- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, news, politics, politics and government, politics and lawgovernment, news, politics, politics and government, politics and law - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
4
– Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi sekali lagi mengungkapkan pendapatnya tentang kekesalan terhadap para penggemar tim sepak bola dari Subang bernama Persikas. Komentarnya tersebut sempat menjadi sorotan di media sosial.
Saat melakukan olahraga pagi di sekitar persawahan di daerah tempat tinggalnya, Lembur Pakuan, Kabupaten Subang, dia menceritakan alasannya untuk merasa kesal.
Menurut dia, Persikas adalah sebuah tim sepak bola profesional yang dijalankan oleh suatu perusahaan. Pastinya, bisnis itu harus mempertimbangkan segi finansial serta pengelolaan dengan baik.
Karena bersifat profesional, pemerintah daerah tidak seharusnya mengambil bagian dalam pengelolaan klub. Jika benar-benar berniat untuk mendukung, bantuannya harus dibatasi hanya pada penyediaan fasilitas saja.
“Jika membantu, dukungan yang diberikan harus bersifat personal dan tidak boleh melibatkan anggaran negara,” demikian ujar Dedi Mulyadi seperti dikutip dari akun Instagram @dedimulyadi71 pada hari Jumat (30/5).
Dia pun menceritakan tentang para pendukung yang mengepakkan banner dengan tulisan ‘Simpan Persikas!’ sambil berteriak dalam acara ‘Nganjang ka Warga’. Tindakan tersebut memicu amarah karena dilancarkan ketika dia sedang mendengarkan cerita pahit dari warganya tentang perjuangan kehidupannya.
Para pendukung muda tersebut diyakini sudah diselaraskan dan berasal dari berbagai lokasi di Kabupaten Subang. Ada pula beberapa orang di antara mereka yang baru duduk di tingkat Sekolah Menengah Pertama.
“Anak-anak tersebut kurang mandiri; mereka berasal dari beragam lokasi dengan jarak cukup luas antara satu sama lain—ada yang datang dari desa yang berbeda, beberapa bahkan dari distrik yang tak sama di area Kabupaten Subang. Meski demikian, koordinasi mereka begitu apik dalam mengorganisir dan mempersiapkan spanduk sesuai rencana,” papar Dedi.
Dedi meyakini ada kekuatan politik yang mengontrol dunia sepak bola dari belakang. Karena itu dia meratapi langkah-langkah yang menjadikan pemain muda sebagai alat dalam urusan politik.
“Di balik kekuatan politik tersebut terdapat penggunaan sepak bola sebagai alat dalam upaya penguasaan politik. Kita tidak seharusnya menjadikan olahraga ini sebagai sarana politik dan lebih-lebih lagi menggunakannya untuk mempengaruhi pemuda-pemudi muda yang naik kendaraan bermotor pada jam-jam dini hari melewati rute yang cukup jauh; hal ini sungguh membahayakan,” ungkapnya.
Bukan hanya itu saja, Dedi Mulyadi pun terlihat tidak perduli dengan dampak kemarahannya yang mungkin merusak citranya sebagai seorang pemimpin.
“Pertanyaannya adalah ketika banyak kamera mulai mengarah dan hal tersebut berubah menjadi polemik politik, menyebabkan gambaran negatif tak jadi masalah bagiku. Aku bukan mencari penghargaan atau citra positif; tujuanku di sini ialah bekerja demi kepentingan masyarakat. Hidup ini juga tentang meningkatkan moralitas wargaku yang belum dapat bersikap sesuai tempatnya, terutama mereka yang masih dalam tahap pertumbuhan remaja,” demikian penjelasan Gubernur Jawa Barat itu.