- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
energy sector, government, government regulations, laws and regulations, newsenergy sector, government, government regulations, laws and regulations, news - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
4
Persoalan penyerobotan lahan warga yang belum mempunyai sertifikat elektronik kini sedang menjadi pembicaraan panas, terlebih dalam konteks percepatan transformasi digital oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Masalah pengambilalihan lahan kerap timbul sejalan dengan peningkatan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan perubahan sertifikat tanah dari format fisik menjadi digital.
Warga prihatin bahwa lahan milik mereka yang masih belum didaftarkan atau belum memiliki sertifikat elektronik mungkin akan disita oleh pemerintah atau entitas lainnya.
Keputusannya semakin diragukan akibat kurangnya data yang transparan serta berita palsu di platform-media sosial, yang kerap menghasilkan kecurigaan dari masyarakat umum.
Untuk meredakan kekhawatiran publik, Kepala Biro Humas dan Protokol di Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, mengklarifikasi bahwa tak ada pengambilalihan lahan dari warga yang belum memperoleh sertifikat elektronik.
“Belum pernah ada keputusan untuk mengambil alih lahan warga yang belum memiliki sertifikat digital. Kami bertanggung jawab untuk memberikan kejelasan hukum tentang hak milik warga, bukannya melakukan hal lain,” tegas Harison kepada
, Selasa (27/5/2025).
Harison menyatakan bahwa sertifikat digital merupakan elemen penting dalam perubahan menjadi lebih moderen pada sistem pendaftaran tanah guna memperbaiki efisiensinya, keterbukaannya, serta melindungi datanya.
Meskipun adanya sertifikat elektronik ini, lahan yang belum didaftarkan ataupun tetap memakai sertifikat fisik tidak akan kehilangan posisinya secara hukum.
Lahan yang belum memiliki sertifikat elektronik masih dikenali sebagai milik pemegangnya asalkan masyarakat bisa menunjukkan klaim terhadap tanah tersebut, misalnya dengan menggunakan dokumen kepemilikan konvensional (seperti girik, petok, atau bentuk bukti lainnya).
BPN menyediakan sistem verifikasi kepemilikan lahan lewat skema PTSL, di mana masyarakat dapat mengajukan pendaftaran atas tanah mereka secara cuma-cuma atau hanya dikenai tarif yang bersahabat.
Program PTSL berfungsi untuk mengakselerasi proses perekaman tanah di seluruh Indonesia, mencakup juga lahan-lahan yang masih belum memiliki sertifikat.
Berdasarkan informasi dari BPN, sampai tahun 2025, proyek tersebut sudah sukses mengeluarkan berjuta-juta sertifikat lahan, bahkan mencakup daerah pedesaan.
Harison menyatakan, “Sebaliknya, kami membantu warga agar bisa mendapat sertifikat guna menghindari perselisihan dan memastikan bahwa hak milik mereka dilindungi, bukan mencabut lahan dari pemiliknya.”
Sertifikat Elektronik Tidak Wajib
Sertifikat digital merupakan terobosan menuju era mendatang, namun tak ada kewajiban bagi publik untuk langsung meninggalkan sertifikat berbentuk fisik.
BNP menyediakan periode peralihan yang cukup lama, dan warga dengan sertifikat sebelumnya masih mempunyai hak hukum yang valid.
Harison menyebutkan bahwa BPN tetap melanjutkan kegiatan penyuluhan guna memastikan warga mengerti tentang langkah-langkah tersebut.