- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
controversies, incident, local news, news, tragediescontroversies, incident, local news, news, tragedies - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
2
Tercermin urutan peristiwa kematiannya seorang mahasiswi Universitas Lampung (Unila) yang meninggal dunia dengan tragis ketika berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan dasar sarjana (Diksar) ekstrakurikuler pencinta alam.
Sebelumnya diberitakan, Pratama Wijaya Kusuma, yang merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Lampung, telah meninggal.
Dia dicurigai disiksa oleh senior-nya ketika mengikuti pelatihan dasar atau diksar untuk organisasi pecinta alam.
Pratama wafat pada tanggal 28 April 2025, yaitu lima bulan setelah menyelesaikan diklatnya di November 2024.
Insiden tersebut menjadi terkenal setelah Aliansi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) melakukan protes di kantor rektor pada hari Rabu, 28 Mei 2025.
Berikut beberapa poin penting mengenai kasus kematian Pratama:
Awal mula insiden
Peristiwa itu dimulai saat Pratama serta kelima teman sejawarnya ikut sebagai partisipan dalam kegiatan Diksar yang diselenggarakan oleh Organisasi Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam (Mahepel) Universitas Lampung dari tanggal 10 sampai dengan 14 November 2024, bertempat di lereng Gunung Betung, desa Talang Mulya, kabupaten Pesawaran.
Acara tersebut turut disertai oleh belasan pemimpin serta mantan anggota Mahepel Unila.
Enam orang peserta di minta oleh panitia untuk menggendong tas besar menuju kaki Gunung Betung.
Sampai di tempat, para peserta diajak untuk menandatangan surat yang menyatakan bahwa mereka hadir dalam diksar secara sukarela dan tidak dipaksa.
Alami kekerasan
Selama pelatihan di kaki Gunung Betung, menurut Effan, para peserta diberi latihan layaknya anggota militer dan bahkan melebihi itu oleh para seniornya.
Di samping diminta untuk berjalan melewati genangan lumpur, para peserta pun ditepuk, digepokkan, serta dipukul.
Bukan hanya itu saja, korban pun dipaksa untuk meminum zat berbahaya seperti spiritus.
Perlu diingat bahwa Spiritus merupakan alkohol terdenaturasi, yang sudah ditambahkan dengan bahan-bahan racun atau substansi lain sehingga menjadi tidak layak konsumsi dan berbahaya jika diminum.
“Bahkan, almarhum Pratama ini hingga mencoba minum spirulina akibat haus berkepanjangan lantaran tak diberi air atau makan. Para peserta hanya bisa mengonsumsi apa pun yang dapat mereka temukan di lingkungan sekitar,” ungkap Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FEB Unila Muhammad Effan Ananta ketika diwawancara dari Padang pada hari Sabtu, tanggal 31 Mei 2025.
Kondisi miris korban
Setelah kembali dari diksar pada malam tanggal 14 November, melanjutkan kata Effan, almarhum Pratama pingsan saat sampai di rumahnya. Kondisinya tidak baik; ia mengalami demam disertai tubuh yang dipenuhi memar dan luka-luka.
Meninggal dunia dibawa ke rumah sakit untuk perawatan, kemudian dideteksi adanya bekuan darah di otak.
“Orang yang telah tiada tersebut menderita sakit sepanjang bulan November-Apri hingga gagal melanjutkan perkuliahan setelah menyelesaikan pendidikan dasar militer. Menurut keterangan dari orang tuanya, almarhum pernah menjalani operasi karena adanya bekuan darah di otaknya. Pada akhirnya, almarhum meninggal pada tanggal 28 April,” jelas Effan.
Effan menambahkan bahwa selain almarhum Pratama, masih terdapat korban lainnya yang mengalami cedera fisik karena dituduh sebagai hasil dari tindakan kekerasan tersebut. Salah satu contohnya adalah Muhammad Arnando Al Faaris yang mengidap robekan pada gendang telinganya.
“Gendang telinganya robek karena dipukul terlalu kuat oleh seorang alumni yang ada di acara diksar,” jelasnya.
Effan mengkritik sikap dekanat yang dianggapnya meremehkan masalah tersebut.
Dekanat kelihatan mencoba menyembunyikan masalah tersebut dengan mendorong para korban untuk menulis pernyataan bahwa mereka tidak akan menginvestigasi atau membicarakan kasus itu lagi dan secara sukarela mengikuti program Diksar.
” Dekanat belum mengambil langkah keras terhadap organisasi mahasiswa tersebut (Mahepel Unila). Sanksi yang dijatuhkan dinilai tak sebanding dengan tindakannya, hanya membebaskan waduk Unila,” ucapnya.
Menurut Effan, para mahasiswa FEB Unila pernah melakukan protes ke dekanat tanggal 26 Mei, namun tak menerima respon yang memuaskan dari sang dekan.
Sebaliknya, dekan mengatakan bahwa mahasiswa tidak memiliki hak untuk memberi arahan.
dua hari setelahnya, koalisi pelajar melakukan protes di kantor rektor.
“Rektor datang langsung untuk bertemu dengan kita dan memastikan bahwa akan ada penyelidikan yang dilakukan dengan cepat serta terbuka,” katanya.
Pada tindakan itu, orang-orang juga mengharapkan agar rektorat menjaminkan bahwa nilai mahasiswa yang turun ke jalan untuk melakukan protes tidak berkurang karena sang dosennya tidak setuju dengan aksi tersebut.
Respon dekanat
Pada masa yang sama, Dekan FEB Unila Nairobi menyatakan bahwa di bulan November 2024, organisasi Mahepel Unila telah mengajukan permohonan ke wakil dekan tiga guna melaksanakan diksar bagi kandidat anggota baru.
Dekanat juga memperingati untuk menghindari tindakan paksa atau hal-hal serupa oleh panitia.
Setelah diksar berakhir pada bulan November, Nairobi menerima informasi bahwa salah satu peserta diksar bernama Faaris mengalami masalah pendengaran.
Dekan dan pemimpin lainnya mengundang para pengurus serta pendamping yang merupakan alumni dari Mahepel Unila.
Mereka juga mengakuinya ketika sesi diskusi kecil. Mereka menunjukkan keraguan dan berjanji akan minta maaf pada korban.
Saat itu, menurut Nairobi, dekanat hanya menerima pelaporan terkait dengan kasus Faaris, sementara kasus almarhum Pratama tetap tak tersentuh informasi mereka.
Terkait insiden yang dialami Faaris, dia melanjutkan bahwa dekanat mengenakan sanksi sosial terhadap pengurus Mahepel Unila.
Dekanat sebagai bagian dari proses pembelajaran tidak secara langsung menerapkan sanksi berat terhadap anggota organisasi tersebut, terutama setelah mereka mengakuinya dan memohon maaf.
“Kami menghukum mereka dengan menulis sebuah pernyatan bahwa apabila terjadi pelanggaran atau tindak kekerasan lagi, kita akan membekukan organisasi mereka. Setelah itu, kami meminta mereka untuk membersihkan waduk (Unila) yang sudah kotor,” jelas Nairobi.
Nairobi merasa masalah terselesaikan sampai disitu.
ternyata pada bulan April 2025, dekanat memperoleh kabar jika Pratama yang telah meninggal sebelumnya dirawat di rumah sakit karena didiagnosis mengidap tumor otak.
Dekanat mengirim wakil dekannya yang ketiga untuk menyelidiki masalah tersebut.
“Ceritanya tentang wakil dekan, sang ibu yang menjadi korban merasa penyesalan karena telah mendaftarkan putranya ke Fakultas Ekonomi serta mengikutinya dalam program Pendidikan dan Pelatihan di Universitas Lampung (Mahepel Unila). Menurut narasi wakil dekan tersebut, si ibu ini enggan untuk melaporkan kasus itu tapi hanya menyampaikan rasa kecewanya,” jelas Nairobi.
Artikel ini sudah dipublikasikan di TribunJakarta.com dengan berjudul
4 Poin Tentang Kematiannya Seorang Mahasiswa FEB Unila: Kejadian Kekerasan di Gunung Betung dan Tanggapan dari Dekanat