Debat Aturan Jam Malam Dedi Mulyadi untuk Pelajar: Pro dan Kontra

Debat Aturan Jam Malam Dedi Mulyadi untuk Pelajar: Pro dan Kontra


DEPOK,

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bakal menerapkan peraturan pembatasan waktu untuk para pelajar dimulai dari tanggal 1 Juni 2025.

Dengan Surat Edaran No. 51/PA.03/DISDIK, peraturan tersebut mengurangi kegiatan siswa di luar tempat tinggal mereka dari jam 21:00 sampai dengan 04:00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB).

Pengecualian berlaku untuk aktivitas belajar mengaji, ataupun hal-hal ekonomi penting yang diikuti bersama orang tua.

Penerapan peraturan ini akan mengikutsertakan TNI, Polri, Satpol PP, serta pihak manajemen wilayah setempat.

“Bila ada siswa yang melanggar peraturan, hukumannya tidak berupa siksaan fisik, tetapi panggilan ke guru BK di sekolahnya sendiri,” jelas Dedi Mulyadi saat menghadirkan sebuah acara di Universitas Indonesia pada hari Selasa, 27 Mei 2025.

Dedi mengungkapkan bahwa sasaran dari kebijakan tersebut adalah menciptakan generasi Panca Waluya yang sehat, kuat, bijaksana, bermoral baik, serta kompetitif.

” Kami berharap masyarakat turut serta dalam memberikan dukungan dan pengawasan bersama ini demi masa depan generasi kami,” ujar Dedi.

Dukungan dari Orangtua

Sebagian besar orang tua mendukung aturan itu karena mereka berpikir bahwa hal ini bisa mengurangi perilaku buruk pada malam hari.

“Saya selaku orang tua mendukung adanya batas waktu malam agar anak-anak tidak berkeliling seenakan,” ungkap Nuraini (43), penduduk Beji, Depok, yang merupakan ibu seorang pelajar SMP pada hari Kamis (29/5/2025).

Dia menginginkan implementasi dilakukan dengan cara yang lebih persuasif, khususnya untuk anak-anak yang memiliki aktivitas resmi pada malam hari.

Nuraini mengatakan, jika ada kebutuhan sekolah atau aktivitas masjid, sebaiknya tidak menegur atau mencurigai anak dengan berbagai hal.

Seorang wali lainnya, Ela (37), yang merupakan ibu dari dua anak di Beji Timur, pun ikut mensupport aturan pembatasan waktu malam tersebut.

“Saya benar-benar sepakat, tetapi prosedurnya perlu dijelaskan dengan jelas. Perlu adanya edukasi oleh sekolah dan pemerintah,” ujar Ela.

Menurut dia, peraturan tersebut dapat menghasilkan pola hidup yang lebih baik bagi si anak sambil menambah eratnya tali silsilah dalam rumah tangga.

“Anak-anak dapat kembali dari sekolah, belajar Al-Qur’an, dan makan malam bersama keluarganya. Namun, jika mereka berkumpul di luar rumah, tentunya tidak akan sempat berada bersama keluarga,” jelasnya.

Kekhawatiran Soal Efektivitas

Akan tetapi, beberapa orang tua yang lain mengekspresikan keprihatinan terhadap pelaksanaan serta kemanjuran peraturan itu.

“Jika hanya mengandalkan peraturan tentang waktu malam tanpa adanya dukungan dari orang tua maupun sekolah, maka akan sulit,” ungkap Abdul Rahman (46), bapak seorang pelajar SMA yang berlokasi di Pancoran Mas, Depok, pada hari Kamis.

Menurutnya, sangat vital jika sekolah berperan aktif dalam menyampaikan informasi kepada para orang tua mengenai kegiatan anak-anak mereka, khususnya ketika itu berkaitan dengan acara pada malam hari.

Orang tua lain, Herman (39), bapak seorang pelajar di SMA Negeri 1 Depok, meragukan apakah peraturan tersebut mampu meminimalisir tingkah laku menyimpangan dari remaja.

“Generasi muda saat ini cenderung lebih pintar daripada generasi sebelumnya. Mereka dengan mudah membentuk kelompok di platform digital yang memiliki dampak buruk, hingga bentrokan tak hanya terjadi pada malam hari tetapi juga di siang bolong,” ujarnya.

Seperti yang disampaikan oleh Herman, Pandi (38), seorang bapak dari seorang siswa di SMAN 1 Depok, menganggap bahwa keefektifan peraturan ini berbeda-beda bagi setiap anak.

“Belum lagi malam, bahkan balap sepeda motor dan tawuran pun berani dilakukan di jam siang,” katanya.

“Meskipun menggunakan jam malam mungkin dapat membantu mengendalikan perilaku anak perempuan, namun kita tidak bisa memastikan keefektivan metode ini bagi anak laki-laki,” tambah Pandi.

Pandangan Pelajar

Kelompok mahasiswa memiliki pendapat bervariasi mengenai peraturan jam malam itu.

“Secara positif, hal ini membuat kami lebih berkonsentrasi pada pendidikan. Namun secara negatif, terkadang kami memiliki diskusi tentang materi belajar yang justran cenderung mengganggu waktu tidur,” ungkap Anggi (17), seorang siswi kelas XI di salah satu SMA Negeri di Depok.

Anggi menyebut bahwa dia kerap melakukan pembelajaran bersama sampai dini hari mendekati ujian, serta ia berharap adanya kelonggaran.

“Sebaiknya tidak perlu semuanya digeneralisasikan. Bisa saja berpartisipasi apabila terdapat bukti mengenai aktivitas formal, seperti contohnya surat dari pihak sekolah atau bimbingan dari guru dan orang tua,” katanya.

Lukman (14), seorang siswa di SMP Muhammadiyah 1 Depok, turut mensupport aturan tersebut.

“Untuk kesejahteraan kita semua, supaya menghindari sesuatu yang negatif. Hanya saja jika memungkinkan, sebaiknya peraturannya dijelaskan dengan jelas kepada para murid atau guru kami,” ucapnya.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *