Di Mana Anda Ingin Menetap Setelah Pensiun?

Di Mana Anda Ingin Menetap Setelah Pensiun?

lowongankerja.asia.CO.ID, JAKARTA —

Seru dan sabar menjalani tugas, sering kali mengabaikan fakta bahwa ada saatnya harus istirahat. Saat hal ini terjadi, banyak dari para pekerja baik di sektor swasta maupun pemerintahan mendadak kebingungan ketika menyadarinya.


Saat telah senja, energi semakin menurun dan perlahan-lahan timbul bermacam-macam penyakit karena bertambahnya umur yang dikenal sebagai Sindrom Geriatri.


Jika hanya mengalami gangguan seperti kedinginan, rasa nyeri, asam urat, mati rasa dan sejenisnya, itu merupakan hal lumrah.
guyon
Di antara generasi senior, mereka mengatakan bahwa dahulu kala menggunakan parfum, sedangkan saat ini beralih ke aroma minyak penggosok.


Lebih mengkhawatirkan lagi, terkadang penyakit berat bisa muncul dan menuntut pengeluaran dana besar untuk perawatan jangka panjang.


Parahnya, di waktu yang sama, penghasilan perlahan menurun sementara cucu-cucunya semakin jauh karena mereka juga sudah memulai kehidupan sendiri-sendiri.


Untuk orang-orang yang memandang pensiun sebagai momen untuk bersantai dan menikmati kehidupan tanpa ingin melakukan pekerjaan lagi, umumnya akan mulai merasakan kesendihan dalam hidup seiring dengan perjalanan waktu.


Untuk sebagian orang, rutinitas harian terdiri dari ibadah, berolahraga, dan tidur. Lambat laun mereka mulai merasa jenuh, karena menganggap bahwa kehidupan telah kehilangan maknanya serta tujuannya.


Selanjutnya timbul perasaan merendahkan diri sendiri atau
post power syndrome
, yaitu kondisi akibat hilangnya pengaruh, terutama untuk mereka yang sebelumnya menempati posisi penting saat masih aktif bekerja. Terlebih jika seseorang memandang jabatan sebagai hal yang luar biasa sehingga membuat mereka merasa superior dibandingkan dengan oranglain.


Menghadapi masa pensiun, terdapat berbagai pendekatan dan solusi yang dapat dipilih. Beberapa orang membangun komunitas bagi para pensiunan.

Di Mana Anda Ingin Menetap Setelah Pensiun?
Para warga senior yang sudah tua mempelajari Al-Quran sementara berpartisipasi dalam program Pesantren Ramadhan Lansia desa Tegalurung, Indramayu, Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 11 Maret 2025. -(ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)


Mereka berkumpul dalam suatu kelompok yang secara berkala mengadakan pertemuan untuk
ketawa-ketiwi
. Ada juga yang hanya mengurung diri di rumah sambil nonton televisi atau buka
handphone
dari pagi hingga mata terpejam, dan sekali-sekali mengadakan pertemuan dengan teman lama sama bekerja, sama sekolah, sama kuliah dan sama sekantor dan sebagainya.


Ada juga yang sibuk jalan-jalan menikmati sisa uang tabungan. Semua propinsi dikunjunginya, bahkan sesekali ke luar negeri menikmati suasana kehidupan negeri orang.


Untuk orang-orang dengan karakter tersebut
lone wolf
, hidup ini harus ditekuni dengan keyakinan diri, tidak dibebani oleh aturan masyarakat. Ia tetap menjelajahi petualangan sambil merasakan ketenangan dalam kesendirian yang membahagiakannya. “Apabila telah tiada,”
toh
“kita pun akan berada sendirian,” ujarnya.


Untuk mereka yang memiliki kegemaran khusus, misalnya bersepeda atau memancing,
offroad
, bermain catur, gaplek, golf, bertani, atau apa saja, mereka melanjutkan kegemaran tersebut setelah tidak lagi bekerja, tetapi hal ini juga bergantung pada penghasilan yang ada, istilah kerennya adalah cuan.


Tapi ada juga yang menyikapi masa pensiun dengan sabar, dan meyakini bahwa pensiun itu adalah masa dimana institusi sudah menyuruh istirahat, “ya istirahat saja”. Mereka menerima apa adanya dengan pelan, tenang, hening dan diam. Mereka disebut
low living.


Tahun 2010, ketika saya bertugas ke Yogyakarta, saya sempat berkunjung ke rumah Pak Subari Sukardi, seorang mantan staf ahli gubernur masa Bapak Hasan Basri Durin. Dalam percakapan dengan beliau, saya mencoba memahami alasan kenapa dia tetap tinggal di sana meskipun desanya tidak terletak di Jogja dan tidak ada anaknya yang menetap di daerah tersebut.


Menurut beliau, lebih dari tiga puluh mantan Kepala Daerah seluruh Indonesia bermukim di sana, serta ratusan hingga kemungkinannya ada ribuan lainnya, termasuk para pekerja perusahaan purna tugas dan wirausahawan menengah.

Di Mana Anda Ingin Menetap Setelah Pensiun?
Partisipan memakai berbagai jenis pakaian untuk turut serta dalam sebuah gerakan tarian spontan ketika perayaan Pahargyan Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta di Jalan Malioboro, Yogyakarta, pada hari Sabtu, 28 Oktober 2023. -(lowongankerja.asia/Wihdan Hidayat)


Kenapa begitu? “Sebab biaya kehidupan disana cukup rendah. Dana pensiun saya masih mencukupi untuk menjalani hari bersama sang istri di Yogyakarta. Dua kali dalam satu minggu kami dapat bermain golf dengan teman-teman lain yang sudah pensiun hanya dengan membayar sebesar dua ratus ribu rupiah saja. Disamping itu sayuran dan buah-buahan melimpah dengan harga yang relatif murah. Yang tak kalah penting, warga Yogyakarta dikenal sebagai orang-orang yang hangat, baik hati, senantiasa siap membantu, sopan, dan selalu menjaga adab beserta tradisinya.” Inilah beberapa alasannya kenapa Yogyakarta dipilih oleh mereka-mereka yang telah ganti status dari pekerja aktif menjadi lansia atau pensiunan.


Orang-orang yang akhirnya memilih untuk menetap di Yogyakarta biasanya mulai dari mengunjungi putra-putri mereka yang sedang melanjutkan pendidikan di tempat tersebut. Seiring waktu, banyak faktor yang membuat mereka jadi tertarik untuk tetap tinggal disana.


Bagaimana Sumatera Barat?


Menurut sebuah artikel yang saya baca, Sumatera Barat secara luas dikenal sebagai lokasi yang menarik untuk orang yang sedang mempertimbangkan masa pensiun.


Penyebab paling utamanya ialah disebabkan oleh keindahan alamnya, membuat setiap harinya serasa seperti sedang liburan, gaya hidup sosial-budayanya yang menggoda, penduduknya yang religius serta biaya hidup yang cukup rendah, khususnya di daerah pedalaman.


Beberapa wilayah di Sumatera Barat saat ini semakin ramai dikunjungi oleh warga asal Pulau Jawa, khususnya etnis Sunda dan Jawa. Mayoritas mereka berkebun sayuran, lantaran lahan disini masih luas dan produktif sementara jumlah pedagang belum begitu banyak; termasuk penjual bakso maupun pecel lele hingga aneka kuliner nusantara lainnya. Intinya adalah upaya untuk membuka dan mendayagunakan potensi baru layaknya suku Minang yang sudah lama menjajaki perantauan ke seluruh pelosok dengan alasan-alasan yang bisa jadi cukup rumit.


Namun, apakah Sumatera Barat atau daerah Minangkabau benar-benar menarik untuk para pensiunan sebagai tempat hunian?


Saya rasa ini sangat mungkin terjadi karena adanya potensi tersebut. Jika diasumsikan bahwa jumlah orang Minang yang merantau dua kali lebih banyak daripada mereka yang masih bertempat tinggal di daerah asal, maka akan timbul pula kelompok mantan perantau dengan angka sekitar dua kali lipat dibandingkan jumlah pensiunan di Sumatera Barat. Ini mencakup berbagai kalangan seperti pegawai negeri sipil, pekerja BUMN, swasta hingga wirausahawan yang telah siap untuk menghentikan aktivitas bisnis mereka dan memulai masa istirahat.

Di Mana Anda Ingin Menetap Setelah Pensiun?
Masyarakat beraktifitas di area seputaran Jam Gadang, Bukit Tinggi, Sumatera Barat. -(ANTARA FOTO/Saptono)


Mereka adalah mantan-mantan pejuang, petarung berpengalaman dan memiliki sikap
struggle
dan juga
tough
Pengalaman mereka merupakan pelajaran hidup sejati. Mereka telah menghadapi berbagai tantangan dalam macam-macam kehidupan sulit.


Saya rasa tidak banyak orang yang meninggalkan desanya dan pada akhirnya pulang ketika mereka pensiun, terutamanya karena cemas akan stereotip “orang kalah”. Atau mungkin juga karena mereka telah menikmati hidup sosial di daerah tujuan sebelumnya serta diterima dengan baik oleh komunitas setempat.


Saya banyak mengenal orang-orang Minang hebat yang sudah pensiun di rantau dan tak kembali ke kampung halamannya. Orang Minang menyebutnya
Rantau Cino,
merantau hingga tak tersisa, atau merantau sampai meninggal jauh dari kampung halaman.


Ungkapan ”
Karakter muda diceritakan awalnya, laki-laki muda itu dulunya pemuda desa tersebut.
“, cuma kata-kata biasa. Pada dasarnya, mereka tidak pernah merasa penting di desanya sampai ajal menjemput. Dan tempat kelahiran itu sendiri bukan apa-apa selain sebuah sejarah atau identitas sosial (berdasarkan garis darah) bagimu. Untuk mereka yang sempat menetap di desa pada masa kanak-kanak atau remaja, desa hanyalah potongan memori, terkadang inilah yang mendorong pulang tiap satu tahun sekali atau beberapa kali dalam setahun (ketika kerabat dekat atau saudara masih ada).


Mereka pulang kampung hanyalah untuk mengenang masa lalu bersama sahabat-sahabat dari dulu, berkunjung ke pemakaman orangtua mereka, mencicipi masakan desa yang pernah begitu memanjakan lidah, berjalan-jalan di seputaran nagari tersebut, serta setelah itu merantau kembali (tanpa bermaksud bertahan permanen) meski telah pensiun.


Saya tidak mempunyai informasi atau angka statistik mengenai berapa banyak orang Minang di luar daerah yang pulang ke tempat asalnya usai pensiun.


Dalam satu artikel lain yang saya temui, disebutkan bahwa saat ini di China, Jepang serta sejumlah negara di Eropa, tren terbaru adalah dimana generasi muda mereka mulai berpindah kembali ke pedesaan.


Alasan tersebut logis, mengingat besarnya tekanan pekerjaan di perkotaan yang dapat menyebabkan stres dan ketidaknyamanan bagi masyarakat.


Lebih-lebih dengan perkembangan teknologi pertanian yang kini begitu cepat, sehingga tidak lagi bergantung pada upaya fisik yang melelahkan, melainkan lebih kepada pendekatan cerdas, efisien tanpa banyak menggunakan kekuatan tubuh.


Agar memperoleh benih berkualitas, mereka bisa mengetahui informasinya secara online dan memesan sewaktu-waktu jika diperlukan.


Produk peternakan dan pertanian juga dapat dipasarkan secara online (di pasar digital), serta transaksi keuangan bisa dilakukan dengan mentransfertkan dana dari satu rekening ke rekening lainnya.
mobile banking
atau ATM dalam sekejap.


Menurut sebuah artikel yang kubaca kemarin, Sumatera Barat—yang juga dikenal dengan istilah Ranah Minang—disebut-sebut bisa jadi destinasi favorit bagi orang-orang yang baru memasuki tahap pensiun, terlebih lagi untuk wilayah Bukittinggi beserta lingkungan di sekitarnya. Penyebabnya cukup mudah dimengerti: masakannya yang senantiasa lezat serta adat istiadat materialistiknya yang menarik dan populasi penduduknya yang religius dan taat tradisi.


Untuk suatu konsep, hal tersebut dapat dipertimbangkan serius sebagai proyek yang bisa dikembangkan oleh sejumlah kelompok, asalkan dilengkapi dengan infrastruktur yang diperlukan. Ini karena sumber daya finansial pastinya akan mengalir ketika generasi tua mulai bermigrasi ke usia pensiun. Selain itu, permintaan atas fasilitas penunjang pun bakal meningkat guna memenuhi kebutuhan mereka baik dalam bekerja maupun hanya untuk menikmati hari-tua mereka.


Pak Gubernur rajin
road show
Ke provinsi lain bertemu dengan orang dari luar daerah, ide ini mungkin dapat disampaikan agar tempat yang jauh tidak lagi menjadi seperti itu.
Rantau Cino
Dan pensiun di desa tidak berarti menjadi “pemenang yang terkalahkan”, melainkan pensiun di desa sebagai cara menerapkan nasihat bijak tersebut.
sajauah jauah tabang bangau, suruiknya ka kubangan juo.
Regent dan wali kota juga dapat melaksanakan tindakan serupa.


Konsep ini, apalagi tidak mencakup mereka yang berasal dari luar wilayah dan sebenarnya menggemari Ranah Minang serta berharap untuk merasakan hal tersebut saat sudah lanjut usia.


Jakarta, Mei 2025

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *