- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
education, indonesia, local news, news, politicseducation, indonesia, local news, news, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
8
lowongankerja.asia, KUPANG
–Pesta Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada tahun 2025 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) diselenggarakan dengan penuh semarak.
Beberapa aktivitas yang diikuti oleh ribuan siswa dengan ciri pendidikan, budaya, dan kerjasama ini berhasil mencatat rekor baru versi Museum Rekor Indonesia atau MURI.
Upacara Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diselenggarakan pada hari Jumat (2/5) di halaman depan Dinas P dan K Provinsi NTT tersebut berjalan dengan semarak dan dipenuhi warna-warna tradisional melalui pakaian adat. Semua peserta, termasuk murid-murid, pendidik-pendidiak, serta Forkopimda dan para tamu undangan memakai baju adat dari seluruh wilayah NTT.
Gubernur NTT, Melki Laka Lena, yang berperan sebagai pengawas upacara, hadir dengan memakai pakaian tradisional dari Kabupaten Sabu Raijua. Di sisi lain, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NFT, Ambrosius Kodo, yang menjadi penyelenggara upacara, menggunakan baju adat dari daerah Ngada.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Ambrosius Kodo, mengatakan bahwa semua serangkaian acara Hari pendidikan Nasional di tahun ini dilaksanakan dengan tema utama “Mari Membangun NTT”.
“Perayaan Hari Pendidikan Nasional kali ini dengan tekad kuat ‘Ayo Bangun NTT’. Tekad tersebut bertujuan untuk memobilisasi seluruh elemen dan potensi dengan cara yang terencana dan bijaksana guna menciptakan NTT menjadi daerah yang makmur, sehat, pintar, sejahtera, serta lestari,” ungkapnya.
Acara pecahan rekor MURI tersebut merupakan bacaan puisi dalam tiga bahasa yakni Bahasa Dawan, Bahasa Indonesia, serta Bahasa Inggris dengan partisipasi lebih dari 10.000 orang di wilayah Timor Tengah Selatan (TTS).
Bukan hanya itu saja, pertunjukkan besar NTT Menari berhasil mencetak prestasi dengan memecahkan rekor MURI. Sekitar lebih dari 20.000 siswa dari jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK di seluruh 22 kabupaten/kota turut serta dalam penampilan tarian adat khas NTT yang dilakukan secara bersama-sama pada saat yang sama. Penyajian tarian ini tercatat sebagai bagian dari warisan budaya tidak berwujud bagi provinsi NTT.
“NTT Menari mengikutsertakan 20.000 siswa dari 22 kabupaten dan kota, gerak tari tersebut terdaftar sebagai warisan budaya tidak berwujud milik NTT,” katanya.
Di samping itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur juga mengadakan Sayembara Menulis Surat untuk Gubernur (SMS), dengan partisipasi sebanyak 1.000 pelajar. Serangkaian surat tersebut kemudian dikemas dalam bentuk buku dan diberikan kepada Gubernur NTT, Melki Laka Lena.
” Menulis surat ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kemampuan membaca dan menuliskan serta menyokong program Genta Belis NTT guna mengatasi masalah literasi,” jelasnya kembali.
Untuk meningkatkan kreativitas serta daya innovasi para pelajar, diselenggarakanlah Gebyar SMK dan SMA yang mengumpulkan partisipan dari 48 sekolah di Kota Kupang beserta daerah-daerah lain dalam wilayah NTT.
“Gebyar SMK, mengunggah bakat pelajar lewat panduan kemampuan praktis, pertunjukan prestasi, pameran hasil karya yang kreatif serta inovatif. Ini merupakan pencapaian dari program pendukungan sekolah di NTT,” jelasnya.
Para siswa ini menampilkan produk keterampilan, unjuk kerja, serta pameran hasil inovasi sebagai bukti dari kemajuan pendidikan vokasional di NTT. Dinas P dan K juga gelar lomba internal antar pegawai di dinas pendidikan, kepala sekolah, dan guru di Kota Kupang.
Ambrosius mengatakan bahwa acara tersebut sebagai sarana hiburan bermanfaat yang memperkuat semangat olahraga dalam tempat kerja. “Acara ini mendorong semangat berolahraga serta memberikan hiburan yang baik di kalangan pekerja,” tambahnya.
Gubernur NTT, Melki Laka Lena menyatakan bahwa perayaan Hari Pendidikan Nasional bukan hanya bertujuan meningkatkan mutu pendidikan tetapi juga seharusnya menjadi kesempatan untuk menggali dan memajukan kreasi serta bakat lokal.
“Anak-anak perlu dapat mengidentifikasi dan memperkaya kemampuan lokal mereka. Jangan sampai ada bakat yang terabaikan,” katanya.
Dia juga menggarisbawahi kepentingan untuk membentuk cinta kaum muda terhadap tempat kelahiran mereka lewat proses belajar-mengajarkan.
Gubernur Melki menyebutkan bahwa pakaian tradisional yang ia kenakan berasal dari Sabu Raijua, tempat kelahiran tokoh nasional Izaak Huru Doko. Izaak Doko merupakan salah satu figur penting dari Nusa Tenggara Timur (NTT) dan pernah diangkat menjadi anggota kabinet. “Dia seorang teladan dari NTT yang sudah memberikan inspirasi pada skala nasional,” katanya.
Dia berharap para pelajar meniru Jejak Huru Doko dengan memulai pembangunan melalui sektor pendidikan. Dia mengundang semua warga untuk tetap mensupport perkembangan dalam bidang pendidikan di NTT. “Mari kita dorong peningkatan pendidikan di NTT,” katanya.
Ende Terbanyak
Dari Atambua, kabar yang datang dari Kabupaten Belu menyebutkan bahwa ribuan siswa dari jenjang SMP hingga SMA/SMK se-entire Kabupaten Belu menghibur dengan penampilannya pada acara peringatan Hardiknas di Lapangan Umum Atambua.
Pada acara tersebut dipertunjukkan tarian besar yang melibatkannya sekitar 2.001 penari menampilkan gabungan dari Tarian Likurai, Gawi, dan Tebe. Penyajian ini dilakukan dengan memakai busana tradisional khas daerah Belu oleh para penari untuk menyampaikan kesan kemegahan dalam pertunjukan mereka.
Plt Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Belu, Maksimus Mali, S.STP, menyatakan bahwa pertunjukan tari kolosal ini bertujuan bukan saja merayakan Hari Pendidikan Nasional, melainkan juga untuk mengembangkan kesadaran akan nilai-nilai budaya setempat dalam era globalisasi yang semakin dominan.
“Kita menyatukan Tarian Gawi dan Likurai dengan sejumlah unsur dari tarian tradisional lainnya. Hal ini lebih dari sekedar pementasan; itu adalah wujud nyata dalam mendidik karakter, memupuk rasa nasionalisme serta cintai terhadap warisan budaya lokal di kalangan pemuda,” ungkap Maksimus Mali.
Menurut dia, tantangan zaman modern sekarang memberikan pengaruh signifikan pada keberadaan tradisi setempat. Oleh karena itu, dengan acara pementasan skala besar ini, diharapkan siswa-siswa akan termotivasi bukan saja untuk mempelajari, namun juga merasa bangga serta berperan aktif dalam menjaga warisan budaya lokal mereka.
Di atas sebagai sebuah pertunjukan, acara tersebut juga berfungsi untuk mempromosikan budaya Kabupaten Belu di arena yang lebih besar.
“Tarian besar ini sudah menjadi tempat pertemuan antar sekolah berbeda, orang dari segala umur, hingga perwakilan dari berbagai latar belakang budaya. Ini merupakan platform pendidikan yang menghubungkan semua elemen tersebut dalam semangat persaudaraan serta cinta akan tradisi,” jelasnya.
Maksimus pun menginginkan bahwa acara semacam ini bisa memberikan kesempatan yang lebih luas bagi para siswa di Belu agar bisa menampilkan diri mereka dalam even seni bertaraf nasional hingga internasional.
Di Soe, NTT, acara peringatan Hari Kartini di Lapangan Puspemnas Pemerintah Daerah NTT terpaksa dihentikan sementara akibat hujan. Setelah cuaca membaik dan kegiatan berlanjut, para peserta melanjutkan dengan pertunjukan tarian Bonet. Terdapat kira-kira 2.000 penari yang berasal dari sekolah dasar hingga menengah atas bersama-sama dengan gurunya.
Bonet Dance adalah sebuah tarian unik dari TTS yang bertujuan untuk menyambut hasil panen. Yang membuatnya istimewa adalah para penari juga ikut bernyanyi menggunakan alat musik tradisional mereka sendiri. Walaupun ada sedikit gangguan akibat hujan tipis yang mulai menerpa tempat persembahannya, namun hal itu tidak mempengaruhi semangat para penari dalam melanjutkan pertunjukan tersebut sampai selesai.
Acara tersebut diperkaya dengan berbagai pertunjukan seperti penyampaian syair untuk Presiden Republik Indonesia, puisi dalam bahasa Dawan, tari kreatif yang ditampilkan oleh pelajar SDI Nifobuko, dan penyerahan sertifikat bagi pemenangnya.
Di Ende, sekira 5000 siswa dari jenjang SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Ende ikut serta dalam tarian Gawi masal setelah berpartisipasi dalam upacara peringatan Hardiknas di Lapangan Perse Ende. Jumlah para pelaku tarian Gawi masal pada tahun 2025 ini mencapai puncak tertinggi bagi penampilan tarian adat yang dilaksanakan bersama-sama di semua kabupaten/kota di Provinsi NTT.
Sejak pagi, ribuan siswa yang ikut serta dalam pertunjukan Gawi masal telah mengepung tribun utama lapangan Perse Ende. Para partisipan ini menggunakan pakaian tradisional; para pemuda memakai kemeja putih dengan sarung hitam bernama ragi, sementara gadis-gadis mengenakan lawo lambu yaitu kombinasi dari sarung dan gaun warna biru serta merah.
Setelah apel selesai, mereka pun memulai persiapan untuk tampil bermain Gawi bersama-sama di pusat lapangan dengan kehadiran Bupati dan Wakil Bupati Ende, Forkopimda serta warga kota Ende sebagai penonton.
Berturut-turut, mereka berjalan menuju pusat lapangan dan mengatur diri menjadi sebuah lingkaran, di mana para pria menempati posisi di dalam lingkaran sementara wanita berada pada lingkaran yang lebih luarnya.
Tahun ini cukup khusus terkait situasi yang biasanya berlangsung di NTT secara keseluruhan serta setiap kabupatennya. Sejalan dengan instruksi dari Pak Gubernur pada tanggal 2 Mei, tujuannya adalah agar NTT dapat mencetak rekor baru dalam MURI melalui penampilan tarian. Oleh karena itu, tim kepanitiaan sepakati bahwa akan ada pertunjukan Gawi bagi Kabupaten Ende. Hal tersebut sungguh melebihi ekspektasi mengenai partisipasinya, total pesertanya mendekati 5000 orang,” ungkap kepala dinas pendidikan dan budaya Kabupaten Ende, Malthidis Mensi Tiwe.
Menurutnya, Tarian Gawi adalah sebuah tari suci yang amat penting untuk komunitas Ende Lio Nage dan membawa pesan tentang kesatuan, kolaborasi, bahu-membantu, serta berbagi nasib baik buruk. (dim/bet/any)
Guru Honorer Merasa Sebagai Warga Kelas Kedua
Pada saat kebanyakan sekolah di kota sudah menganut metode pengajaran berbasis digital, gambaran yang bertolak belakang malah masih tampak di daerah pedalaman Kabupaten Ende.
Di Desa Wolokota yang terletak di Kecamatan Ndona, proses belajar mengajar dilakukan meskipun dengan berbagai keterbatasan. Bahkan, untuk alat peraga mata pelajaran Matematika mereka menggunakan batu dan sebilah bambu sebagai gantinya.
Irna Mariana Pongge, seorang pengajar sukarela di SDK Wolokota, sudah menyumbangkan waktunya selama 13 tahun demi membimbing generasi muda di kawasan pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Ia memulai perjalanannya sebagai guru pada tahun 2008 dan tetap gigih melanjutkan tugasnya meski kondisi sekolah tidak banyak dilengkapi dengan sarana prasarana pembelajaran yang cukup.
“Biasanya di kelas kami tidak pernah menggunakan metode pembelajaran daring lantaran koneksi internet yang tersedia sangat terbatas. Selain itu, di sekolah kami pun tak memiliki sumber daya listrik. Apabila benar-benar dibutuhkan, kami akan menggunakan generator,” ungkap Irna saat berbincang dengan Pos Kupang pada hari Jumat, 2 Mei kemarin.
Sekolah di mana Irna mendidik tak punya komputer. Agar bisa ikut ANBK, para murid SDK Wolokota mesti menggunakan fasilitas dari sekolah lain di Kota Ende yang sudah dilengkapi dengan peralatan yang cukup.
“Untuk ANBK, kita perlu mengantar murid-murid ke kota karena di sini bahkan komputernya tak tersedia. Ini menjadi tantangan besar bagi kami,” jelas Irna.
Desa Wolokota letaknya ada di bagian selatan Kabupaten Ende, tempat dimana fasilitas dasar seperti jalanan, pasokan listrik, serta koneksi internet masih kurang memadai. Tentunya hal tersebut menjadi hambatan besar bagi kemajuan dalam bidang pendidikan.
Bukan hanya masalah fasilitas, kesejahteraan guru pun jadi tantangan utama. Irna, yang sudah mengabdikan diri selama lebih dari sepuluh tahun, saat ini cuma mendapat insentif senilai Rp 950 ribu setiap bulannya.
“Pada awalnya, saya hanya menerima sebesar Rp 105 ribu. Hanya dalam empat tahun terakhir ini ada kenaikan yang cukup kecil. Di tahun 2023, pendapatan saya menjadi Rp 783 ribu, sementara di tahun 2022 baru mencapai Rp 587 ribu,” jelasnya.
Walaupun belum mencapai standar kecukupan ekonomi, semangat Irna tidak pernah surut. Dia terus melanjuti tugas pengajaran dengan sepenuh hati karena dia merasa bertanggung jawab secara etis untuk membimbing anak-anak desanya.
Irna menyatakan bahwa beragam keterbatasan sudah menjadi sebagian dari rutinitasnya. Dia harus berkutat dengan masalah akses internet yang terbatas dan bahkan pernah berjalan puluhan kilometer hanya untuk sampai ke tempat mengajarnya.
Berjalan kaki telah menjadi hal yang umum bagi mereka. Mereka pernah berjalan selama 4 hingga 5 jam dari Wolokota menuju Wolotopo, dengan jarak kurang lebih 6,6 kilometer. Jika kondisi cuaca mendukung, mereka akan melewati jalur pantai, namun jika situasinya ekstrim, maka hanya bisa melalui jalan kaki saja,” ceritanya sembari tersenyum ringan.
Kendala dalam transportasi menambah beban pada proses pembelajaran dan pengajaran. Akan tetapi, kesulitan tersebut tidak meredupkan motivasi para guru di SDK Wolokota. Mereka masih saja hadir di sekolah untuk bertemu dengan murid-muridnya.
Jumlah murid di SDK Wolokota cukup terbatas. Keseluruhan, hanya ada 27 siswa yang menyebar mulai dari kelas I hingga VI. Terlebih lagi, kelas I hanya mempunyai seorang siswa saja. Menurut Irna, “Kelas VI mencakup tujuh siswa, kelas V lima siswa, sedangkan kelas IV tiga siswa. Di sisi lain, kelas III dan II setiap kelas berjumlah lima siswa, dan untuk kelas I hanya tersisa satu anak.”
Setiap guru di SDK Wolokota, bahkan kepala sekolah mereka, masih bergelar honorer. Meski demikian, mereka terus bertahan meskipun kondisinya terbatas dan mempunyai satu tujuan yaitu agar anak-anak di daerah tersebut dapat melanjutkan pendidikan. Inovasi merupakan faktor penting untuk menyelesaikan masalah kurangnya peralatan pengajaran.
Irna bersama timnya tak jarang memanfaatkan butiran batu atau potongan bambu untuk membantu perhitungan mereka. “Bagi tingkat dasar, kita gunakan butir-butir batu. Jika tidak ditemukan ilustrasi dari komputer maupun jaringan online, maka kita hasilkan sendiri dari bambu yang dipotong. Segalanya dilakukan secara manual,” ujarnya.
Di luar menjadi seorang guru, Irna merupakan pahlawan dalam bidang pendidikan. Dia telah berulang kali mengikuti proses seleksi untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tetapi selalu menemui kegagalan dikarenakan ia masih bekerja sebagai guru di Sekolah Swasta.
Tahun lalu saya mendaftar sebagai PPPK tetapi gagal. Menurut mereka, sekolah swasta tidak memungkinkan. Belum lagi dokumen saya sempat hilang tanpa jejak,” keluhnya sambil terlihat kesedihan.
Irna mengira dirinya seperti seorang warga kelas dua. Dia tak mempunyai ‘ orang dalam’ atau jaringan pertemanan yang bisa membantunya. Meski telah berusaha berkali-kali, dia masih sering kali menemui kegagalan akibat masalah-masalah Administrasi dan sistem kerja yang kurang terbuka untuk umum.
I tidak memiliki keluarga di tempat ini. Berkas pendaftaran saya telah hilang. Mencetak Kartu Ujianpun tidak dapat dilakukan, sehingga secara otomatis gagal.
Meski demikian, dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025 kali ini, Irna masih memiliki keinginan tersendiri. Dia berkeinginan untuk terus melanjutkan profesi sebagai guru walaupun hanya menerima gaji yang rendah, serta ia juga berharap pihak pemerintahan dapat memberi minimal seorang guru ASN di SDK Wolokota.
“Saya hanya menginginkan untuk terus mendidik anak-anak di tempat ini. Namun, mohon bantuan Anda dengan menyediakan seorang guru PNS supaya sekolah kita dapat berkembang lebih jauh,” pinta beliau.
Bupati Ende, Yosef Benediktus Badeoda, menegaskan bahwa saat ini seluruh guru, bahkan yang berasal dari sekolah-sekolah swasta, diperbolehkan untuk mendaftar dalam seleksi PPPK pada tahun 2025. Ia menjelaskan, “Aturan sudah ditetapkan, semua orang bebas ikut serta dalam proses seleksi PPPK, termasuk para pengajar di sekolah swasta. Oleh karena itu, tak ada lagi pembedaan.” Menyatakan hal tersebut adalah Bupati Yosef.
Guru honorer di Kabupaten Sikka mengeluhkan hal serupa. Mereka menantikan adanya perhatian dari pihak pemerintahan.
“Pada Hari Pendidikan ini, keinginan saya adalah agar seluruh guru honorer di sekolah swasta dapat mendapatkan perhatian,” ungkap Vinsensia Ervina Talluma, seorang pengajar honorer dari SDK 064 Watubala yang bertugas di lokasi terpencil desanya yaitu Wairbukang, sebuah kampung di Wairterang, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, pada Jumat (2/5).
Ervina adalah seorang guru honorer yang bersedia menerima gaji hanya Rp300 ribu tiap bulannya, meskipun dia harus berjalan hingga enam kilometer menuju sekolah setiap kali mengajar. Sejak mulai bekerja sebagai guru honorer tanggal 5 Februari 2024, Ervina setia melintasi rute 6 kilometer tersebut setiap hari demi mendidik anak-anak di sebuah desa pelosok yang termasuk dalam wilayah Sekolah Dasar (SDK) 064 Watubala di Kampung Wairbukang, Dusun Wodong, Desa Wairterang, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka. (bet/awk)
Sekolah Supply Bahan Mentah MBG
Bupati Ngada Raymundus Bena meminta siswa SMA/SMK se-Kabupaten Ngada ikut serta dalam mendukung program pangan bernutrisi gratis di daerah tersebut.
Program pangan bernutrisi gratis telah dimulai di Kabupaten Ngada sejak bulan Februari dan memfokuskan pada tiga sekolah awalnya sebagai uji coba. Meskipun demikian, ada berbagai hal penting lainnya yang harus dipersiapkan secara matang sebelum program tersebut dapat diperluas ke semua sekolah di wilayah Ngada khususnya terkait sumber daya bahan mentah.
Bupati Raymundus meminta dukungan dari SMA dan SMK di Kabupaten Ngada dalam bentuk kolaborasi sebab ia menyadari akan adanya kemampuan unik pada setiap institusi pendidikan tersebut yang dapat membantu penyediaan bahan mentah.
“Begitu saya memerhatikan dengan lebih teliti, ternyata ada banyak sekolah menengah pertama dan sekolah swasta milik anak-anak kami yang menciptakan kreasi yang dapat membantu dalam implementasi program makan siang gratis,” ungkap Bupati Raymundus seusai apel Hari Pendidikan Nasional di Kecamatan Soa, Kabupaten Ngada, pada hari Jumat (2/5).
Menurut kabar tersebut, kolaborasi ini akan dilanjutkan dengan pemetaan lebih rinci terkait potensi setiap sekolah, khususnya mengenai kebutuhan buah-buahan dan sayuran. Penyediaan bahan baku untuk program makanan bernutrisi secara cuma-cuma harus tetap didapatkan dari wilayah Ngada saja.
Oleh karena itu, Dia menggarisbawahi pentingnya partisipasi sekolah-sekolah dan kampus-kampus yang berlokasi di Kabupaten Ngada untuk bersama-sama merancang produk-produk yang dapat diproduksi oleh para siswa.
“Suplai bahan baku untuk makanan siang gratis bagi anak-anak ini dapat kami persiapkan, Aimere bisa menyediakan pepaya serta sayuran, SMK di Aimere demikian pula dengan sekolah-sekolah lain,” jelasnya.
Selanjutnya disebutkan bahwa Kabupaten Ngada telah menyediakan 18 dapur dalam rangka program MBG. Oleh karena itu, partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan termasuk sekolah-sekolah yang memiliki kemampuan untuk menyediakan bahan baku. Ia juga menambahkan bahwa dalam waktu singkat mereka akan melakukan penilaian terhadap kapabilitas tiap-tiap sekolah di wilayah Ngada tersebut.
Ketika berkunjung ke booth pameran yang diselenggarakan pada Hari Pendidikan Nasional di Lapangan Soa, Bupati Ray menyampaikan apresiasinya terhadap setiap hasil karya dari tiap-tiap sekolah. Di kesempatan tersebut, sekolah-sekolah menampilkan beragam barang kerajinan tangan, produk masak dan jualan makanan, serta bahan-bahan pertanian seperti pupuk Cair hingga bibit pohon. (ca)
Ikuti Berita lowongankerja.asialainnya di
GOOGLE NEWS