- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
business, equities, investing, investing economy, investorsbusiness, equities, investing, investing economy, investors - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
5
Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan bahwa jumlah investor saham di tanah air sudah melebihi batas 7 juta sampai hari Senin (2/6). Menurut BEI, ketertarikan masyarakat terhadap investasi di pasar modal masih sangat kuat walaupun situasi ekonomi dunia sedang tidak stabil.
“Achievement ini tak terlepas dari dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Pengawas Sendiri (LPSD) atau dikenal juga sebagai Self-Regulatory Organization (SRO) beserta entitas anak perusahaannya, serta kerjasama antar para pihak yang memiliki kepentingan dalam melaksanakan program pendidikan pasar modal yang inovatif,” ungkap Sekretaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Kautzar Primadi Nurahmad dalam rilis resminya pada hari Selasa (3/6).
Menurut data dari BEI, total Single Investor Identification (SID) telah meningkat menjadi 7.001.268, naik sekitar 619 ribu jika dibandingkan dengan angka pada periode terakhir tahun lalu yang berada di level 6.381.444 SID. Peningkatan tersebut dicatat meskipun menghadapi volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
IHSG sempak menurun hingga mencapai angka 5.967,988 pada tanggal 9 April 2025, namun kemudian berbalik dan meningkat menjadi 7.175,819 pada 28 Mei 2025.
Jeffrey Hendrik dari Direktorat Pengembangan Bursa Efek Indonesia menyebutkan bahwa peningkatan jumlah investor terjadi meski ada ketidakstabilan ekonomi dunia, seperti keputusan tariff impor AS pada awal tahun ini.
“Menariknya, walaupun terdapat tekanan akibat kebijakan tariff impor, minat publik dalam berinvestasi masih sangat tinggi,” ujar Jeffrey.
Dia memberikan contoh, bahwa terdapat kenaikan lebih dari 38 ribu investor saham selama masa liburan panjang Idul Fitri, dengan jumlah SID naik dari 6.705.452 pada tanggal 27 Maret hingga mencapai 6.744.128 SID pada tanggal 8 April 2025.
Investor Baru Harus Paham Tentang Resikonya
Jeffrey sempat menyebutkan bahwa peningkatan jumlah investor tersebut, walaupun disertai oleh keperluan pendidikan keuangan yang meningkat, kini menjadi lebih mendesak dari sebelumnya.
“Para investor pemula ini datang dari berbagai latar belakang yang begitu luas. Oleh karena itu, kami menganggap diri kami bertanggung jawab untuk menyediakan pendidikan tentang pasar modal yang sesuai,” ungkap Jeffrey selama acara Edukasi Wartawan yang diselenggarakan secara daring pada hari Selasa (27/5).
Yusuf Adi Pradana dari Divisi Pengembangan Pasar BEI menyampaikan hal serupa. Menurutnya, saat berinvestasi, masyarakat harus memahami tingkat risiko setiap jenis investasinya.
Pengetahuan ini akan membantu para pemodal untuk menentukan alat finansial yang cocok dengan sifat, persyaratan, serta durasi investasi yang mereka inginkan.
Menurutnya, terdapat empat jenis profilen resiko bagi seorang investor.
Pertama
, investor tersebut sangat konservatif. Jenis profil risiko ini biasanya enggan mengambil resiko yang besar dan lebih sesuai untuk berinvestasi di instrumen pasar uang ataupun Obligasi Jangka Pendek.
Kedua
Investor bertipe konservatif yang lebih memilih risiko dan variasi harga yang minimal. Jenis investor seperti ini dapat menanamkan uangnya melalui reksa dana pendapatan tetap atau surat utang jangka waktu singkat di bawah dua tahun.
Ketiga
Investor dengan tingkat kerugian sedang ini sesuai untuk mereka yang bersedia menerima resiko lebih tinggi. Untuk investor bertipe tersebut, diperkenankan memilih produk investasi seperti reksa dana campuran dengan jangka waktu setidaknya dua tahun dan komposisi minimum obligasi adalah 2 tahun.
Keempat
, investor dengan toleransi resiko yang tinggi. Profil risiko ini sesuai bagi mereka yang tak keberatan menghadapi risiko dan volatilitas yang signifikan. Jenis investasi yang pas untukprofil risiko tersebut adalah dana terbuka berjenis saham.
“Harus mengerti jenis investasi yang cocok berdasarkan durasi waktu dan tingkat resiko sesuai dengan keperluan investor,” kata Yusuf.