak disertai gejala-gejala vulkanik yang nyata,” katanya.
Hingga saat ini, pengukuran gas menggunakan instrumen Multi-GAS stasiun permanen belum menunjukkan perubahan mencolok dalam komposisi gas-gas vulkanik seperti rasio CO₂/SO₂, CO₂/H₂S, maupun proporsi antara SO₂ dan H₂S.
Konsentrasi gas yang terukur pada 7 Juni 2025 di bibir Kawah Ratu bagian utara dengan menggunakan Multi-GAS portabel juga masih berada dalam batas normal.
Setelah memperhatikan seluruh data tersebut, Wafid menegaskan bahwa warga dan para tamu yang berada di dekat Gunung Tangkuban Parahu dianjurkan agar tidak mendekati bagian bawah kawah, menghindari zona aktif, serta langsung meninggalkan tempat apabila mencatat adanya peningkatan frekuensi tekanan udara atau merasakan aroma gas yang menusuk hidung.
Meskipun aktivitas menurun, kewaspadaan harus tetap dijaga. Pemerintah daerah dan BPBD diminta terus menjalin koordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu di Desa Cikole serta Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung.
Masyarakat diupayakan untuk tetap tenang, tidak gampang goyah dengan rumor-rumor yang belum bisa dibuktikan dan sebaiknya menyimak rilis berita resmi.
“Penilaian tentang aktifitas Gunung Tangkuban Parahu akan dilaksanakan dengan rutin atau kapan saja jika ada perubahan yang mencolok. Penduduk diminta untuk tetap tenang, waspada, dan menurut petunjuk otoritas setempat agar semua orang selamat,” katanya.
Gunung Tangkuban Parahu merupakan gunung api aktif yang memiliki sembilan kawah dengan dua kawah utama berada di area puncak, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas. Erupsi Tangkuban Parahu pada umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu, dengan yang terakhir tercatat letusan itu terjadi pada 2019 lalu.***