- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
health, illness, news, psychology, psychology of everyday lifehealth, illness, news, psychology, psychology of everyday life - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
7
lowongankerja.asia, BANDUNG
– Sebelumnya sering dibicarakan istilah FOMO, yaitu kependekkan dari “Fear Of Missing Out” dalam bahasa Inggris. Perasaan ini mengacu pada ketakutan atau rasa gelisah tentang kemungkinan melewatkan momen-momen penting dan menyenangkan yang tengah berlangsung di lingkungan sekitar kita, misalnya event sosial, perkembangan trend baru, ataupun peluang-peluang lainnya.
Sekarang ini terdapat pula istilah FOPO yang dinyatakan oleh para ahli bisa berimbas pada aspek psikologis individu.
Yuk ketahui lebih lanjut tentang FOPO, sebagaimana dikutip Tribun Jabar dari laman resmi UGM.
Apakah Anda kerap khawatir tentang penilaian dari pihak lain?
Kamu mungkin merasakan FOPO yaitu Ketakutan terhadap Pendapat Orang Lain.
Rasanya takut akan pandangan orang lain pastinya dapat sangat mengacaukan hidup apabila timbul berkelanjutan.
Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog, menjelaskan bahwa saat ini FOPO telah menjadi fenomena di masyarakat tanah air.
Justru di beberapa periode belakangan, fenomena tersebut memperlihatkan pola pertumbuhan yang makin pesat.
“Ditambah lagi dengan pemakaian media sosial sebagai salah satu faktor penyebab munculnya FOPO pada banyak orang. Media sosial membuat pandangan mereka lebih terbuka, serta citra diri mereka juga ikut terekspos. Meski demikian, tetap saja ada individu yang sudah lama merisaukan tentang opini orang lain,” jelasnya ketika diwawancara Senin (15/5).
Novi menyebutkan bahwa di Indonesia, FOPO terbentuk melalui pengaruh budaya dan sistem pendidikan.
Feodalisme dan kepatuhan yang masih melekat dalam masyarakat memberikan sumbangsih besar terhadap pembentukan FOPO pada orang-orang Indonesia.
“Sebagai contoh, budaya feodal seperti itu di mana para senior menentukan opini publik. Kemudian, tentang konsistensi, sejak kecil anak-anak diajarkan untuk memiliki pikiran yang senantiasa serupa; apabila ada perbedaan sedikitpun, mereka bisa disebut aneh karena telah dibesarkan dalam lingkungan keseragaman,” jelasnya.
Dosen dari Fakultas Psikologi UGM tersebut mengatakan bahwa sistem pendidikan saat ini membuat setiap individu serupa, sehingga pada gilirannya warga negara Indonesia cenderung lebih memperhatikan pandangan atau pemikiran orang lain tentang diri mereka daripada opini pribadi mereka terhadap diri sendiri.
Ditambahkan lagi dengan adanya media sosial di mana citra atau sudut pandang seseorang diciptakan melalui platform tersebut.
Sebagai contoh, beragam perbincangan dan dialog berkaitan dengan indikator keberhasilan untuk generasi muda telah banyak bermunculan.
Pemuda dikatakan berhasil apabila pada rentang umur 20-an telah mengantongi pendapatan pribadi atau menjalankan bisnisnya sendiri. Sebab pembicaraan dalam media sosial itu membuat banyak orang mulai mengevaluasi dan menyandingkan keadaannya dengan yang lain.
“Pada akhirnya ia merenungkan dirinya, di usia 30 tahun namun masih belum memiliki bisnis pribadi sehingga perlahan menjadi kurang percaya diri lantaran hidupnya tak sejalan dengan ekspektasi banyak orang,” jelasnya.
Keadaan tersebut, selanjutnya, disebabkan oleh individu yang belum menyadari jati dirinya sendiri.
Pada masa remaja, seseorang perlu memahami dirinya sendiri. Jika diberi kebebasan untuk mengeksplorasi identitasnya, mereka akan berkembang dengan pengetahuan yang lebih baik tentang siapa dirigsendiri.
Jika kesadaran diri telah dikuasai, maka identitas pribadi dapat terbentuk dengan baik sehingga tidak akan khawatir tentang opini orang lain dan tidak ragu untuk menjadi berbeda.
“Orang-orang di Indonesia saat ini umumnya merasakan FOPO, yaitu khawatir akan dievaluasi sebagai seseorang yang buruk, keliru, atau tidak berhasil,” ungkapnya.
Novi menegaskan bahwa apabila rasa takut terhadap penilaian oranglain tetap berlangsung, hal itu dapat memicu gangguan kecemasan sosial.
Keadaan itu dapat menyebabkan efek merugikan terhadap kesejahteraan psikologis seseorang, misalnya rentan stress ketika menemui kekalahan.
Hal ini juga membuat orang tersebut tak menyadarai hasrat pribadi mereka karena segala usaha hanya difokuskan pada pemenuhan ekspektasi masyarakat.
Selanjutnya, apa langkah-langkah untuk menghindari kejadian seseorang menjadi FOPO? Novi menyebutkan bahwa hal ini dapat dicegah melalui pembelajaran di lingkungan rumah maupun sekolah.
Sistem pendidikan diciptakan untuk memungkinkan anak-anak berkembang sambil merasakan kepercayaan diri.
Jika anak-anak mempunyai kepercayaan diri yang kuat, mereka akan berkembang menjadi individu yang terkini dan otonom.
Sebaliknya, apabila anak tersebut kurang memiliki kepercayaan diri, sebagian dari hidupnya akan diisi dengan berbagai emosi negatif seperti perasaan malu, ketakutan, keresahan, serta merasa tanpa harapan dan hal-hal serupa.
“Jika memiliki energi untuk membangun rasa percaya diri yang kuat, seseorang tidak akan mudah merasakan ketakutan atau FOMO (Fear Of Missing Out). Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu lingkungan yang mendorong pembentukan kepercayaan diri dengan cara menyediakan berbagai kesempatan unik bagi tiap individu,” jelasnya.
Bagaimana cara menghadapi situasi ketika seseorang telah merasa FOPO? Jika tingkat cemasnya belum terlalu parah, Novi merekomendasikan penanganan melalui metode pemikiran atau pendekatan kognitif yaitu dengan melakukan dialog internal.
Sebagai contoh, melakukan pembicaraan tentang alasan di balik ketidakberanian dalam pengambilan keputusan, dampak yang mungkin timbul, serta pertimbangan antara keuntungan dan kerugian dari tindakan tersebut dan sebagainya.
Dialog dapat memperbaiki metode berfikir serta mendorong orang tersebut untuk bertindak dengan cara yang baru.
Selanjutnya, lakukan lebih banyak aktivitas. Semakin banyak kegiatan bermanfaat yang Anda ikuti, semakin sedikit cemas yang dirasakan.
“Bila telah mencapai tingkat yang serius hingga traumatis, sebaiknya segera menghubungi ahli seperti psikolog atau konselor,” tegasnya.