Bagaimana Jika Serikat Pekerja Bersikap Lebih Terbuka dan Profesional?

Bagaimana Jika Serikat Pekerja Bersikap Lebih Terbuka dan Profesional?

Catatan kritis mengenai lenyapnya solidaritas dalam pertempuran para pekerja …

Pada masa lalu, sebut saja kata “serikat pekerja” dan gambaran yang muncul ialah kerumunan orang di jalanan dengan pakaian compang-camping, sorakan keras, serta poster tua bertulis permintaan gaji yang pantas. Mereka membicarakan tentang kesetaraan, harga diri, dan perlindungan dari pengeksploitan oleh pasaran. Namun saat ini, tampaknya wujud serikat telah mengalami perubahan besar-besaran. Kini mereka nampak lebih tertib. Kurang bersuara. Dan cenderung lebih profesional atau teknis. Terkadang bahkan kelihatan seperti bagian dari pengelolaan daripada sebagai lawan sistem tersebut.

Phenomenon ini mungkin terdengar seperti kemajuan. Mereka menyebutnya modernisasi. Namun, marilah kita istirahat sebentar, mengambil nafas dalam-dalam, lalu tanyakan: Apakah sesungguhnya yang tengah berlangsung di sini?

Ekonom Bergabung dengan Serikat: Siapa yang Mengintip Siapa?

Kini, berbagai serikat pekerja malahan bekerjasama dengan ahli ekonomi profesional di tiap tahapan negosiasi. Namun bukan hanya siapa saja—melainkan mereka yang telah dibesarkan dalam paham neo-klasikal: pasar senantiasa tepat, gaji mesti sesuai dengan produktivitas, serta efisiensi menjadi prioritas utama.

Dalam berbagai situasi, para ahli ekonomi tidak hanya menjadi penasihat tersembunyi. Mereka juga turut duduk di meja perundingan dan kadang-kadang malah memimpin negosiasi seolah-olah sebagai ganti dariaktivis serikat pekerja tersebut. Istilah yang digunakan pun telah bergeser dari “kesejahteraan buruh” ke istilah seperti “metrik performa”, “standar industri”, atau “kelentukan permintaan tenaga kerja”.

Pertanyaannya: Apakah ini merupakan kemajuan, atau malah bunuh diri ideologis?

Serikat Jadi Konsultan SDM?

Bayangkan ini: seorang tenaga kerja harian yang upahnya belum mencapai laju inflasi, kini harus mendengarkan sang bos mengumumkan, “Kami tak dapat meminta lebih banyak karena keuntungan perusahaan telah anjlok dalam dua kuarter terakhir.” Kapankah serikat pekerja menjadi pembicara utama untuk laporan keuangan perusahaan?

Sebaliknya dari menentang logika pasar, serikat justru mulai memeluk cara berfikir pasar. Kini mereka tak lagi membicarakan hubungan kekuatan antara pekerja dan pengusaha. Alih-alih begitu, mereka lebih banyak mendiskusikan nilai bersama, kemenangan bersama, serta daya tahan perusahaan. Meski tentunya hal ini terdengar sangat baik dalam diskusi akademis—namun di dunia nyata, siapakah orang-orang yang umumnya harus merelakan sesuatunya untuk menjaga kelangsungan tersebut?

Apakah serikat saat ini berjuang untuk kepentingan pekerja, atau justru menyusun ulang strategi upah supaya tampak lebih rapi ketika dipresentasikan kepada direksi?

Logika Spreadsheet: Jelas Terbuka, Namun Kaku

Kami bukanlah lawan dari pengumpulan data atau ilmu ekonometri. Namun, mari kita akui bahwa sebuah lembar kerja Excel sulit untuk menggambarkan kenyataan sebenarnya para pekerja. Tak ada kotak teks di mana dapat dicatat ketakutan akan PHK. Pun tak ada ruas spasi yang mampu merespons dampak emosional dari sistem kontrak harian. Statistik memperlihatkan pola dan trend, namun trauma sosial sering kali tak sepenuhnya terwakili melalui angka-angka tersebut.

Pemimpin serikat pekerja saat ini yang berasal dari kalangan ekonom tentunya memiliki kecakapan tersendiri. Mereka mampu menetapkan tingkat kenaikan gaji yang masuk akal, merancang sistembonus terkait performa kerja, dan juga mendesain mekanisme penghargaan sehingga sejalan dengan standar industri. Namun, ketika pertempuran tersebut direduksi hanya pada pemodelan spreadsheet Excel, bagaimana caranya untuk menjaga semangat bersama?

Depolitisasi yang Terlalu Sopan

Saat ekonom memasuki inti aspek perdagangan, politik secara bertahap dikesampingkan dari pembicaraan. “Jangan bersikap emosional,” ujar mereka. “Mari kita mencari jawaban yang logis.”

Sebenarnya, industri tidak melulu berhubungan dengan data dan statistik. Hal ini juga berkaitan erat dengan keseimbangan kekuatan yang penting untuk diperhatikan. Saat para ekonom menyarankan pekerja agar mengerti situasi bisnis perusahaannya, apakah ada pihak yang mendorong pemegang saham untuk memahami biaya bahan kebutuhan dasar di pasar lokal?

Saat serikat terlalu yakin dengan pendekatan teknokratik, mereka lupa bahwa pertarungan pekerja seharusnya tentang sikap berpihak, bukannya bersifat netral.

Pencapaian Secara Teori, Kegagalan Di Medan Permainan

Iya, dalam banyak situasi, para ahli ekonomi mampu menyederhanakan proses perundingan. Perusahaan menjadi lebih tenang sebab serikat pekerja dapat berkomunikasi secara “profesional”. Tenaga kerja juga memperoleh sistem bonus yang lebih rumit. Segalanya terkesan sangat rapi dan tertata baik.

Namun, cobalah tanya kepada pekerja pabrik, guru tidak tetap, atau penyedia layanan bersih: adakah perbaikan dalam kesejahteraan mereka, atau justru situasinya semakin rumit dimengerti?

Pertempuran yang diselimuti dengan angka masih dapat merenggut jiwa jika hilang arah dan tujuan.

Kembali ke Titik Kritis

Yang kita maksud bukanlah bahwa ahli ekonomi harus dikecualikan. Malahan, mereka sangat diperlukan. Namun, jika keahlian tersebut mengambil alih pemahaman kelas kerja, maka serikat buruh bisa tersesat dalam tujuan mereka.

Serikat dapat mengambil manfaat dari pengetahuan ekonomi, tetapi jangan biarkan hal tersebut menjadi acuannya untuk menetapkan apa yang harus dipertarungkan. Lembar kerja hanyalah alat pendukung, namun tidak seharusnya dijadikan panduan etis.

Dan serikat pekerja—sehebat apa pun mereka berkembang—harus tetap ingat bahwa tujuan utama mereka bukanlah memuaskan kebutuhan pasar, melainkan menghadapi dan menentang ketidakadilan yang dihasilkan oleh sistem tersebut.

JOIN CHANNEL KAMI

Dapatkan Notifikasi Update Info Lowongan Terbaru Melalui :

  1. CHANNEL WHATSAPP
  2. CHANNEL TELEGRAM
  3. POSTINGAN INSTAGRAM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *