- Diposting oleh:
- Diposting pada:
- Kategori:
government, indonesia, local news, news, politicsgovernment, indonesia, local news, news, politics - Sistem:
Tidak diketahui - Harga:
USD 0 - Dilihat:
11
PR NTT –
Diduga Pemerintah Kabupaten Flores Timur melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, telah mengangkangi DPRD dengan melakukan survey lokasi sumur bor dan perbaikan irigasi menggunakan pihak ketiga yang disebut mitra pemerintah, dengan mengabaikan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mendahului perubahan.
Hal itu baru terkuak melalui beberapa pemberitaan media online karena diduga adanya potensi maladministrasi. Maka demi menjaga asas keterbukaan, Komisi II DPRD Flores Timur melakukan rapat kerja bersama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Flores Timur, bertempat di Bale Gelekat pada Senin kemarin 05 Mei 2025.
Departemen yang Paling Sibuk dan Riweh
Rapat yang diarsiteki oleh Theodorus M. Wungubelen tersebut, bersama para anggota Komisi II lainnya, mengajukan serangkaian pertanyaan tentang alokasi dana untuk empat lokasi pengeboran sumur dan pembaruan sistem saluran irigasi. Selain itu, mereka juga menyoroti tata cara serta langkah-langkah pelaksanaannya yang dianggap melanggar ketentuan dan dilakukan secara terburu-buru.
Anggarannya dianggap tidak terkontrol dengan baik karena proyek tersebut dikerjakan sendiri oleh pihak yang bersangkutan, tetapi beberapa berkas penting seperti Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) belum rampung disiapkan.
Nani Bethan menyebutkan hal tersebut karena terdapat kesenjangan antara anggaran yang diajukan dan jumlah sebenarnya pada daftar permohonan Angkatan Darat Wilayah Timor Lorosae Tengah. Misalnya, untuk pemboran sumur di wilayah Solor dengan tiga lokasi ditetapkan biayanya Rp300 juta per unit tetapi setelah diterangkan oleh kepala dinas pertanian, nominalnya berubah menjadi Rp305 juta per unit.
Pengajuan anggaran ini dipertimbangkan oleh Dewan dengan skeptis lantaran analisis dari Dinas belum selesai dibacakan, sehingga besarnya alokasi belanja masih tidak jelas. Selain itu, jumlah yang ditetapkan pada batas anggaran senilai 600 juga menjadi permasalahan, ketika DPRD harus menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas,” ungkapnya.
Theodorus Wungubelen juga mengkritik kemajuan yang dicapai untuk mencapai visi 100 hari kerja Bupati oleh Dinas Pertanian tanpa adanya persiapan satupun dokumen pendukung. Dia menegaskan, “Dinas itu sembrono dan menjadi salah satu dinas dengan kekacauan tertinggi. Mungkin situasi tidak akan seburuk ini jika mereka melibatkan media (pers) dari awal! Jangan menjadikan badan DPRD sebagai tong sampah,” ujarnya.
Ketua rapat dari Komisi II tersebut juga menyampaikan permintaan kepada dinas agar sementara waktu dihentikan sejumlah aktivitas sampai semua dokumen persyaratan administratif proyek diselesaikan secara lengkap. Dia juga ingin masalah ini jelas disampaikan kepada media. Tambahan lagi, tim akan mendatangi tempat pengeboran sumur dan perbaikan saluran irigasi setelah menerima laporan resmi serta semua kelengkapan dokumentasi yang dibutuhkan oleh Komisi II.
Pembahasan oleh Pejabat Tinggi Dinas Petani di Flores Timur
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Flores Timur, Densi Kleden pada pertemuan di Bale Gelekat menyatakan bahwa programkerja selama 100 hari bagi unit pelaksana teknis (OPD) akan diselenggarakan pada masa mendatang atau bahkan bisa lebih cepat jika memungkinkan berdasarkan ketentuan. Tujuannya adalah meningkatkan pengoptimalan lahan sawah di wilayah irigasi Waiwadan (Adonara Barat), serta mengembangkan lahan kering di Otanbiri Nusadani (Solor Barat).
“Pada awalnya di wilayah Waiwadan terdapat tiga titik sumur dengan kategori sumur tanah dangak. Untuk setiap unit harganya adalah 200 juta rupiah. Di daerah Solor ada dua titik sumur (kategori sumur tanah dalam), masing-masing berharga 305 juta rupiah; salah satunya berlokasi di Giri dan lainnya di Otanbiri, yang merupakan bagian dari Desa Nusa Dani. Selanjutnya untuk peningkatan produktivitas lahan jagung di Desa Tiwagatobi dan Orinbele, Kecamatan Witihama, total anggarannya mencapai 215 juta rupiah. Kami akan membantu instalasi saluran pipanya sebab lokasinya telah memiliki sumber air,” ungkap Kadis Pertanian tersebut.
Densi Kleden mendeskripsikan bahwa ada empat poin dalam istilah pendapatan jagung yaitu, Bayolewun Tiwagotobi, Orinbele, Waigowa di Desa Kolilanang serta di Desa Boru. Dia menegaskan bahwa untuk merancang proyek ini, Dinas telah melakukan tindakan dengan memverifikasi secara langsung potensial petani dan tanaman yang akan digunakan beserta hasil survei mereka. Densi menyatakan bahwa ia telah menerangkan hal tersebut kepada Bupati Flores Timur berdasarkan persyaratan teknikal, agar manfaat dari dukungan dapat dipertahankan dan ditingkatkan lagi guna meningkatkan output pertanian.
“Pada dasarnya survey pengidentifikasian calon pemilik lahan dan calon lahan (CPCL) akan dilakukan bagi kelompok tani serta besaran wilayahnya nantinya kami siapkan sistem informasi desa (SID), dengan tenggat waktu hingga tanggal 10 Juni sebagai bagian dari periode 100 hari. Kami juga berencana melibatkan mitra untuk membantu menetapkan lokasi pembuatan sumur bor agar tingkat kesuksesannya dapat mencapai 90%. Rancangan kerjanya adalah self-management oleh gabungan petani (Gapoktan) dan unit petani terpadu (Poktan), sehingga proses tersebut bebas dari tender atau lelang. Mohon maaf atas hal ini semuanya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi di mana pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh Poktan dan Gapoktan, sementara Dinas hanya memberikan arahann saja,” ungkap Densi Kleden.
Pekerjaan Terbongkar Sebagai Perintah dari Bupati
Rapat Komisi II berjalan dengan sengit, dimana Theodorus Wungubelen bersama para anggotanya yang lain seperti Polikarpus Blolo, Yosep Sani Bethan, Budi Sucipto, Gafar Ismail, Yuven Hikon, Ignas Tukan, serta Abdon tetap meminta penjelasan dari pihak instansi tentang insiden tersebut kepada masyarakat umum. Mereka ingin diketahui siapa orang yang memberi instruksi agar proyek dikerjakan lebih awal sehingga melanggar prosedur DPRD Flores Timur. Padahal pada kenyataannya saat itu sidang belum digelar namun pembangunan telah dilakukan tanpa adanya kesepakatan atau pengawasan dari DPRD setempat.
Komisi II menyatakan bahwa pengeboran sumur ini termasuk dalam kategori proyek yang memerlukan sejumlah persyaratan seperti adanya konsultan perencanaan atau konsultan pengawas. Proses tersebut tampaknya telah dimulai tanpa menunggu proses resmi di dewan, sehingga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap institusi dewan itu sendiri. Ini jelas bertentangan dengan ketentuan yang berlaku jika ada temuan semacam itu. Selain itu, absennya plang identitas proyek memiliki dampak signifikan pada transparansi informasi mengenai alokasi anggaran serta eksekusinya kepada masyarakat umum.
Menanggapi hal itu Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Flores Timur, Densi Kleden mengatakan pengerjaan sumur dan jaringan air bahwa ia meneruskan amanat Bupata Flores Timur, Antonius Doni Dihen dalam rapat awal yang menyebutkan ada program prioritas. “kita diarahkan untuk itu, oleh karena itu kita di Dinas turun untuk mempercepat langkah-langkah awal. Karena kami berpijak dan bekerja sesuai Instruksi Bupati,” ujar Densi, yang sebelumnya berkelik bahwa itu inisiatif Dinas.
Banyak kerusuhan telah terjadi oleh Pemerintah Kabupaten Flores Timur lewat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan dengan mengajukan partisipasi pihak ketiga atau mitra dalam proses survei penentuan lokasi sumur bor di Pulau Solor dan Adonara. Anggarannya sangat besar menurut permohonan mereka. Salah seorang anggota Komisi II bahkan menyatakan bahwa wilayah Waiwadan memiliki cadangan air yang cukup baik, sementara infrastruktur jalan menuju daerah tersebut lebih diperlukan bagi para petani untuk mendistribusikan hasil taninya.
Sedihnya lagi, jumlah dana yang tertulis dalam daftar permohonan 100 hari ternyata tak sejalan dengan perhitungan dari Dinas Pertanian. Jumlah tersebut justru meningkat. Bahkan, Komisi II DPRD mengkritik sikap Dinas Pertanian Flores Timur yang dinilai semena-mena dan terburu-buru lantaran pekerjaannya telah dimulai sementara Rencana Kerja Anggaran (RKA) serta Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) belum lengkap. Akibatnya, Ketua Rapat Komisi II, Theodorus Wungubelen menuntut supaya semua prosedur dan dokumen proyek diselesaikan lebih awal. Sebab ini dapat menjadi standar bagi pengawasan oleh DPRD. ***